26 Desember 2024

Jambi Daily

Media Online Publik Aksara Propinsi Jambi

Akhlak kepada Allah SWT, Rasulullah SAW, Manusia dan Lingkungan

16 min read

JAMBIDAILY JURNAL – Ajaran Islam yang bersifat universal harus bisa diterapkan dalam kehidupan individu, masyarakat, berbangsa dan bernegara secara maksimal. Penerapan tersebut tentu terkait dengan pelaksanaan hak dan kewajiban seseorang kepada Tuhan, rasul-Nya, sesama manusia dan lingkungan sekitarnya. Khusus penerapan akhlak (hak dan kewajiban) seorang hamba kepada Tuhannya terlihat dari pengetahuan, prilaku dan gaya hidup yang dipenuhi dengan kesadaran tauhid kepada Allah SWT, hal itu bisa dibuktikan dengan berbagai perbuatan amal shaleh, ketaqwaan, dan ketaatan kepada Allah SWT. Begitu juga bukti kecintaan kepada Rasulullah SAW seperti dengan melaksanakan Sunnahnya, kemudian saling menghormati sesama manusia dan menjaga kelestarian lingkungan alam. Untuk itulah dalam menata kehidupan, diperlukan norma dan nilai, diperlukan standar  ukuran untuk menentukan apakah perbuatan dan tindakan yang dipilih itu baik atau tidak, benar atau salah, sehingga yang dilihat bukan hanya kepentingan diri sendiri, melainkan juga kepentingan orang lain, kepentingan bersama, kepentingan umat manusia secara keseluruhan. Dan untuk itulah setiap individu dituntut untuk memiliki moral yang baik atau akhlakul karimah.

 

Latar Belakang

Akhlak merupakan salah satu ajaran pokok agama Islam yang harus dipegang oleh setiap muslim, menurut Abdullah Ibnu Umar, orang yang paling dicintai dan paling dekat dengan Rasulullah SAW pada hari kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya.

Rasulullah SAW di utus kedunia ini dengan tujuan untuk menyempurnakan akhlak manusia, Nabi bersabda :

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارمَ الْأَخْلَقْ

Artinya : “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”. (HR. Ahmad dan Baihaqi)

Hal yang dapat membedakan antara manusia dan hewan terletak pada akhlaknya. Manusia yang tak berakhlak sama halnya dengan hewan, hanya saja kelebihan manusia pandai dalam berkata-kata.

Saat ini, krisis akhlak terjadi kerena sebagian orang tidak mau lagi mengamalkan tuntunan agama yang mengajarkan untuk berbuat baik dan meninggalkan perbuatan maksiat. Berbagai fenomena yang terjadi sangat mengkhawatirkan terkait dengan akhlak generasi penerus bangsa, fenomena tersebut bisa kita simak berita yang dipublikasikan diberbagai media, seringkali membuat kita miris mendengarnya, salah satu contoh merosotnya akhlak manusia kepada Allah SWT, banyak  orang yang tidak bersyukur atas kenikmatan yang Allah berikan, marah akan taqdir yang telah Allah tetapkan, serta tidak melaksanakan segala perintah dan larangan-Nya.

Krisis akhlak juga terjadi pada sesama manusia dan lingkungan sekitar. Contohnya  memudarnya sopan santun kepada guru dan orang tua, nada bicara kepada orang tua disamakan dengan berbicara sesama mereka, melontarkan kata-kata kotor kepada orang lain bahkan kepada orang tua sendiri. Kurangnya Akhlak terhadap lingkungan juga terjadi saat ini, diantaranya membuang sampah sembarangan, pembakaran hutan liar, dan masih banyak lagi  fenomena lainnya yang berakibat merusak lingkungan.

Maka kedudukan akhlak dalam agama Islam ini sangat tinggi sekali. Bahkan Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika ditanya tentang apa yang paling banyak memasukkan seseorang ke dalam surga, beliau mengatakan: “Bertaqwa kepada Allah dan berakhlaklah dengan akhlak yang baik.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Berdasarkan fenomena yang terjadi di atas, krisis akhlak yang terjadi dimana-mana, bukan saja kurangnya sopan santun kepada sesama manusia dan tidak menjaga kelestarian lingkungan, tetapi juga kepada sang Khaliq yaitu Allah SWT, maka dari itu penulis  tertarik untuk menulis artikel dengan judul “Akhlak kepada Allah SWT, Rasulullah SAW, sesama Manusia, dan Lingkungan sekitar”.

 

Pengertian Akhlak

Kata “akhlak” secara bahasa diartikan dengan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat, tata karma, sopan santun, adab, dan tindakan. Sedangkan secara istilah  akhlak merupakan tingkah laku atau sikap seseorang yang sudah menjadi kebiasaan setiap individu, dan kebiasaan tersebut selalu terlihat dalam perbuatan sehari-hari.

Dengan demikian pengertian akhlak adalah tindakan yang berhubungan dengan tiga unsur yang sangat penting, yaitu sebagai berikut:

  1. Kognitif, yaitu pengetahuan dasar manusia melalui potensi intelektualitasnya.
  2. Afektif, yaitu pengembangan potensi akal manusia melalui upaya menganalisis berbagai kejadian sebagai bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan.
  3. Psikomotorik, yaitu pelaksanaan pemahaman rasional kedalam bentuk perbuatan yang konkret.

Konsep akhlak dalam Al-Qur’an, salah satunya dapat diambil dari pemahaman terhadap surat Al-Alaq ayat 1-5 yang secara tekstual menyatakan perbuatan Allah SWT dalam menciptakan manusia sekaligus membebaskan manusia dari kebodohan (‘allamal insana malam ya’lam).

Menurut Ibn Miskawaih (w. 421 H/1030 M), yang dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang medorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Lebih luas, Ibn Miskawaih mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gamblang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Akhlak  adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Maka bila sifat itu memunculkan perbuatan baik dan terpuji menurut akal dan syariat maka sifat itu disebut akhlak  yang baik atau akhlakul karimah, dan bila yang muncul dari sifat itu perbuatan-perbuatan buruk maka disebut akhlak yang buruk atau akhlakul mazhmumah.

Didalam islam pengertian akhlak adalah sistem nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan manusia diatas bumi yang didasarkan kepada Al-Qur’an dan al-Hadist.

A. Akhlak Kepada Allah

Akhlak yang baik kepada Allah adalah ridha terhadap hukum-Nya baik secara syar’i maupun secara takdir. Ia menerima hal itu dengan lapang dada dan tidak mengeluh. Jika Allah menakdirkan sesuatu kepada seorang muslim yang tidak disukai oleh muslim itu, dia merasa ridha, menerima, dan bersabar. Ia berkata dengan lisan dan hatinya: Aku ridha Allah sebagai Rabbku. Jika Allah menetapkan hukum syar’i, ia pun ridha dan menerima. Ia tunduk kepada syariat Allah Azza Wa Jalla dengan lapang dada dan jiwa yang tenang.

Akhlak kepada Allah SWT dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Allah sebagai khaliq. Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah SWT.

Pertama, karena Allah SWT –lah yang menciptakan manusia. Dia yang menciptakan manusia dari air yang dikeluarkan dari tulang punggung dan tulang rusuk, hal ini sebagaimana di firmankan Allah ﷻ dalam surat At-Thariq ayat 5-7, sebagai berikut :

فَلْيَنْظُرِ الْإِ نْسَا نُ مِمَّ خُلِقَ,خُلِقَ مِنْ مَّآءٍ دَافِقٍ, يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَآئِبِ .

Artinya : “Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?. Dia diciptakan dari air (mani) yang terpancar. Yang terpancar dari tulang sulbi (punggung) dan tulang dada”.

Maka dari itu kita sebagai umat islam harus tunduk dan patuh atas segala perintah dan larangannya, karna Allah-lah yang telah menciptakan kita.

Kedua, karena Allah SWT–lah yang telah memperlengkapkan panca indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal fikiran dan hati, serta anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nahl ayat 78 :

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُوْنِ أُمَّهَا تِكُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ شَيْأَ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَا رَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ .

Artinya : “Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun dan Dia memberikan kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur”.

Bersyukurlah kepada Allah karena telah diberikan kenikmatan penglihatan dan pendengaran karna tidak semua orang diberikan kenikmatan tersebut.

Ketiga, karena Allah SWT–lah yang menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan lainnya. Firman Allah ﷻ dalam surat Al-Jasiyah ayat 12-13 :

اللَّهُ الّذِى سَخَّرَلَكُمُ الْبَحْرَ لِتَجْرِيَ الْفُلْكُ فِيْهِ بِأَمْرِهِى وَلِتَبْتَغُوْا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ , وَسَخَّرَلَكُمْ مَّا فِيْ السَّمَاوَاتِ وَمَا فِيْ الْأَرْضِ جَمِيْعًا مِّنْهُ إِنَّ فِيْ ذَا لِكَ لَأَيَا تٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُوْنَ .

Artinya : “Allah lah yang menundukkan laut untuk mu agar kapal-kapal dapat berlayar di atasnya dengan perintah-Nya, dan agar kamu bersyukur. Dan Dia menundukan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari -Nya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berfikir.

Allah memberikan kenikmatan akal kepada manusia untuk berpikir tentang tanda-tanda kebesaran Allah, memperhatikan dan merenungkan  apa yang diciptakan dilangit dan dibumi.

Keempat,  Allah SWT–lah yang memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan daratan dan lautan. Firman Allah ﷻ dalam surat Al-Israa’ ayat 70 :

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِى ءَادَمَ وَحَمَلْنَا هُمْ فِيْ الْبَرِّ وَالْبَهْرِ وَرَزَقْنَا هُمْ مِّنَ الطَّيِبَا تِ وَفَضَّلْنَا هُمْ عَلَى كَثِيْرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلَا .

Artinya : “(70). Dan sungguh, Kami telah muliakan anak-anak cucu Adam dan Kami angkut mereka di darat dan di laut dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna”.

Dari uraian diatas, kita memang benar perlu untuk berakhlak kepada Allah SWT. Karena alasan-alasan di atas adalah tolak ukur yang tepat dan terdapat perintah Allah di dalamnya bahwa kita sebagai seorang muslim memang diharuskan untuk berakhlak kepada Sang Pencipta.

Beberapa bentuk akhlak terhadap Allah SWT, diantaranya:

1.Menaati segala perintah-Nya

Hal pertama yang harus dilakukan seorang muslim dalam beretika kepada Allah SWT adalah dengan mentaati segala perintah-perintah–Nya. Allah SWT–lah yang telah memberikan segala-galanya pada hambanya.

2.Beribadah kepada Allah

Melaksanakan perintah Allah untuk menyembah-Nya sesuai dengan perintah-Nya. Seorang muslim beribadah membuktikan ketundukkan terhadap perintah Allah.

3.Berzikir kepada Allah

Mengingat Allah dalam berbagai kondisi, baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati.

4.Berdo’a kepada Allah

Memohon apa saja kepada Allah. Do’a merupakan inti ibadah, karena ia merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia, sekaligus pengakuan akan kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu.

5.Tawakal

Tawakal untuk Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil kerja atau menunggu dari suatu keadaan. Tawakal bukan berarti meninggalkan kerja dan usaha, dalam surat Al-Mulk ayat 15 dijelaskan, bahwa manusia di syariatkan berjalan di muka bumi utuk mencari rizki dengan berdagang, bertani dan lain sebagainya.

6.Tawaduk untuk Allah

Yaitu hati yang rendah di hadapan Allah. Mengakui bahwa kita adalah makhluk yang hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, oleh karena itu tidak layak jika hidup dengan angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melakukan ibadah untuk Allah.

7.Ridho terhadap ketentuan Allah SWT

Etika berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT, adalah ridho terhadap segala ketentuan yang telah Allah  berikan pada dirinya. Seperti ketika ia dilahirkan baik dari keluarga yang berada maupun keluarga yang kurang mampu, bentuk fisik yang Allah SWT berikan padanya, atau hal-hal lainnya. Karena pada hakekatnya, sikap seorang muslim senantiasa yakin terhadap apaun yang Allah SWT berikan padanya. Baik yang berupa kebaikan, atau berupa keburukan.

Rasulullah SAW bersabda : “Sungguh mempesona perkara orang beriman. Karena segala urusannya adalah dipandang baik bagi dirinya. Jika ia mendapatkan kebaikan, ia bersyukur, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya.” (HR. Bukhari).

Apalagi terkadang sebagai seorang manusia, pengetahuan atau pandangan kita terhadap sesuatu sangat terbatas. Sehingga bisa jadi, sesuatu yang kita anggap baik, justru buruk, sementara sesuatu yang dipandang buruk ternyata malah memiliki nilai kebaikan bagi diri kita.

B. Akhlak Kepada Rasulullah SAW

Selain berakhlak kepada Allah SWT, kita juga sebagai umat muslim di haruskan untuk berakhlak kepada Nabi Muhammad SAW. Karena dari beliaulah kita banyak mendapatkan warisan yang bisa kita wariskan lagi turun-menurun ke anak cucu kita.

Mencintai Rasulullah adalah wajib dan termasuk bagian dari iman. Semua orang Islam mengimani bahwa Rasulullah adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Makna mengimani ajaran Rasulullah SAW adalah menjalankan ajarannya, menaati perintahnya. Ahlus sunnah mencintai Rasulullah SAW dan mengagungkannya sebagaimana para sahabat beliau mencintai beliau lebih dari kecintaan mereka kepada diri mereka sendiri dan keluarga mereka.

Sebagimana sabda Rasulullah saw, yang artinya, ”Tidak beriman salah seorang diantara kamu, sehingga aku lebih dicintai olehnya daripada dirinya sendiri, orang tuanya, anaknya dan manusia semuanya, (HR. Bukhari Muslim).

Bentuk akhlak terhadap Rasul SAW, diantaranya:

a. Menghidupkan Sunnah

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda yang menerangkan bahwa, kita sebagai umat muslim diperintahkan untuk menghidupkan sunah-sunah yang telah beliau wariskan. “Barangsiapa yang menghidupkan satu sunnah dari sunnah-sunnahku, kemudian diamalkan oleh manusia, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala orang-orang yang mengamalkannya, dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikit pun.” (HR Ibnu Majah)

b. Taat

“Hai orang-orang yg beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah hal itu kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya.”

c. Selalu bershalawat

Membaca Selawat harus disertai dengan niat dan dengan sikap hormat kepada Nabi Muhammad SAW. Orang yang membaca shalawat untuk Nabi  hendaknya disertai dengan niat dan didasari rasa cinta kepada beliau dengan tujuan untuk memuliakan dan menghormati beliau.

Dalam penjelasan hadits (Akhbar Al-Hadits) disebutkan bahwa apabila seseorang membaca shalawat tidak disertai dengan niat dan perasaan hormat kepada Nabi SAW, maka timbangannya tidak lebih berat ketimbang selembar sayap. Nabi SAW bersabda : “Sesungguhnya sahnya amal itu tergantung niatnya”.

Ada tiga perkara yang timbangannya tidak lebih berat dari pada selembar sayap, yaitu:

  1. Shalat yang tidak disertai dengan tunduk dan khusyuk.
  2. Dzikir dengan tidak sadar. Allah SWT tidak akan menerima amal orang yang hatinya tidak sadar.
  3. Membaca Shalawat untuk Nabi Muhammad SAW tidak disertai dengan niat dan rasa hormat.

d. Mencintai Keluarga Nabi

Rasulullah SAW bersabda, “Wahai manusia sesungguhnya aku tinggalkan dua perkara yang besar untuk kalian, yang pertama adalah Kitabullah (Al-Quran) dan yang kedua adalah Ithrati (Keturunan) Ahlulbaitku. Barangsiapa yang berpegang teguh kepada keduanya, maka tidak akan tersesat selamanya hingga bertemu denganku di telaga al-Haudh.” (HR. Muslim dalam Kitabnya Sahih juz. 2, Tirmidzi, Ahmad, Thabrani dan dishahihkan oleh Nashiruddin Al-Albany dalam kitabnya Silsilah Al-Hadits Al-Shahihah).

C. Akhlak Kepada Manusia

Akhlak yang baik kepada makhluk (Allah) adalah sebagaimana ucapan sebagian Ulama: menahan diri untuk tidak mengganggu (menyakiti), suka memberi, dan bermuka manis. Menahan diri untuk tidak mengganggu artinya tidak mengganggu manusia baik dengan lisan maupun perbuatan. Sedangkan banyak memberi adalah suka memberi dalam bentuk harta, ilmu, kedudukan, dan selainnya. Bermuka manis adalah menyambut manusia dengan wajah yang cerah, tidak bermuram muka atau memalingkan pipinya. Ini adalah akhlak yang baik kepada makhluk (Allah). Tidak diragukan lagi bahwasanya orang yang melakukan hal ini, dengan menahan diri untuk tidak mengganggu dan banyak memberi, akan membuat wajahnya berseri. Tidak diragukan lagi bahwa ia akan bersabar atas sikap manusia yang menyakitkan terhadapnya. Sikap bersabar atas gangguan manusia adalah termasuk akhlak yang baik. Sesungguhnya di antara manusia ada orang-orang yang suka menyakiti saudaranya, dengan bertindak sewenang-wenang dan merugikannya, misalkan dengan memakan hartanya atau menuntut hak yang sebenarnya milik (orang lain itu), dan lain sebagainya. Namun orang itu bersabar dan berharap pahala dari Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi.

Akhlak sesama manusia terdiri dari :

1. Akhlak kepada diri sendiri

Yaitu bagaimana seseorang bersikap dan berbuat yang terbaik untuk dirinya terlebih dahulu,  karena dari sinilah seseorang akan menentukan sikap dan perbuatannya yang terbaik untuk orang lain, sebagaimana sudah dipesankan Nabi, bahwa mulailah sesuatu itu dari diri sendiri (ibda’binafsih). Begitu juga ayat dalam Al-Qur’an, yang telah memerintahkan kepada manusia untuk memperhatikan diri terlebih  dahulu baru orang lain, “Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan kluargamu dari api neraka”, (Q.S. Al-Tahrim: 6).

Bentuk aktualisasi akhlak manusia terhadap diri sendiri berdasarkan sumber ajaran Islam adalah menjaga harga diri, menjaga makanan dan minuman dari hal-hal yang diharamkan dm merusak, menjaga kehormatan diri sendiri, mengembangkan sikap berani dalam kebenaran serta bijaksana.

2. Akhlak dalam keluarga

akhlak yang pada prinsipnya terbagi kepada beberapa bentuk. Pertama, akhlak kepada orang tua. Kedua, akhlak kepada anak sebagai keturunan dari orang tua yang merupakan bagian dari darah daging orang tua. Bentuk akhlak terhadap orang tua ialah dengan selalu berbakti kepada keduanya, tidak membantah perkataannya, selalu mengerjakan apa yang disuruh.

Sebagaimana dijelaskan dalam Al-qur’an surah Al-isra’ ayat 23, disurah tersebut kita diperintahkan untuk selalu berbuat baik pada ibu dan bapak dengan perbuatan yang sebaik-baiknya. Dan janganlah sekali-kali kita mengatakan “ah” kepada mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.

3. Akhlak kepada orang lain

Yaitu akhlak terhadap tetangga. Walaupun memang harus diakui bahwa akhlak kepada orang lain, bukan saja tetangga tetapi juga orang lain yang tidak seagama, seperti akhlak pemerintah kepada rakyatnya dan akhlak rakyat kepada pemimpinnya.

Bentuk-bentuk akhlak yang baik kepada manusia.

1. Husnuzhan.

Husnuzhan berarti prasangka, dugaan baik. Lawan kata husnuzhan adalah suuzhan yang berarti berprasangka buruk terhadap seseorang. Wajib hukumnya berhusnuzhan kepada Allah dan rasul-Nya, wujud husnuzan bagi Allah dan Rasul-Nya antara lain: Meyakini dengan sepenuh hati semua perintah Allah dan Rasul-Nya adalah untuk kebaikan manusia. Meyakini dengan sepenuh hati semua larangan agama pasti berakibat buruk. Hukum husnuzan untuk manusia mubah atau jaiz (boleh dilakukan).

2. Tasammu.

yang berarti tenggang rasa, saling menghargai dan saling menghargai sesama manusia. Allah berfirman :

لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ .

Artinya : ”Untukmu agamamu, dan untukku agamaku (QS Alkafirun / 109: 6).

Ayat ini menjelaskan masing-masing pihak yang bebas melaksanakan ajaran agama yang dianutnya.

3. Ta’awun

berarti tolong menolong, gotong royong, bantu bantu dengan sesama manusia. Allah berfirman :

وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّوَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوْا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ …

Artinya :”…dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam mengerjakan dosa dan permusuhan …” (QS Al Maidah: 2)

Kita diperintahkan untuk saling tolong menolong dalam kebaikan misalnya saling membantu tetanga yang sedang dalam kesusahan, dan janganlah tolong menolong dalam perbuatan dosa.

D. Akhlak Terhadap Lingkungan Sekitar

Manusia diperintahkan untuk menjalin hubungan yang baik dengan lingkungan hidupnya. Sebagai makhluk yang ditugaskan sebagai kholifatullah fil ardh, manusia dituntut untuk memelihara dan menjaga lingkungan alam. Karena itu, berakhlak terhadap alam sangat dianjurkan dalam ajaran islam. Beberapa prilaku yang menggambarkan akhlak yang baik terhadap alam antara lain, memelihara dan menjaga alam agar tetap bersih dan sehat, menghindari pekerjaan yang menimbulkan kerusakan alam.

Yang berkaitan dengan lingkungan adalah sesuatu yang berkaitan dengan manusia, tumbuh-tumbuhan atau benda-benda yang tidak bernyawa. Pada dasarnya akhlak yang membahas terhadap Lingkungan yang bersumber dari manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, bimbingan, agar setiap pencapaian mencapai tujuan penciptaanya.

Dalam pandangan Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang, atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi peluang bagi kepentingan untuk mencapai tujuan yang diinginkannya.

Ini berarti manusia dituntut mampu menghargai proses yang sedang berjalan, dan terhadap proses yang terjadi. Yang dengan demikian mengantarkan manusia bertangung jawab, sehingga ia tidak melakukan perusakan terhadap Lingkungan.

Binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa semuanya di ciptakan oleh Allah SWT, dan menjadi milik-Nya, serta semuanya memiliki manfaat bagi manusia.

مَنْ لَا يَرْحَمْ لَا يُرْحَمْ

“Orang yang tidak menyayangi maka tidak akan disayangi (oleh Allah).”(HR. Al-Bukhari no. 6013)

Maksud  Hadits diatas ialah orang  yang tidak menyayangi sesuatu  yang diciptakan Allah maka Allah pun  juga tidak menyayanginya.

 

KESIMPULAN

Akhlak merupakan tingkah laku atau sikap seseorang yang sudah menjadi kebiasaan setiap individu, dan kebiasaan tersebut selalu terlihat dalam kehidupan sehari-hari.

Berakhlak dengan akhlak yang disyariatkan dalam Islam, bukan hanya kepada sesama mausia tetapi juga kepada sang Khaliq yaitu Allah SWT, kepada Rasulullah SAW dan Lingkungan Alam. Kenapa  kita harus berakhlak kepada  Allah ? ada tiga alasannya, Pertama karena Allah SWT-lah yang menciptakan manusia. Kedua karena Allah SWT-lah yang telah memperlengkapkan panca indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal fikiran dan hati, serta anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Ketiga, karena Allah SWT-lah yang menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia. Maka dari itu kita sebagai umat islam harus tunduk dan patuh atas segala perintah dan larangannya.

Begitu juga kecintaan kita kepada Rasulullah SAW seperti dengan melaksanakan Sunnahnya, bershalawat atasnya, kemudian saling menghormati sesama manusia dan menjaga kelestarian lingkungan alam sekitar.

Akhlak yang baik adalah tanda kebahagiaan seseorang di dunia dan di akhirat. Tidaklah kebaikan-kebaikan datang atau didapatkan di dunia dan di akhirat kecuali dengan berakhlak dengan akhlak yang baik. Dan tidaklah keburukan-keburukan ditolak kecuali dengan cara berakhlak dengan akhlak yang baik.

 

DAFTAR  PUSTAKA

Ali Mas’ud, Akhlak Tasawuf,  (Sidoarjo : CV Dwiputra Pustaka Jaya, 2012)

Beni Ahmad  Saebani dan  Abdul Hamid. Ilmu Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2010)

Jawas, Yazid  bin Abdul Qadir,  Syarah  Aqidah Ahlus sunnah wal Jama’ah (Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2013)

Kasmuri, Selamat, dkk.  Akhlak Tasawuf.  Upaya \Meraih Kehalusan Budi dan Kedekatan  Ilahi. Cet. I  ( Jakarta : Kalam Mulia, 2012)

Assegaf, Abd. Rahman, Studi Islam Konte-kstual:  Elaborasi Paradigma Baru Muslim Kaffah (Yogyakarta: Gema Media, 2005)

Abbudin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karak-ter Mulia (Jakarta : Rajawali press, 2014)

 

 

Ditulis Oleh
Nama: Chintia Bella
Mahasiswa UIN STS Jambi
Pendidikan Agama Islam

 

*Isi Artikel menjadi tanggung jawab penuh penulis, termasuk Sumber dan referensi yang dicantumkan

 

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

3 + 3 =