Jelang Hari Kemerdekaan Indonesia ke-75, Begini Sejarah Paskibraka
3 min readJAMBIDAILY PENDIDIKAN – Peringatan hari kemerdekaan Indonesia di Istana Merdeka setiap tahunnya selalu diwarnai prosesi pengibaran dan kemudian penurunan bendera yang dilakukan kelompok Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka). Biasanya kelompok Paskibraka ini dibagi dalam tiga formasi yakni formasi 17, formasi 8 yang merupakan formasi inti, dan formasi 45.
Namun untuk peringatan tahun 2020, formasi tersebut ditiadakan sehubungan dengan situasi pandemi COVID-19. Dalam surat bernomor B-492/M.Sesneg/Set/TU.00.04/07/2020 tentang Pedoman Peringatan HUT ke-75 Kemerdekaan RI Tahun 2020 yang diteken Menteri Sekretaris Negara diatur bahwa komposisi petugas upacara di Istana Merdeka untuk Paskibraka sebanyak 3 orang yang berasal dari cadangan Paskibraka Tahun 2019.
Anggota Paskibraka direkrut dari pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) di seluruh Indonesia. Mereka direkrut lewat seleksi ketat dan berjenjang mulai tingkat sekolah, kabupaten/kota, provinsi, sampai tingkat nasional. Seleksi ini berupa tes parade, peraturan baris berbaris, psikotes, jasmani, kesehatan dan kebugaran sampai tes soal pengetahuan umum serta kesenian daerah.
Pelajar yang lolos seleksi kemudan menjalani karantina untuk mendapatkan pelatihan fisik dan mental agar siap menjalankan tugas mengibarkan bendera dalam peringatan hari kemerdekaan Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta.
Bagi yang belum tahu sejarah pendirian Paskibraka, berikut kisah kelompok pengibar bendera pada tiap peringatan hari kemerdekaan Indonesia:
1. Dibentuk oleh ajudan Presiden Sukarno
Jelang peringatan HUT ke-2 Kemerdekaan Indonesia, Presiden Sukarno memanggil ajudannya, Mayor (L) Husein Mutahar. Dikutip dari Buku Pedoman Kegiatan Paskibraka yang disusun Kementerian Pemuda dan Olahraga, Mayor Mutahar diberi tugas mempersiapkan upacara kenegaraan Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1946 di halaman Istana Presiden Gedung Agung, Yogyakarta.
Mayor Mutahar berinisiatif menunjuk lima orang pemuda yang terdiri atas tiga orang perempuan dan dua orang pria sebagai perwakilan daerah untuk melaksanakan pengibaran bendera pusaka. Alasannya menggunakan pemuda untuk menumbuhkan rasa persatuan bangsa.
2. Formasi 17-8-45 mulai digunakan pada 1967
Saat Presiden Soeharto memerintah pada 1967, Husein Mutahar yang saat itu menjabat sebagai Direktur Jenderal Urusan Pemuda dan Pramuka kembali dipanggil untuk menangani masalah pengibaran bendera pusaka dalam peringatan hari kemerdekaan Indonesia. Mutahar dibantu orang kepercayaannya Idik Sulaeman, epgawai negeri di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang menjabat Kepala Dinas Pengembangan dan Latihan.
Mereka lalu merumuskan konsep formasi 17-8-45. Kelompok 17 merupakan pengiring atau pemandu, kelompok 8 sebagai kelompok inti pembawa dan pengerek bendera, dan kelompok 45 sebagai pengawal. Formasi tersebut merupakan simbolisasi peristiwa proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Namun karena situasi belum memungkinkan mendatangkan pemuda dari daerah, saat itu Husein Mutahar melibatkan pemuda daerah yang ada di Jakarta dalam kelompok yang disebut Pasukan Pengerek Bendera Pusaka.
3. Utusan dari tiap provinsi dilibatkan
Pada tahun 1968, pemerintah mulai melibatkan utusan dari tiap provinsi. Setiap provinsi mengirimkan sepasang remaja berstatus pelajar. Namun karena berbagai kendala, tidak seluruh provinsi bisa mengirimkan utusannya ke Jakarta.
4. Nama Paskibraka dipakai sejak 1973
Nama Pasukan Pengerek Bendera Pusaka masih dipakai sampai tahun 1972. Idik Sulaeman lalu merasa nama itu belum pas. Dia kemudian mengusulkan nama baru yakni Paskibraka yang merupakan kepanjangan dari PASuKan PengIBar BendeRA PusaKA. Akhirnya mulai 1973 nama Paskibraka dipakai sampai saat ini sebagai kelompok yang bertugas saat prosesi pengibaran bendara pada peringatan hari kemerdekaan Indonesia.