26 November 2024

Jambi Daily

Media Online Publik Aksara Propinsi Jambi

Relakan Uang Sendiri, Pejuang Kesehatan dari Belahan Timur Provinsi Jambi

9 min read

Uli saat mendampingi Warga Berobat/Foto: Dok.Uli

Oleh: Hendry Nursal

JAMBIDAILY JURNAL – Ditengah malam buta, disaat warga sedang terlelap dalam tidur, tidak bagi perempuan tangguh satu ini. Ketika terdengar kabar warga membutuhkan bantuan dan pendampingan darinya, dia segera bangkit dari istirahat yang seharusnya menjadi waktu melepas lelah setelah beraktivitas sehari penuh.

Namun dia menunda istirahatnya, bergegas dengan satu kekuatan semangat demi membantu sesama. Tidak kenal waktu, membawa kendaraan roda dua sendiri menembus malam dingin, menelusuri sepinya jalanan dan memasuki lorong-lorong kecil untuk menyambangi warga yang sedang tak berdaya serta membutuhkan bantuannya.

Berhadapan muka dengan warga yang sedang terbaring sakit, menggugah hati dan rasa kemanusiaannya. Tidak peduli jaminan yang dimiliki, kecuali satu tujuan bagaimana dapat ditangani secara medis, mendapatkan perawatan segera oleh rumah sakit.

Lebih dari 50 warga darai Januari hingga awal Oktober 2020, di rentang Agustus-September 2020 sudah menguras Rp20 juta lebih biaya yang digelontorkan. Itu berasal dari berbagai pihak-pihak atau pendonasi berhati baik. Bukan hanya dari pendonasi, terkadang harus rela merogoh kantong sendiri demi mencapai tujuannya.

Jumlah warga itu, ada yang memiliki BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial), KIS (Kartu Indonesia Sehat), Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah) dan mirisnya 50 persen tanpa memiliki jaminan selaku masyarakat pra sejahtera, Per 1-7 Oktober 2020 saja lebih dari 10 warga yang mendapat pertolongan dari drinya bersama relawan, tanpa ada campur tangan pemerintah.

Relawan tersebut tidak hanya berdiam diri, menanti belas kasih bersumber dari donasi. Uli selaku ketua bersama 15 Anggota yang tergabung dalam kelompok Muslim Muslimah Penuh Cinta (MPC) juga melakukan pendekatan politis ke penentu kebijakan.

Menggedor pemerintah lewat Instansi atau dinas terkait, bahkan bersuara kepada parlemen setempat. Hingga hari ini belum membuahkan hasil, sehingga acap kali rasa lelah menghinggapi pikiran, tapi tidak untuk kata menyerah.

Perempuan tangguh itu terlahir sejak Februari 1983, biasa disapa Uli bernama lengkap Yuliawati, hanyalah seorang ibu rumah tangga dan ibu dari tiga anak. Menyerah bukan prinsip bagi hidupnya dalam berjuang untuk sesama, untuk kepentingan orang banyak, untuk setiap warga yang sedang berjuang sehat namun tanpa kepastian.

“Rumah sakit terkadang tidak mempersulit, data terkendala disaat mengalami peristiwa, padahal tercatat sebagai peserta BPJS namun belum mempersiapkan KK (Kartu Keluarga-red), kartu identitas dan lainnya, sehingga mempersulit. Banyak sekali warga yang datang kepada kami, membutuhkan bantuan namun mereka tidak memiliki BPJS. Hal itu diperparah lagi, karena di kabupaten Tanjung Jabung Barat provinsi Jambi tidak ada lagi Jamkesda,” Terang Uli (Rabu, 07/10/2020).

Kabupaten Tanjungjabung Barat beribukota Kualatungkal berada di provinsi Jambi, memiliki 13 kecamatan, 20 kelurahan dan 138 desa dalam area luas 5.009,82 Kilometer persegi dinaungi 320.108 jiwa tahun 2019 (data Badan Pusat Statistik kabupaten Tanjungjabung Barat).

Berjarak sekitar 125 kilometer dari ibukota provinsi Jambi, kabupaten dengan moto ‘Serengkuh Dayung Serentak Ketujuan’ tersebut tercatat memiliki Persentase Penduduk Miskin Maret 2020 Mencapai 7,58 Persen

Dikutip dari dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tanjabbar (Publikasi 15 juli 2020) Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Jambi pada bulan Maret 2020 mencapai 277,80 ribu orang (7,58 persen), bertambah sebanyak 4,4 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2019 yang sebesar 273,37 ribu orang (7,51 persen).

Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2019 sebesar 9,75 persen naik menjadi 10,41 persen pada Maret 2020. Sementara persentase penduduk miskin di daerah pedesaan pada September 2019 sebesar 6,44 persen turun menjadi 6,23 persen pada Maret 2020.

Selama periode September 2019-Maret 2020, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 8,5 ribu orang dari 115,16 ribu orang pada September 2019 menjadi 123,64 ribu orang pada Maret 2020, sedangkan di daerah pedesaan turun sebanyak 4,0 ribu orang yaitu dari 158,20 ribu orang pada September 2019 menjadi 154,16 ribu orang pada Maret 2020.

 

Terpaksa Menahan Hati di Saat Tangan Tak Tergapai

Disaat kondisi darurat, warga tanpa jaminan yang mengadu ialah mereka butuh bantuan untuk pembiayaan rumah sakit sementara tidak ada jaminan tadi, juga bantuan dari pemerintah setempat, maka penggalangan dana dilakukan lewat komunitas aktif sebagai donatur yang tergabung.

Komunitas donatur tetap yang tergabung, selain anggota MPC berisi para pedagang yang rela menyisihkan penghasilan atau sedikit lebihan untung disumbangkan ke MPC. Disamping sumbangan-sumbangan tetap, yang juga dikumpulkan terbuka melalui media sosial.

Itupun belum mampu membantu semua warga yang akan ditolong, karena imbas dari terkurasnya simpanan disisi lain jalan berbeda lewat pemerintah tidak mendapatkan solusi terbaik.

Kondisi itu pada akhirnya memaksa Uli, mengerahkan kemampuan yang ada dengan cara mengeluarkan uang pribadinya “Beberapa waktu yang lalu sangat sering warga datang ke kami, jemput dari rumah sakit tanpa BPJS dalam waktu dua bulan hingga 20 juta terkuras. Saya harus bagaimana lagi bukannya lelah namun adakah solusinya,” Urai perempuan yang hidup dari wiraswasta dan pengajar tersebut.

Bergerak secara swadaya, bukan perkara gampang bagi Uli dan rekan-rekannya. Berhadapan dengan banyaknya warga membutuhkan bantuan tidak berimbang dengan nilai dana terkumpul.

Terpaksa pada situasi tersebut, Uli menutup mata, menahan rasa hatinya rasa kepeduliannya saat tangan tak mampu menggapai “Saya terpaksa tidak datang, ketika beberapa waktu yang lalu ada warga membutuhkan. Bukan kami tidak peduli, kami tidak memiliki solusi, kami juga mencoba melihat apa solusi pemerintah setempat. Nyatanya tidak ada solusi dari pemerintah setempat, tidak juga ada respon. Kami hanya diminta galang dana. Itu semenjak tidak adanya Jamkesda, saat ada Jamkesda iya ada solusi,” ceritanya.

“Pernah juga, setelah kami bantu untuk pembiayaan awal lalu kami serahkan ke rumah sakit, agar menghubungi dinas sosial, ternyata tidak ada dana untuk membiayai itu. Kami selaku lembaga masyarakat bagaimana untuk terus menanggulanginya, sedangkan donatur kita minim sedangkan permintaan bantuan setiap hari,” Tambah Uli.

Perjuangan MPC tak sebatas membantu hingga di rumah sakit, menyelesaikan permasalahan yang ditemui karena tidak terdaftarnya di program jaminan atau peserta BPJS, termasuk turut mengarahkan warga untuk memenuhi birokrasi tersebut jika diharuskan adanya pengobatan berkesinambungan.

(Uli saat mendapingi Warga Berobat/Foto: Dok.Uli)

Birokrasi Penuh Lika Liku

Salah satunya terkait peralihan data, adanya pengajuan 6 bulan sekali atau pendaftaran ke Dinas sosial. Permasalahan belum usai sebab tidak semudah yang diharapkan, butuh waktu panjang tanpa mampu terselesaikan secara instan.

“Tidak bisa langsung digunakan dengan cepat, maka kami sangat berharap ada dana khusus dikondisi sangat darurat. Contoh lamanya proses pendaftaran di dinas sosial kalau tidak ada untuk yang darurat artinya warga akan terlantar, peralihan setiap 6 bulan. Tanpa BPJS, Jamkesda solusi terbaik tidak ada. Untuk BPJS juga membutuhkan waktu,” Harap Uli.

Penantian selesainya pengajuan di dinas sosial ‘terkesan’ lama, proses terhalang oleh daftar tunggu pengajuan permintaan masyarakat yang mendapat JKN yang di bayar pemerintah. Setelah ada permintaan dari BPJS dan dinas kesehatan, barulah datanya bisa masuk.

“Setelah ada permintaan tersebut barulah masuk ke data BPJS, adakan yang ditanggung PBI (Penerima Bantuan Iuran), ada pemerintah daerah. Kalau pemerintah daerah biasanya kita ajukan, kalau memang ada yang meninggal itu akan diganti cepat, kalau tidak ada maka posisi penggantinya lambat,” Kata Uli.

Sementara jika berharap dari PBI, keputusan dan ditentukan oleh pemerintah pusat. Inilah yang menjadi pertanyan, padahal data awal sudah ada namun tetap saja proses pendataan menjadi begitu lambat. Kelemahan dalam pengumpulan atau invetarisir data sangat kentara tidak ter-manage dengan baik.

“Makanya saya sungguh berharap pemerintah ada solusi, jaminan darurat bagi warga ketika masuk rumah sakit disaat proses pengajuan data, dan sampai saat ini tidak ada. Saya sering menyempatkan diri berdiskusi dengan anggota dewan tetap saja sama, tidak ada jawaban yang pasti. Masalah ini terkait di masa darurat, jika tidak tentunya masih ada waktu warga menyelesaikan birokrasi atau mendaftar ke BPJS,” Imbuh Uli.

Uli mengaku selaku relawan, pengaduan warga terus kepada mereka. MPC tidak memiliki dana yang selalu siap dan tersedia “Kondisi ini yang membuat kami lelah, bukan lelah membantu warga namun lelah menghadapi birokrasinya,” tandas Uli.

 

Ketimpangan di Rasa Saat Covid-19

Sejak Maret 2020, Indonesia mengumumkan masuknya wabah yang sedang melanda dunia bernama Corona Virus Disease (covid-19). Semua lini dikerahkan termasuk bagaimana memulihkan setiap warga yang terkonfirmasi positif terpapar.

Pengobatan murni menjadi tanggungan pemerintah, tetapi disisi lain warga pra sejahtera yang sedang menderita penyakit lainnya ‘terabaikan’ harus berjuang harus kemana mengadu, akhirnya relawan peduli yang terpaksa hadir diiringi dengan rasa khawatir akan tertular covid-19.

“Yang mengganjal diri saya saat ini, dari hati nurani yang terdalam bahwa ada ketimpangan sosial, saya jadi bertanya, Pasien covid-19 itu dibantu pemerintah, sementara juga ada pasien yang juga benar-benar sakit selain covid-19 tidak punya solusi harus mengadu kemana? pasien covid-19 yang parah maupun yang tanpa gejala akan dirawat sampai sembuh, ini ada masyarakat yang darurat dan miskin tidak dapat mengadu sama sekali,” Sebut Uli.

Uli berharap semua pengambil kebijakan di Republik Indonesia, dapat memperhatikan peristiwa tersebut “Saya berharap ada sistem yang dapat membantu secara darurat bagi masyakat, misalnya ketika ada yang sakit tidak punya jamkesda atau jaminan apapun, ada solusi dari pemerintah disaat itu dan kesinambungannya mungkin bisa kami bantu warga agar segera menjadi peserta BPJS. Minimal ada tempat mengadu saat darurat akan ke rumah sakit, kalau pasien covid-19 bisa mengadu ke gugus tugas. Bukan kami menutup pintu yang mengadu ke kami, tapi ada keterbatasan,” Bebernya dengan penuh semangat.

Disamping itu, uli menegaskan siap bekerja sama dengan pemerintah jika dibutuhkan dan tidak terlalu berharap upah. Minimal mempermudah pemerintah dalam hal pendataan “Kami siap jika dibutuhkan pemerintah dalam hal pendataan, mungkin sekarang terkendala dengan adanya pemotongan anggaran untuk covid-19. Kedepan kami juga akan rapat dengar pendapat dengan dewan, bagaimana solusi jangka panjang. Terpenting jangka pendek terlebih dahulu karena darurat,” Tambah Uli.

Dia berharap pemerintah mempermudah masyarakat karena ada haknya, jangan menjadikan birokrasi yang mempersulit namun tak menampik adanya sikap apatis masyarakat. Disinilah letak kerja sama yang diharapkan dan pekerjaan rumah supaya dapat menggedor terus menerus untuk meningkatkan kepedulian masyarakat tentang pentingnya kesehatan.

“Kalau masyarakat tidak tau pasti akan menyebut sulit, wajar adanya keterbatasan pengetahuan. Kepada negara saya berpesan, berharap punya kebijakan yang benar-benar memihak pada masyarakat, memang sebenarnya bantuan itu banyak disalurkan, mungkin kebijakan sudah bagus. Hanya saja negara harus lebih memantau birokrasi ke bawah, apakah benar tersalurkan? dipantaulah secara berjenjang,” Tuturnya menutup obrolan.

(Yuliawati/Foto: Ist)

Wajar harapan itu terungkap dari Uli dan juga mungkin seluruh warga negara Indonesia, terutama kelas menengah kebawah karena pemerintah telah menjamin di dalam Undang-Undang Tahun 1945:

Pasal 28 H, yaitu:

  • Ayat (1), setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan;
  • Ayat (2), setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan; dan
  • Ayat (3), setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat.

Pasal 34, yaitu:

  • Ayat (1), Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
  • Ayat (2), Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
  • Ayat (3), Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Buktinya melalui JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) yang salah satu bagiannya ialah BPJS, permasalahan yang timbul penerima manfaat mengalami benturan-benturan seperti peristiwa diatas.

 

 

*Penulis adalah: Wartawan dan Pemimpin Redaksi jambidaily.com

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

− 1 = 6