Perbandingan Efektivitas Kebijakan Fase Normal Baru di Indonesia dan Thailand
5 min readoleh: Siti Maidina Herdiyanti
JAMBIDAILY JURNAL – Covid-19 telah melanda setidaknya di 114 negara dan membuat semua negara mengambil berbagai macam langkah untuk menekan penularan Covid-19, sekaligus mengatasi dampak dari pandemi Covid-19 di berbagai sektor.
Salah satu langkah yang diterapkan di seluruh dunia dalam rangka menekan penularan Covid-19 adalah penerapan protokol kesehatan di dalam setiap aktivitas publik dengan wajib menggunakan masker, mencuci tangan dengan air mengalir dan menjaga jarak minimal 2 meter. Di sejumlah negara, hal ini populer dengan istilah era new normal atau fase normal baru, termasuk di Indonesia dan Thailand. Tercatat sejak bulan Juni, Indonesia dan Thailand secara resmi mengumumkan memberlakukan fase normal baru sebagai bagian upaya untuk menghidupkan kembali perekonomian negara dan masyarakat.
Fase normal baru mengizinkan sejumlah aktivitas ekonomi dan publik dapat berjalan dengan tetap memperhatikan aspek kesehatan. Di Indonesia, kebijakan fase normal baru merupakan langkah lanjutan setelah sebelumnya aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berlaku di sejumlah daerah. Sedangkan di Thailand, kebijakan fase normal baru menjadi langkah lanjutan setelah sebelumnya pemerintah Thailand memberlakukan lockdown (pembatasan wilayah) terhadap seluruh aktivitas masyarakat dan ekonominya.
Untuk menganalisis kebijakan tersebut, baik di Indonesia maupun di Thailand, maka pendekatan rational choice (pilihan rasional) digunakan. Jon Elster dalam bukunya “Rational Choice” (1986) mengatakan bahwa teori pilihan rasional adalah sebuah teori normatif.
Pendekatan pilihan rasional merupakan varian dari pendekatan behavioral dan berkembang dari logika rasionalitas ekonomi. Pendekatan ini didasarkan pada asumsi nilai dan melakukan penilaian berdasarkan cost and benefit (baik-buruk atau untung ruginya) dari sebuah kebijakan baru. Dengan menggunakan pendekatan ini, maka kita akan melihat apakah kebijakan fase normal baru yang diambil pemerintah Indonesia dan Thailand adalah sebuah kebijakan yang rasional atau yang didasarkan pada nilai untung dan rugi serta apakah sejalan dengan nilai dari tindakan masyarakat (individu) di masing-masing negara.
Pertama, kebijakan fase normal baru oleh pemerintah Indonesia. Apabila ditinjau dari analisis pilihan rasional, maka kebijakan fase normal baru yang berlaku sejak Juni 2020 hingga saat ini merupakan sebuah keputusan atau kebijakan yang sudah didasarkan pada kalkulasi rasional dengan memperhitungkan untung dan rugi, khususnya dari sisi ekonomi. Mengingat, kondisi perekonomian Indonesia yang memburuk dimana kegiatan usaha skala makro maupun mikro terpaksa terhenti dan sangat menekan permintaan masyarakat di semua sektor. Data Kemenaker RI mencatat terdapat 2.084.593 pekerja yang dirumahkan dan terkena PHK akbibat dampak dari kebijakan PSBB sebelumnya.
Kebijakan fase normal baru ini tentunya menjadi jalan tengah atau pilihan yang rasional untuk menghidupkan kembali geliat usaha masyarakat Indonesia dan perekonomian nasional, mulai dari aktivitas pasar, sektor UMKM, perkantoran dan jasa transportasi secara berangsur. Namun sayangnya, hal ini tidak sejalan dengan nilai atau tindakan individu masyarakat Indonesia yang masih rendah kesadaranya untuk mematuhi protokol kesehatan. Hal ini terbukti dari masih tingginya angka kenaikan kasus baru dikisaran 4.000 per hari. Saat ini, Indonesia tercatat sebagai negara peringkat pertama di Asia Tenggara dengan total kasus positif pada 29 Oktober sebanyak 404.048 dan jumlah yang meninggal sebanyak 13.701 orang. Selain itu, ditemukan pula tingginya angka pelanggaran protokol kesehatan sebanyak 7.5 juta kali dengan denda yang mencapai Rp 4 miliar dalam operasi yustisi yang digelar di seluruh Indonesia pada 14 September sampai dengan 18 Oktober 2020.
Kedua, kebijakan fase normal baru oleh pemerintah Thailaind. Apabila ditinjau dari analisis pilihan rasional, maka kebijakan fase normal baru di Thailand juga sudah berdasarkan kalkulasi rasional atau untung-rugi, khususnya dari sisi ekonomi pasca kebijakan lockdown yang menghantam keras sektor pariwisata, ekspor, dan aktivitas ekonomi lokal Thailand. Ditambah pada kuartal II-2020 lalu akibat lockdown, ekonomi Thailand tercatat minus 12,2% dan kontraksi ekonomi ini menjadi penurunan paling tajam di Thailand sejak krisis finansial melanda Asia pada akhir 1990-an.
Kebijakan fase normal baru menjadi alternatif exit strategy guna mengatasi kerentanan sosial di masyarakat Thailand dan kebijakan fase normal baru ternyata juga dapat berjalan dengan cukup baik dalam tahap implementasinya. Hal ini sejalan dengan nilai dan tindakan dari masyarakat Thailand yang memiliki kesadaran yang tinggi untuk disiplin dalam mematuhi protokol kesehatan. Angka kasus baru di Thailand hanya dikisaran 3-10 kasus per hari dan berasal dari kedatangan warga asing. Total kasus positif di Thailand pada 29 Oktober tercatat 3.750 dengan total kematian 59. Selain itu, di Thailand tidak ditemukan jumlah penindakan pelanggaran yang tinggi oleh aparat hukum, sebab masyarakat Thailand saling mengutamakan protokol kesehatan dalam aktivitas ekonomi dan aktivitas publiknya. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) mencatat, Thailand merupakan salah satu contoh negara yang baik dalam menangani krisis Covid-19 di kawasan Asia-Pasifik.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan fase normal baru di Indonesia dan Thailand diambil sebagai respon rasional dengan kalkulasi untuk menyelamatkan sektor perekonomian nasional di masing-masing negara. Khusus Thailand, kebijakan fase normal baru yang didukung dengan prilaku masyarakatnya yang disiplin terhadap protokol kesehatan menjadikan kebijakan ini berdampak tidak hanya untuk menggerakkan roda usaha dan bisnis namun juga berhasil untuk menahan laju kurva kasus Covid-19 sehingga tujuan utama dari kebijakan fase normal baru yaitu untuk mempercepat penanganan aspek kesehatan dan sosial ekonomi negara dapat dikatakan berhasil. Apalagi, saat ini Thailand adalah salah satu negara yang sudah memberikan pelonggaran cukup luas terhadap sektor pendidikan dan pariwisata yang sudah dibuka kembali bagi warga negaranya dan warga asing tentunya diikuti dengan sejumlah persyaratan kesehatan dan keamanan yang terjamin.
Sementara Indonesia sendiri, kebijakan fase normal baru ini sayangnya masih tidak dapat mencapai tujuan besarnya sebagai upaya untuk mempercepat penanganan aspek kesehatan dan sosial ekonomi negara. Masih rendahnya kesadaran perilaku masyarakat Indonesia untuk disiplin terhadap protokol kesehatan menjadi salah satu faktor tidak bekerjanya kebijakan ini dalam memenuhi tujuan aspek kesehatan yakni mencegah penularan Covid-19. Hal ini tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor lainnya seperti motivasi individu, karakteristik dan budaya, lemahnya regulasi dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah. Apabila tujuan aspek kesehatan dan ekonomi yang dituju dari kebijakan fase normal baru seperti keberhasilan Thailand, maka sejumlah evaluasi terkait mekanisme aturan, pengawasan, kesiapan pada bidang kesehatan dan perubahan perilaku masyarakat merupakan tantangan besar bagi Indonesia untuk lebih ditingkatkan lagi.
Penulis :
Siti Maidina Herdiyanti
Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia