21 Desember 2024

Jambi Daily

Media Online Publik Aksara Propinsi Jambi

Perjalanan Betuah (19)

4 min read

Musri Nauli

Oleh: Musri Nauli

JAMBIDAILY JURNAL – Tidak dapat dipungkiri, perjalanan Al Haris ke Pasar Sarolangun kemudian menarik perhatian masyarakat.

Sebagai pejabat yang pernah bertugas di Pemerintah Kabupaten Sarolangun, nama Al Haris cukup familiar dikenal masyarakat di Sarolangun.

Sarolangun dikenal ketika menyusuri jalan lintas Sumatera yang biasa disebut Lintas Sumatera tengah, dikenal daerah Batin V. Batin V berpusat di Sarolangun. Dari Tembesi arah barat dengan jarak 102 km. Belok ke kanan menuju Merangin. Sedangkan belok kiri ke Lubuk Linggau (Sumatera Selatan).

Didalam Peta Belanda 1910 “Schetskaart Residentie Djambi – Adatgemeenschappen (Marga’s), hanya menyebutkan “Sarolangoen”. Atau ditengah masyarakat, tutur masyarakat menyebutkan Wilayah Marga Batin hanya menyebutkan Sarolangun.

Didalam tutur di masyarakat Lidung, kata “sarolangun” berasal dari kata “saro” dan “melangun”. Saro berarti “menderita, susah”. Sedangkan kata “melangun” berarti berdagang dengan berlayar. Makna kata “saro” melangun, berarti perjalanan yang ditempuh cukup menderita didalam perdagangan.

Sarolangun menjadi “onderafdeeling” bersamaan dengan dengan onderafdeeling Muara Bungo, Bangko, Tebo dan Tembesi.

Sarolangun adalah nama kecamatan yang termasuk kedalam Kabupaten Sarko (Sarolangun – Bangko). Sarolangun kemudian menjadi Kabupaten yang terpisah berdasarkan UU No. 54 Tahun 1999 bersamaan dengan pemekaran kabupaten Tanjabtim, Kabupaten Muara Jambi dan Kabupaten Tebo.

Marga Batin V terdiri dari Dusun Ladang Panjang, Dusun Pakuan Baru. Dusun Senaning, Dusun Tanjung Putus, Dusun Alai.

Disebut Dusun Ladang Panjang disebabkan “biar beladang yang panjang”. Ladang adalah persawahan kering, musiman dan ditanami tanaman seperti padi.

Maksudnya adalah ladang disusun berbaris yang memanjang.

Disebut Dusun Pakuan Baru karena terdapat penyebarangan di Sungai Tembesi yang sekarang terletak di Kota Sarolangun.

Sedangkan disebut dengan Tanjung Putus karena terdapat tanjung yang emudian tidak ada lagi muara sehingga bertemu dengan Sungai Tembesi yang memanjang kemudian bertemu dengan Sungai Batanghari di Muara Tembesi. Sehingga Tanjung kemudian “memutus”. Memutus diartikan sebagai Tanjung yang telah putus.

Senaning adalah adalah nama tumbuhan Perdu. Di dusun Senaning banyak terdapat tumbuhan perdu. Sehingga Dusun ini kemudian disebut sebagai Dusun Senaning.

Disebut dengan Dusun Alai karena di dusun ini terdapat tumbuhan Kedaung. Sehingga kampong ini kemudian disebut “Dusun alai”.

Sejarah “puyang” Batin V terdapat berbagai versi. Versi pertama disebutkan pada masa kerajaan Jambi, seorang Cokro Aminoto berasal dari Dusun Biaro menyusuri Batang Asai. Batang Asai adalah Sungai yang berasal dari Marga Bating Pengambang yang kemudian mengilir ke Sungai Tembesi.

Sebagian masyarakat meyakini “Rio Depati Jayaningat Singodilago”.

Penyebutan nama “Singodilago” merupakan nama dari Kerajaan Jambi. Waktu itu Kerajaan Jambi masih bernama Kerajaan Tanah Pilih. Dengan penyebutan nama Kerajaan Jambi dan Raja Singodilago membuktikan, cerita Kerajaan Tanah Pilih hidup di tengah masyarakat.

Rio Depati Jayaningrat Singodilago kemudian menetapkan wilayah Marga Batin V yang ditandai dengan “Kayu Sialang Belantak Besi”.

Setiap Dusun dipimpin oleh Rio. Namun sebagai Dusun Induk, maka Dusun Lidung sering disebut sebagai Kepala Batin. Kepala Batin yang menyelesaikan perselisihan antara Dusun Tanjung Alai, Dusun Senaning dan Dusun Alai.

Begitu juga wilayah Ujung Tanjung yang diberi gelar Rio Bagindo merupakan wilayah “Sebiduk luncur. Sekokok ayam. Pemberian wilayah ini juga dikenal di Marga Pelepat, Marga VII Koto.

Sialang adalah nama pohon yang terdapat lebah. Sedangkan Belantak Besi adalah batas wilayah Jambi dengan Sumsel yang selalu disebutkan didalam Tembo wilayah Jambi.

Setelah berada di tempat Lidung, maka bertemunya masyarakat dari 3 suku yaitu Suku Senaning, Tanjung Putus dan Dusun Alai. Pertemuan ketiga suku di daerah lidung kemudian menganggap sebagai tempat berlindungnya dari serangan luar.

Penyebutan Lindung kemudian dengan pengucapan dialek kemudian disebut “lidung” yang kemudian menjadi Dusun Lindung.

Sedangkan cerita versi kedua adalah “puyang” berasal dari Jawa Mataram. Kemudian menyusuri Tungkal, terus ke Jambi. Di Sungai Asam kemudian mampir di Pinang Belarik.

Di Sungai Asam, kemudian mengikat biduk. Disanalah kemudian “jatuh pinang berwarna kuning”

Cerita ini juga dikenal sebagai hikayat Putri Selaras Pinang Masak.

Setelah itu kemudian menyusuri Sungai Nibung dan bertemu batu putih dan kemudian menemukan batu hitam. Batu putih kemudian ditetapkan sebagai batas wilayah Jambi. Sedangkan batu hitam merupakan wilayah Sumsel.

Namun khusus Sungai Nibung kemudian dikenal sebagai Desa Simpang Nibung. Malah Desa Simpang Nimbung malah termasuk kedalam kecamatan Singkut.

Mengenai Singkut tidak dapat dipisahkan dari Marga Pelawan. Marga Pelawan berbatasan dengan langsung dengan Kabupaten Muratara (Sumsel). Catatan mengenai marga Pelawan akan dituliskan secara terpisah.

Sementara itu Batu hitam kemudian dikenal sebagai daerah DAS Air hitam yang hilir sungainya kemudian langsung berbatasan langsung dengan wilayah Sumsel.

Daerah ini kemudian masuk kedalam Taman Nasional Berbak yang langsung berbatasan dengan Dangku-Sembilang.

Sungai Asam adalah nama tempat yang terdapat di Kota Jambi dekat Jembatan Makalam. Sedangkan “belarik” adalah berbaris memanjang. Dengan demikian, maka Pinang Belarik adalah tanaman pinang yang berbaris teratur rapi dan memanjang. (*/Advertorial)

*) Direktur Media Publikasi dan Opini Tim Pemenangan Al Haris-Sani.

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

− 2 = 6