Pementasan Teater Sintung Palalaw oleh Teater AiR Kota Jambi sebagai Wujud Pengenalan Mitos Daerah
6 min readJAMBIDAILY JURNAL – Selasa, 2 Maret 2021, Komunitas Teater AiR (Art in Revolt) Kota Jambi membuka pementasan teater di Taman Budaya Jambi, Kota Jambi. Pementasan teater ini akan berlangsung selama lima hari, hingga tanggal 6 Maret 2021.
Disutradarai oleh Oky Akbar, salah satu sutradara yang berpengalaman dari komunitas AiR, pementasan ini mengangkat naskah lakon yang berjudul Sintung Palalaw. Naskah yang ditulis oleh Siti Saira H, atau yang kerap disapa dengan Ira, dilakonkan oleh anggota teater AiR, yaitu Rani Iswari, M. Deby Satria, Wahyu Cristopan, Arianza Rafindo, Ayu Diah Lestary, R. Ananda Winardo, Ike Selviana P, Ririn Dwi A, dan Anisa Putri Mayang Sari. Kesuksesan pementasan ini pun tidak lepas dari peran para pemusik teater yang berada di sisi aktor, ada sosok Windy Kaunang, Neno Dwi Ramadani, Fadhlan Agustin, dan Khairul Ni’mah. Semua pemain dan juga pemusik merupakan anggota komunitas teater AiR. Pementasan juga dihadiri oleh pembina komunitas ini, yaitu EM Yogiswara dan juga ketuanya, yaitu Titas Suwanda. Komunitas teater ini merupakan komunitas yang masih eksis dan aktif berkegiatan hingga saat ini, sejak pendiriannya pada tahun 2000.
Naskah lakon dengan judul Sintung Palalaw, adalah naskah yang ditulis atas inspirasi wujud mitos kedaerahan. Sintung Palalaw merupakan mitos daerah yang masih dipercaya hingga hari ini. Sebagai sebuah penyakit yang menghalangi jodoh para gadis yang berumur 20 tahun ke atas. Dengan tokoh utama yang terkena penyakit ini adalah Neni, anak dari pasangan Pak Romli dan Ibu Tipah. Tipah yang menduga bahwa anaknya mengidap penyakit ini setelah menolak lamaran dari salah seorang lelaki kampungnya pun menjadi khawatir pada kondisi anaknya yang belum menikah juga hingga pada usia 20 tahun. Lakon yang mengangkat tema mitos daerah ini cukup menarik untuk diketahui oleh para masyarakat. Setidaknya mengetahui budaya dan cerita daerah sendiri menjadi wujud nyata kecintaan dan rasa hormat pada kebudayaannya.
Lakon ini dibuka dengan menampilkan kehidupan keluarga Pak Romli yang diperankan oleh M. Deby Satria, Ibu Tipah oleh Rani Iswari, dan juga anaknya Neni oleh Siti Saira. Mereka yang tinggal diperkampungan, membuat para orang tua menjadi terikat pada budaya dan hukum konvensional masyarakat adat yang telah ada. Neni merupakan seorang mahasiswi yang juga sedang menyusun tugas akhir atau skripsi di perkuliahannya. Adegan dimulai dengan Neni yang sedang mengaji bersama Ibu Tipah dan nampak Pak Romli yang sedang duduk bersantai di rumahnya. Di kala waktu maghrib, datanglah Joni yang diperankan oleh Wahyu Cristopan, bersama dengan kedua orang tuanya Pak Yanto yang diperankan oleh Arianza Rafindo, juga ibunya Bu Yati yang diperankan oleh Ayu Diah Lestary.
Kedatangan keluarga Joni di kala malam menjelang itu pasti memiliki sebuah maksud dan tujuan. Dan benar saja, ternyata kedatangan Joni bersama orang tuanya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk melamar Neni gadis manis putri Bapak Romli. Namun sayang, lamaran Joni harus ditolak oleh Neni secara gamblang. Joni memang seorang duda yang baru saja kehilangan istrinya yang meninggal. Akan tetapi, dalam waktu yang belum lama, ia sudah mau melamar anak gadis orang lain. Sebab Neni yang masih belum selesai kuliah dan juga ia merasa belum siap untuk berada dalam kehidupan pernikahan yang penuh ikatan, maka dengan memberanikan diri pun ia menolak lamaran Joni di depan kedua pihak keluarga tersebut. Dengan berat dan sakit hati, Joni pun pergi membawa kekecewaan dari rumah Neni gadis yang telah menolak lamarannya itu di maghrib hari.
Para aktor menjadi bagian penting dalam menyampaikan pesan dan maksud naskah yang dipentaskan. Setiap komponen di dalam pementasan, cerita, dan alur peristiwanya berada dalam kendali aktor ketika pementasan telah berlangsung. Para aktor memilik pesan masing—masing yang akan disampaikan pada penonton dengan karakter dan dan dialog yang berbeda. Masing—masing aktor berperan aktif dalam menyampaikan pesan naskah ini. tokoh Bu Tipah yang diperankan oleh Rani Iswari nampak menjadi tokoh pusat yang terus muncul pada setiap adegan bersama suaminya Bapak Romli. Dalam lakon ini juga terdapat ketegangan yang dibawakan oleh tokoh Ninek yang menjadi ahli pengobatan terkenal bagi penyakit Sintung Palalaw saat itu. Adegan yang penuh mistis dibawakan dengan serius dan mencekam oleh keempat aktor di dalamnya, yaitu sosok Ike, Ririn, Anisa, dan Saira. Selain menampilkan adegan yang terjadi di dalam keluarga, adegan dalam dunia ritual penyembuhan atau perdukunan, terdapat juga adegan komedi selingan yang sangat epik yang dibawakan oleh R. Ananda Winardo yang berperan sebagai Cupang. Kehadiran sosok Cupang ini, sukses mengundang keterkejutan dan gelak tawa penonton secara spontan.
Lakon ini sukses tidak hanya menjadi lakon yang menegangkan dan penuh dengan adegan keluarga, melainkan juga mengandung komedi selingan yang turut menjadi hiburan menarik dalam pementasan teater ini. Beberapa pesan yang dapat diambil dari pementasan lakon ini, penyakit ini bukanlah penyakit yang timbul karena seorang gadis itu bukan anak yang baik atau sejenisnya, penyakit ini disebabkan oleh gadis yang menolak lamaran seorang lelaki, sehingga dipercaya lelaki ini menaruh dendam kepada gadis tersebut, kemudian mengirim penyakit magis yang disebut Sintung Palalaw ini.
Pesan lainnya yang dapat kita ambil adalah pesan yang terdapat dalam dialog Bu Tipah, seorang anak gadis haruslah bangun di pagi hari dan menolong pekerjaan rumah, sebagai wujud ia menjadi anak perempuan yang berbakti, seorang anak haruslah menurut kepada orang tuanya dan tidak boleh melawan kepada ibunya, dan tidaklah pantas seorang gadis menolak lamaran seorang lelaki dengan tergesa, hendaknya meskipun melakukan penolakan dan tidak menyukai lelaki tersebut, tetaplah disampaikan dengan sopan santun dan etika yang baik.
Dominasi penonton yang menghadiri pementasan pada hari pertama adalah para pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada masa pandemi saat ini, teater arena Taman Budaya Jambi hanya diizinkan menampung penonton sekitar 100 hingga 120 orang. Dengan tetap menjaga protokol kesehatan yang berlaku, pementasan ini berjalan tertib dan terkendali. Ketika memasuki gedung, penonton diharuskan mencuci tangannya terlebih dahulu dan mengecek suhu tubuh, serta menggunakan masker selama pementasan berlanngsung. Hal ini dilakukan guna menekan penyebaran virus covid-19 yang masih hidup berdampingan dengan kita saat ini. Penonton yang tidak memenuhi standar kesehatan atau tidak melengkapi aturan protokol kesehatan yang telah disediakan, dengan sangat disayangkan tidak diperbolehkan untuk mengikuti pementasan yang berlangsung.
Pementasan yang berhasil dilakukan meskipun dengan latihan yang cukup singkat ini, tentunya didukung oleh kerja sama para anggota yang tidak pantang menyerah dan bergerak bersama—sama sehingga dapat mengadakan pementasan teater kembali. Di masa pandemi saat ini, komunitas teater AiR ini menjadi salah satu komunitas teater di Kota Jambi yang tetap produktif saat ini. Pandemi tidak membuat semangat mereka untuk berlakon dan berkegiatan terhenti begitu saja. Dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang baik, mereka berharap dapat terus mengadakan kegiatan—kegiatan lainnya guna meningkatkan kualitas anggota dan menjaga eksistensi komunitas tersebut. Dengan adanya kegiatan pementasan ini, diharap dapat menyulut semangat komunitas—komunitas lain maupun komunitas yang serupa untuk turut mengadakan kegiatan bermanfaat, baik secara langsung maupun dengan media virtual untuk tetap memberdayakan dan meningkatkan kualitas diri di masa pandemi ini.
Penulis Retno Endah Pratiwi, gadis Jawa lahir di Kota Jambi kelahiran 7 Januari 2001, merupakan mahasiswi jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat.