22 Desember 2024

Jambi Daily

Media Online Publik Aksara Propinsi Jambi

Taman Budaya Jambi Ruang Publik Pemajuan Kebudayaan

4 min read

JURNAL PUBLIK – Istilah “pemajuan kebudayaan” tidak muncul tiba-tiba. Istilah tersebut sudah digunakan para pendiri bangsa pada UUD 1945 dalam Pasal 32, yaitu “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia”, untuk menegaskan bahwa kebudayaan merupakan pilar kehidupan bangsa. Saat terjadi perubahan UUD 1945 pada awal masa reformasi melalui proses amandemen, pemajuan kebudayaan tetap menjadi prioritas bahkan makin ditegaskan. Pasal 32 UUD 1945 dikembangkan menjadi, “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.” Proses pemajuan kebudayaan dilakukan melalui pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan nasional Indonesia.

Sesuai undang-undang, terdapat 10 obyek pemajuan kebudayaan, yakni tradisi lisan, manuskrip, adat-istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, dan olahraga tradisional. Dan daerah mesti menyusun Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD), PPKD sangat penting dalam merumuskan strategi pemajuan kebudayaan yang berasal dari masing masing wilayah di tanah air, 10 objek pemajuan kebudayaan nasional ini yaitu tradisi lisan, manuskrip, adat-istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, dan olahraga tradisional.

Dan semua objek pemajuan kebudayaan di daerah ini mesti di dukung oleh semua pihak, dan salah satunya ruang publik, yaitu Taman Budaya menjadi terminal kendaraan dari mana saja untuk, beraktifitas berkesenian, berkreasi, berdiskusi, para seniman tokoh budaya dan masyarakat bertempat disini.

Taman Budaya Jambi punya sejarah panjang dalam memacu aktifitas budaya di Jambi, ia ibarat ibu yang melahirkan anak anaknya, dan anak anak itu sudah bersebar kemana mana, dan sang Ibu walau sudah tua tetap terus melahirkan generasi baru. Taman Budaya Jambi tidak hanya sebagai terminal namun juga sebagai laboratorium para seniman dan budayawan dalam mengembangkan ide, pemikiran dan kreatifitasnya sehingga menghasilkan produk seni budaya baru yang tetap memegang akar tradisinya, dan produk ini diharapkan bisa menjadi salah satu formula dalam membentengi generasi muda terhadap budaya budaya negatif.

Karena semakin berkurangnya ruang publik menjadi tempat beraktifitas, Taman Budaya menjadi benteng terakhir dalam aktifitas seni dan budaya di Jambi, Taman Budaya Jambi tak pernah berhenti, ia ibarat urat nadi yang memompa darah pada jantung, pagi dan sore selalu diisi oleh anak anak yang berlatih, baik tari, teater, musik, maupun tempat berdiskusi para budayawan di Jambi.

Dalam beberapa minggu ini aktifitas latihan dan berkegiatan terganggu, dan membuat seniman seniman yang berlatih di sana meradang, pasalnya salah satu gedung pertunjukan di Taman Budaya Jambi, disewakan pada pihak ketiga untuk menjadi tempat pernikahan, menurut salah satu seniman EA yang berlatih disini, tak masalah gedung itu disewakan, bertahun tahun juga disewakan, pada tiap hari sabtu dan minggu pada masyarakat yang ingin melakukan resepsi pernikahan, dan di kelola oleh pihak Taman Budaya Jambi, namun sejak dipihak ketigakan, aula di samping gedungpun di pakai sebagai tempat meletakan makanan parsemanan oleh open organiser, dan menutup jalan ke gedung belakang tempat latihan, belum lagi sampah makanan yang berserakan, seharusnya kebersihan dan perbaikan menjadi tanggung jawab pihak ketiga, ujarnya.

Menurut Pak Jafar Rassu, yang juga budayawan Jambi dan mantan kepala Taman Budaya Jambi, “untuk menyewakan pada pihak ketiga dan pihak ketiga menyewakannya lagi, mesti dengan PERDA yang di setujui oleh legislatif”, tak bisa asal sewa saja pada pihak ketiga, mesti ada aturan dan dasar hukumnya, ini karena ruang publik. Taman Budaya Jambi milik masyarakat Jambi, dan instansi terkait hanya sebagai pengelola dan perpanjangan tangan Pemerintah Provinsi Jambi.

Dalam meningkatkan PAD daerah sah sah saja memberdayakan semua aset daerah, namun mesti mempertimbangkan juga kepentingan masyarakat banyak, mengkaji azas “manfaat dan mudhoratnya”, membuat suatu kebijakan seharusnya dikaji, di diskusikan, didudukkan, tak bisa pakai ilmu rasa rasa.

Pemerintah daerah dan pusat sudah berkomitmen dalam memajukan kebudayaan untuk mendukung pembangunan kebudayaan, perlu kita simak penjelasan pasal 32 UUD 1945 yang mengatakan bahwa : Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai budi daya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak puncak kebudayaan di daerah di seluruh Indonesia terhitung sebagai Kebudayaan Bangsa. Usaha Kebudayaan Bangsa menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia. Dari pengertian tersebut tersimpul suatu kemajemukan kebudayaan di Indonesia yaitu, dalam bentuk puncak-puncak kebudayaan lama dan asli di daerah–daerah. Dari refleksi ini untuk pertama kalinya lahirlah undang-undang tentang kebudayaan nasional. Pada 27 April 2017, Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan disahkan Pemerintah sebagai acuan legal-formal pertama untuk mengelola kekayaan budaya di Indonesia.

Dari penjelasan ini sudah jelas semua elemen, stake holders mesti mendukung pemajuan kebudayaan, dan dalam membuat kebijaksanaan mesti mempertimbangkan pemajuan kebudayaan, berarti semua aktifitas berkesenian selagi masih dalam alur patutnya mesti di dahalukan, dan Taman Budaya Jambi mesti kembali kepada fungsinya, sebagai tempat dan terminal aktifitas budaya dan berkesenian, fungsi laboratorium dan yang utama disini “Rumahnya Seniman dan Budayawan”.

 

Penulis: M. Ali Surakhman/Penggiat Budaya

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

5 + 4 =