Balada Cuci Tangan dan Berburu Signal di Kala Pandemi
4 min readJAMBIDAILY JURNAL – Indonesia terus giat dan menggiatkan pembangunan infrastruktur terutama penghubung setiap daerah terutama jalan, jembatan, dermaga dan bandar udara agar mudah distribusi juga transportasi hingga pelosok negeri.
Proyek-proyek besar secara nasional dirancang merata dari Aceh sampai ke Papua. Kita menuju negeri tanpa batas, tanpa hambatan, semua akan mempermudah kesetaraan dari semua aspek.
Dering alarm bersuara kencang, terasa berada tepat sebelah telinga. Terbangun dari tidur, bergegas menyiapkan berbagai keperluan kerja setelah melewati akhir pekan dan menatap hari Senin dengan penuh ceria melalui jalanan kota dibawah hangatnya sinar matahari.
Menjelang rehat makan siang, pandemi hadir tanpa permisi dengan salam dan memberikan tanda ketukan pintu, menghebohkan penghuni tanah pertiwi.
Temuan kasus positif pertama diumumkan presiden Republik Indonesia, pada 2 Maret 2020. Pasien pertama itu langsung menjalani perawatan di ruang isolasi RSPI Dr Sulianti Saroso, Jakarta.
Temuan itu juga membuat pemerintah harus memutar strategi untuk menghadang penyebaran yang semakin luas, semakin masif. Hal pertama menyiapkan rumah sakit termasuk peralatan kesehatan dengan standar isolasi baik.
Dalam perkembangannya, dinilai paling efektif karena diketahui proses penularan pandemi bernama Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) melalui droplet dari bersin maupun percikan ketika berbicara dengan orang lain tanpa masker dan jarak terlalu dekat dapat menjadikan seseorang tertular akibat masuk lewat mulut, hidung dan mata.
Selain itu dapat pula dari bersalaman, tidak mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir lantas menggosok mata termasuk aktivitas makan minum.
Maka pemerintah mengeluarkan kebijakan yang dapat memperlambat, menekan bahkan memutus penyebaran dengan strategi berupa penguncian wilayah ‘Lockdown‘ suatu daerah. Sehingga tidak ada keluar masuk atau perjalanan seseorang dengan kata lain mirip seperti wilayah terisolir. Kebijakan juga membatasi secara nasional, semua aktivitas dihentikan, bekerja dari rumah, belajar dari rumah, beribadah dari rumah.
Cara ini kalau berkaca dari teori medis berkembangnya covid-19, tentu paling efektif, tentu mampu menyelamatkan nyawa. Tetapi masalah berbeda muncul kepermukaan,?
Penghentian aktivitas di luar ruangan, menyebabkan begitu banyak pekerjaan terpaksa harus diam di tempat, kegiatan berupa fisik. Itu sama dengan menghentikan penghasilan, mengais rezeki yang harus terpotong jalan masuknya.
Berbagai bantuan sosial pun mengucur dari pemerintah, berupa bahan pokok, berupa tunai, keringanan pengkreditan, gratis listrik untuk kelas terendah dan masih banyak lagi lainnya. Dengan harapan besar masyarakat dapat tetap dulu berada di rumah, seminimalnya berada di luar ruangan serta berkontak fisik kecuali pada keluarga inti.
Namun disisi berbeda, tak pula sedikit pengusaha dengan berat hati, dengan pilihan simalakama mengurangi tenaga kerja. Keteteran untuk gaji karyawan, perusahaan tanpa produksi benar-benar sulit jika dibayangkan.
Pemerintah bukan diam saja, stimulasi dan asupan-asupan kebijakan dilahirkan agar menopang pengusaha, tetapi tetap saja banyak perusahaan berada di titik tanpa pilihan.
Waktu berganti hari berganti begitu peliknya permasalahan, tatanan kehidupan baru menjadi tips supaya mampu menyeimbangkan antara perekonomian terus berjalan dan pandemi tetap mampu di redam. Tapi tidak untuk proses kegiatan belajar mengajar, pemerintah mempertahankan kebijakan dalam jaringan. Beberapa kali dicoba dengan tatap muka, resiko besar mengintai.
Mungkin bukan masalah besar bagi pekerja dengan perangkat teknologi seperti komputer dan jaringan internet, termasuk proses belajar. Bisa bekerja dan belajar tanpa bertemu fisik, apakah tanpa masalah,?
Benar tanpa masalah, jikalau berada di kota-kota besar maupun perkotaan. Pekerja kantoran terbiasa dengan Internet, sedangkan di luar perkotaan akan mengalami kesulitan dan masalah besar. Sama halnya dengan belajar, tambahan yang timbul membeli kuota terkendala penghasilan.
Sampailah akhirnya pemerintah menggelontorkan bantuan pendidikan berupa paket belajar, paket kuota yang diharapkan mampu memberi keringanan. Namun, di perkotaan banyak juga para orang tua memutar kepala karena tidak memiliki perangkat seperti smartphone.
Andaikan memiliki perangkat dan kuota terbeli, lalu signal? Signal menjadi tanda bahkan pengingat pada pemerintah bahwa selain menggiatkan pembangunan infrastruktur terutama penghubung setiap daerah terutama jalan, jembatan, dermaga dan bandar udara agar mudah distribusi juga transportasi hingga pelosok negeri.
Bukankah negeri yang terdiri dari ribuan pulau ini jika semakin digital maka akan semakin maju pula. Pertemuan antar komunitas, BUMN, kepala daerah dengan jajaran, antar kepala daerah dengan pemerintah pusat bahkan skala negara seperti pertemuan dengan presiden, kini berlangsung dalam jaringan selama pandemi.
Covid-19 memberikan pelajaran bukan hanya pola hidup bersih dan sehat, Indonesia akan terus bermimpi terkoneksi kalau masih Susah Signal.
(Hendry Noesae)