Illegal Driling Tampak di Pelupuk Mata, SKK Migas “Menelan Buah Simalakama”
13 min readJAMBIDAILY JURNAL – Ayam belum berkokok, masih sangat hening tanpa ada suara-suara yang biasa terdengar saat pagi menjelang. Belum juga ada kumandang adzan, bergegas menuju kamar mandi bersiap berkumpul dengan beberapa rekan sebagaimana yang telah kami jadwalkan pada malam harinya, kisaran tahun 2018.
Dengan perlahan menutup pintu rumah agar tak ada yang terjaga, tak mengganggu lelap dan tak pula bercerita kemana tujuan pagi ini karena menghindari rasa cemas serta kekhawatiran berlebih. Terutama soal penelusuran lebih baik tak perlu ada banyak pihak yang mengetahui sehingga meminimalisir risiko.
Area yang akan kami tuju konon berbahaya, bisa berakibat fatal, berakibat kehilangan nyawa jika kamuflase terbongkar. Selain itu mudah diketahui jika ada orang baru memasuki kawasan, sebab ada saja simpang-simpang yang terdapat penjaga walau berpenampilan biasa namun secara kasat mata dapat diketahui ciri dan sikapnya.
Kalau tidak hapal jalur-jalurnya sudah dapat dipastikan, akan menyasar ke tempat berbeda. Apakah tidak ada di peta? tentu saja ada, tentu saja tercatat dan termasuk dalam kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari, provinsi Jambi. Ya…ada dua Desa yang dikenal bukan hasil perkebunan, bukan hasil pertanian, bukan pariwisata, tapi kawasan Illegal Drilling yaitu Desa Pompa Air dan Desa Bungku.
Cuaca begitu cerah, sambutan mentari dan langit biru mengiringi perjalanan kami menuju dua Desa tersebut. Mata mulai berkeliaran, aroma cairan hitam yang disedot dari perut bumi tercium begitu kentara, suara-suara mesin motor memekik lantang tanpa roda bekerja yang digerakkan orang tak berbaju diatasnya dengan sebatang rokok menyala.
Terbentang lebar aktivitas pemindahan minyak ke tempat penampungan didalam kendaraan roda empat terlihat biasa, di sepanjang jalan. Kami sempat berhenti dengan maksud membeli air minum di sebuah warung yang bersebelahan dengan rumah ibadah. Sembari melirik ke sekitaran, terdapat banyak tanah menghitam akibat curahan minyak dan rupanya tak ada lagi tanah tersisa terkecuali galian-galian yang disebut sebagai sumur minyak.
Rawan dicurigai sebagai wartawan, mata-mata, terlepas dari apapun namanya, sesaat hilang ketika adanya pemandangan miris. Anak-anak terlihat bermain di depan rumahnya, dengan gelak tawa, sementara disekelilingnya adalah kawasan berbahaya bagi kesehatan. Anak-anak terpapar langsung minyak mentah tanpa alat pelindung diri, berdampak pada kesehatan pernafasan, pencernaan, dan kulit atau mata.
Jika kita kutip dari pernyataan Manajer Humas PT Pertamina EP, anak usaha PT Pertamina, Muhammad Baron dari keterangan resminya, Selasa 30 Agustus 2016 yang lalu. Mengatakan, dalam minyak mentah setidaknya terdapat empat bahan berbahaya yang berdampak langsung terhadap kesehatan. Keempat bahan berbahaya tersebut adalah benzene(C6H6), toluene (C7H8), cylene (C8H10) serta sejumlah logam berat seperti tembaga (cu), arsen (ar), merkuri (hg), dan timbal (pb).
Pandangan mata lelaki berkumis tebal, bertubuh besar, berkulit tebal dan berkilau mengarah, kami dengan sedikit tenang kembali melanjutkan pergerakan dan sampailah pada satu titik yang tak terlihat sepi. Sedikit tinggi dari bibir jalan, kami berhenti berpura-pura buang air kecil.
Oh Tidak, sepanjang mata memandang dan terhampar luas adalah sumur minyak, tak bisa menghitungnya dengan pasti. Hanya beberapa detik saja bisa melakukan perekaman, mengambil jejak bukti, ada saja yang lewat. Tentunya tidak aman bagi keselamatan kami, sangat berisiko.
Setelah hari itu, kami menutup pembahasan bukan karena lelah tetapi atas apa yang terlihat menumbuhkan pemikiran bahwa tantangan di depan adalah tembok besar serta berlapis.
Penulis mencoba kumpulkan informasi, seperti bersumber dari otoritas keamanan setempat, sayangnya terjadi pergantian. Tak terputus disana, upaya dapat berkomunikasi langsung kepada Dinas terkait juga dilakukan semisal Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) provinsi Jambi. Tidak pula membuahkan hasil, semua hanya berputar-putar dalam pembahasan pembentukan, penetapan, dan surat keputusan Tim Terpadu.
“Illegal Drilling itu di provinsi Jambi dalam kewenangan pemerintah provinsi, tentunya semua akan usai kalau ada payung hukum yang kuat dari pemerintah provinsi. Logikanya dia yang punya kawasan, kalau penegak hukum ya mereka hanya menjalankannya. Intinya ada di pemerintah provinsi,” Begitu kata narasumber, yang terus mengingatkan penulis agar tak merekam suaranya.
Belum menyerah atas keadaan, target menuju Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang terdekat dengan kawasan Illegal Drilling yaitu PT Pertamina EP Asset 1 Field Jambi. Penulis merasa belum mendapat jawaban, belum mendapat solusi atas pemasalahan diatas.
Wajar saja, Kontraktor Kontrak Kerja Sama adalah pihak yang memiliki Kontrak Kerja Sama dengan Pemerintah Republik Indonesia, merupakan Badan Usaha Tetap atau Perusahaan Pemegang Hak Pengelolaan dalam suatu Blok atau Wilayah Kerja yang memiliki hak untuk melakukan kegiatan eksplorasi, eksploitasi minyak dan gas bumi di Indonesia.
Hanya suatu blok atau wilayah kerja, artinya selagi itu di luar ‘kawasan wilayah kerja’ bukanlah kewenangan mereka. Lantas pihak mana yang dapat menjawab? apakah Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
SKK Migas adalah institusi yang dibentuk oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Badan ini menggantikan BPMIGAS yang dibubarkan Mahkamah Konstitusi pada 13 November 2012 karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945. SKK Migas bertugas melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi berdasarkan Kontrak Kerja Sama. Pembentukan lembaga ini dimaksudkan supaya pengambilan sumber daya alam minyak dan gas bumi milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pertemuan singkat terjadi, di salah satu gerai kopi dalam Bandara Sultan Thaha Saifuddin-kota Jambi jelang pesawat yang akan ditumpangi seorang lelaki ramah dan sangat murah senyum.
Penulis meminta agar membeberkan semua hal, jika mungkin pihak-pihak yang terlibat dari pengelolaan Illegal Drilling di Desa Pompa Air dan Bungku dengan pilihan tanpa di rekam dan tetap merahasiakan sumber.
Ternyata sangat kompleks, lingkaran-lingkaran yang saling berkaitan, maka didapat kesimpulan dalam pertemuan yang hanya 15 menit itu bahwa dibutuhkan kekuatan besar, komitmen besar, kesadaran besar, dan solusi besar bagi masyarakat secara luas terkhusus masyarakat yang beraktivitas di kawasan Illegal Drilling.
Buktinya tak bergeming, meskipun UU Migas No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sudah jelas bahwa kegiatan eksplorasi dan eksploitasi tanpa kontrak adalah sebuah kejahatan dan sebuah tindak pidana, dengan ancaman pidana maksimal enam tahun penjara dan denda maksimal Rp 60 miliar.
‘Superhero’ juga Butuh Makan, Apalagi Kami?
Beberapa waktu berlalu, seseorang bernada laki-laki menelpon dengan suara lembut tak menyebutkan nama dan tak pula meminta agar jatidirinya dirahasiakan. Dia berkata memiliki sumur-sumur minyak yang cukup banyak “Saya memiliki lumayan sumur, itu diatas tanah saya dan lahan milik saya pribadi, saya turut mengajak beberapa keluarga dan rekan di desa ini menjadi mitra dalam pengelolaan,” Imbuhnya.
“Jika ada pendatang luar yang bukan warga di desa ini, akan bagi hasil dengan pemilik tanah. Hasil yang diterima oleh saya, dan mereka menjadi jawaban atas permasalahan ekonomi. Anak-anak kami tetap bisa bersekolah, tetap bisa melanjutkan hidup, ya kami paham ada dampak terhadap lingkungan, atau apapun itu. Namun yang kami tahu dan rasakan perut tak dapat menunggu, kebutuhan sehari-hari terus memanggil kami,” Tukasnya menambahkan.
Hanya sejenak berbicara melalui sambungan telepon, bahkan tak kenal siapa yang sedang berbicara. Secara nyata mereka menyebut kebutuhan hidup, mereka menyebut faktor ekonomi terlihat jelas.
“Kami bisa apa, saat tempat ini akan ditutup, akan ditertibkan, akan dihanguskan dengan segala penelitian dan kajian berdampak buruk pada lingkungan. Tolong dikaji juga perut kami, siapapun boleh tegas, boleh keras terhadap ini sesuai aturan yang berlaku, tapi berikan kami solusi, berikan kami jawaban selaku warga negara. Superhero juga butuh makan, apalagi kami?,” Tandas dia sembari menawarkan untuk berkunjung kerumahnya.
Keesokan harinya kembali berbicara dengan seorang yang juga bernada laki-laki, dia meminta supaya tak lagi menulis terkait Illegal Drilling, dan segala permasalahan yang terlihat.
“Saya berharap cukup, untuk pemberitaan illegal drilling. Saya tak berhak untuk meminta anda selaku wartawan menghentikannya. Tetapi saya ingin memberitahukan satu hal, bahwa begitu banyak pihak yang makan dari tempat itu, bergantung hidup dari sumur-sumur itu,” Ucapnya dengan suara menegaskan.
“Doronglah kawasan itu, yang pada akhirnya dapat menjadi legal, bagaimana caranya menjadi pertambangan rakyat. Bantu kami untuk menyuarakannya ke tataran tertinggi di negara ini. Berikan payung hukum, bagaimana dapat dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), sehingga produksi bisa berjalan baik dan aman sesuai standarisasi keselamatan, warga tidak kehilangan pekerjaan serta memberikan manfaat bagi daerah,” Harap ia yang namanya sengaja dirahasiakan.
Semua hal itu, dan jalur pengelolaan minyak ilegal tentunya tidak memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Dikelola secara mandiri, dinikmati oleh masyarakat yang memiliki tanah, pemilik modal, serta oknum-oknum dari berbagai pihak yang terlibat hanya untuk kepentingan pribadi.
Setelah tahun 2018 benang kusut didapati penulis, faktanya praktik ini terus berlangsung. Entah beberapa kali rentang tahun 2020-2021 pemberitaan adanya kebakaran sumur minyak di kawasan itu hingga korban jiwa, bikin berhenti? sepertinya belum.
Pucuk pimpinan penegak hukum di negeri ‘Sepucuk Jambi Sembilan Lurah’ bukan berarti hanya berdiam diri, segala upaya penindakan, penangkapan pelaku hingga pengadilan. Tetapi, Pepatah lama berlaku illegal drilling “Bagaikan jamur di musim hujan”
Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Jambi, Irjen Pol Rachmat Wibowo (Sabtu,06/03/2021) menggelar rapat koordinasi terkait pemboran sumur ilegal di Provinsi Jambi bersama SKK Migas, Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) wilayah Jambi, Pemerintah Daerah Kabupaten Batanghari, Kabupaten Muarojambi, Kabupaten Sarolangun, Korem 042 Jambi, Kejaksaan Tinggi Provinsi Jambi, dan Dinas ESDM Provinsi Jambi.
Dalam pertemuan itu Rachmat menyampaikan keprihatinannya terhadap maraknya aktivitas pemboran sumur ilegal di Provinsi Jambi serta mendukung pula lahirnya Perpres dan Permen untuk mengatasi permasalahan sumur ilegal.
Perpres ini diusulkan memiliki ranah kegiatan dari hulu hingga hilir, sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk menuntaskan kegiatan penegakan hukum di lapangan “Saya prihatin karena kegiatan ilegal ini sepertinya sudah dijadikan mata pencaharian sehari-hari bagi sebagian warga ini tidak boleh dibiarkan. Agar jumlahnya tidak semakin meningkat, maka perlu terobosan agar warga tidak kehilangan pekerjaan tetapi kegiatan yang dikategorikan ilegal dapat dihentikan,” kata Rachmat.
Jika kita menelisik dan menyelami atas praktik yang telah berjalan cukup lama ini, tidak mudah untuk menghabiskannya karena pasti akan terjadi gesekan sosial, timbulnya benturan sosial. Maka pendekatan secara persuasif sembari adanya solusi terbaik menjadi jawaban.
Illegal Drilling Menggerogoti Alam dan Lingkungan Sekitar
Musibah kebakaran hingga korban jiwa saja belum berpengaruh signifikan, tak kurang suara-suara dari berbagai pihak. Pemerhati lingkungan terus mendorong pemerintah, mengingat dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat illegal drilling, bukan perkara mudah.
“Rusaknya ekosistem dan bentang alam di lokasi aktivitas illegal drilling, dan ini tentunya akan sangat merugikan bagi lingkungan dan masyarakat yang berada di sekitar lokasi tambang ilegal tersebut, terlepas pelaku illegal drilling adalah masyarakat itu sendiri,” Ungkap Abdullah, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) provinsi Jambi (Selasa, 23/11/2021).
“Dan bisa dipastikan proses pemulihan lingkungan pascatambang ini akan sangat panjang dan butuh biaya besar, belum lagi penyakit yang bisa muncul akibat aktivitas ini, pencemaran air, tanah dan udara juga menjadi dampak yang juga ditimbulkan,” Tambahnya lagi
Alasan itu menurut Abdullah, sudah cukup mengokohkan agar penegakan hukum lebih maksimal. Sasaran tidak hanya yang tampak di depan mata tetapi rantai hingga jaringan pelaku.
“Disisi lain, aktivitas ilegal ini berisiko besar bagi keselamatan pelakunya, bisa saja alat yang dipakai meledak dan terbakar sehingga sangat membahayakan keselamatan. Penegakan hukum harus lebih maksimal, dengan menyasar seluruh rantai dan jaringan pelaku illegal drilling ini,” Tegasnya.
SKK Migas Menelan Buah Simalakama
Andi Arie Pangeran, Kepala Humas SKK Migas Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) menerangkan bahwa SKK Migas melaksanakan pengawasan dan pengendalian kegiatan hulu Migas berdasarkan kontrak kerja sama.
“Pemahaman yang harus kita miliki bersama, pertama-tama adalah dimana sesuai ketentuan UU, SKK Migas melaksanakan pengawasan dan pengendalian kegiatan hulu Migas berdasarkan kontrak kerja sama, dimana pelaksanaan kontrak tersebut dilakukan oleh Badan Usaha Tetap yang kita sebut Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), SKK Migas mengawasi hal tersebut. Mengingat illegal drilling tidak dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) maka bukan menjadi wewenang SKK Migas,” Jelas Lelaki pemilik senyum khas ini.
“Melihat fakta di depan mata kita bahwa Illegal Driling pada umumnya dilakukan dengan tidak mengikuti kaidah keteknikan yang ada, tidak mengikuti SOP dengan standar HSE yang tinggi yang berlaku umum di industri hulu migas, penggunaan SDM yang tidak mempunyai keahlian dalam melakukan kegiatan. Hal ini membuktikan bahwa para pelaku illegal drilling dalam kegiatannya tidak mengindahkan keamanan dan keselamatan dirinya atau bahkan bagi lingkungan atau masyarakat sekitar, hal tersebut menimbulkan dampak kerusakan lingkungan tanah dan air yang timbul sangat masif,” Tambah Andi Arie Pangeran.
Selain itu, menurutnya mencegah kebakaran dan menanggulangi dampak kerusakan lingkungan akibat kegiatan illegal drilling tidak serta merta menjadi tanggung jawab SKK Migas dan KKKS, dan faktanya dalam penanganan yang dilakukan saat inipun tidak dilakukan oleh SKK Migas dan KKKS-nya saja, banyak pihak yang bahu membahu dalam upaya penanganan kebakaran akibat illegal drilling.
“Walaupun kami kerap diminta Pemerintah Daerah dan Instansi lainnya untuk membantu terkait aspek teknis hulu migas, sebagaimana keahlian keteknikan memang dimiliki oleh SKK Migas dan KKKS, Tetapi kami juga mengalami hambatan karena memang kegiatan illegal drilling ini tidak mengikuti kaidah keteknisan yang ada di industri hulu migas, sehingga data dan informasinya sangat terbatas untuk dapat kami tindaklanjuti penanggulangannya,” Kata Lelaki yang akrab disapa Aap.
Tidak pula bisa menutup mata, Aap membeberkan peristiwa-peristiwa yang dihadapi dalam penanggulangannya membutuhkan biaya. Menjadi simalakama ketika di sisi lain SKK Migas membutuhkan banyak investasi untuk dapat mengejar target yang ditetapkan pemerintah dalam capaian produksi.
“Untuk melakukannya juga perlu biaya, kalau yang melakukan penanganannya adalah KKKS, maka akan menambah beban biaya operasi KKKS yang pada akhirnya membebani dan mempengaruhi porsi bagi hasil Pemerintah dan KKKS. Demikian pula bila biaya penanggulangannya bersumber dari APBD, tentu akan sangat memberatkan keuangan daerah. Hal ini tentu menjadi momok bagi industri hulu migas di saat kita membutuhkan banyak biaya investasi untuk dapat mengejar target yang ditetapkan Pemerintah dalam capaian produksi migas,” Tutup Aap.
Boleh dikatakan SKK Migas mencium Nangka masak, begitu wangi dan menggugah selera. Tapi pihak lain yang memakan buahnya, dia hanya dapat aroma kena getahnya pula. Peristiwa kebakaran pada akhirnya SKK Migas turut berpartisipasi memadamkan semata-mata untuk kepentingan masyarakat secara luas.
Disisi lain menurut Tenaga Ahli Kepala SKK Migas, Ngatijan, dalam salah satu acara diskusi virtual, Jum’at (05/11/2021), sebenarnya apabila sumur-sumur ilegal tersebut dikelola secara baik, bisa menghasilkan minyak sebanyak 10.000 barel per hari.
Sementara itu, melalui keterangan tertulis Selasa (9/11/2021), upaya penindakan, kegiatan edukasi dan sosialisasi mengenai dampak buruk kegiatan illegal drilling dan illegal tapping juga terus dilakukan oleh SKK Migas bersama dengan berbagai pemangku kepentingan dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas A. Rinto Pudyantoro, mengatakan SKK Migas tidak memiliki kewenangan penindakan terhadap kegiatan illegal drilling. “Untuk itu SKK Migas menjalin kerja sama dengan aparat keamanan dalam penanganan illegal drilling dan kerja sama tersebut sudah berlangsung sejak tahun 2003. Kolaborasi ini tertuang dalam nota kesepahaman bidang penegakan hukum dan bidang pengamanan,” katanya pada Selasa (09/11/2021) di Jakarta.
“Untuk menekan jumlah aksi ilegal tersebut, kami membutuhkan dukungan Bapak Kapolri, utamanya terkait dengan penegakan hukum. Dengan demikian, masalah di lapangan dapat tertangani,” imbuh Rinto.
Lebih lanjut Rinto menyampaikan, nota kesepahaman tersebut juga sudah ditindaklanjuti melalui penyusunan pedoman kerja ataupun Perjanjian Kerja Sama (PKS) untuk penanganan kegiatan yang lebih spesifik. Saat ini, SKK Migas telah mengeluarkan 14 PKS yang meliputi kolaborasi bersama 10 Kepolisian Daerah dan 28 KKKS. (*/HN)
Ditulis Oleh: Hendry Nursal