21 November 2024

Jambi Daily

Media Online Publik Aksara Propinsi Jambi

L E M A R I

22 min read

Animasi Karya Lala

Karya: Hendry Nursal

Para Pelaku:

Levon: Licik, Sombong, Egois, Pemarah, dan Keras

Mahesa: Berjiwa Pemimpin dan Tegas

Rian: Melankolis dan  Mudah Terpengaruh

Hati, Kemeja, Jeans, Celana dan Jas

HEMBUSAN DINGIN TERASA LEMBUT MENYAPA KULIT DITENGAH MALAM DALAM SEBUAH RUMAH SEDERHANA NAMUN TERASA BEGITU BESAR KARENA TANPA SATUPUN PROPERTI KECUALI LEMARI,  TERDENGAR SUARA MUSIK SIARAN RADIO DAN SESEKALI PINTU LEMARI BERBUNYI YANG DIBUKA TUTUP BERULANG-ULANG KALI.

Mungkin Merasa sendiri berjalan diputaran badai, mencekam. Mungkin Bagian inti dari ketegaran ada kata itu, sendiri. Mungkin Bukan diri ku dibalik raut wajah ini namun tindakan cermin diri, aku. Mungkin Disudut paling sesal ada guru kesunyian akan itu, waktu.

Mungkin Debaran rindu terdalam ialah ketika sunyi mendekap, diam. Mungkin Ketika siang silaukan mentari rindu maka malam saksi sejuknya pertemuan, nanti. Mungkin Hilang ku menjadi pesan hidup, ku. Mungkin itulah potongan mungkin menjadi aku, mungkin

PAKAIAN DI DALAM LEMARI KELUAR SATU PERSATU DENGAN MENUNJUKAN KEEGOAN MASING-MASING, TAK INGIN MENYATU. BAJU, CELANA PENDEK, KEMEJA, JEANS, JAS HINGGA PAKAIAN DALAM

MEREKA SALING MENGEJEK, SALING MENTERTAWAKAN, TANPA PEDULI PERASAAN, MENYERANG DAN MENYAKITI YANG DIANGGAP PALING JELEK

Kemeja : Wah kamu takkan lengkap tanpa aku

Jeans : Apakah kamu lengkap dengan hanya seperti itu, lihat dibawah mu terbuka. Hanya bercelana pendek, bulu kaki udah mirip hutan belantara

Celana : (Datang tiba-tiba) Ada yang menyebut-nyebut nama saya?

Jeans : Dia memakai kamu, tidak cocok lah, tidak sopan, tidak berbudaya. Saya yang lebih cocok, lebih pantas, lebih sopan

Kemeja : Kesopanan, budaya,? Kau sendiri itu dada dipamerin, itu ketiak rimbun juga. Jangan merasa paling benar, apalagi pembenaran. Semua tergantung kaca mata yang menilai

Celana : Mungkin dia dari kamar kecil, wajar saja memakai saya

Jeans : Nah kau (Menunjuk celana pendek) apa-apaan ini

Celana : Kok engkau malah menyerang saya,? Kita ini sama-sama celana, bedanya kamu Panjang saya pendek, urusan bahan saya juga ada yang seperti kamu

Kemeja : Duhh, ada aroma-aroma persekongkolan nih, Koaliasi sesama celana, merasa sama fungsinya, barisan sakit hati, atau telah menyatukan diri sebagai sesama paling benar

Jeans : (bernada keras) Hati-hati kalau bicara bung, sembarangan dan seakan kau paling pintar.

Kemeja : (tersenyum) tadi bahas kesopanan, budaya. Barusan apakah anda menunjukan sikap itu, dimana etikanya? tak perlu menutupi kelemahan mu dengan ego agar mendapat pengakuan. Anda bukan hidup di setiap waktu, di setiap tempat, di setiap sudut-sudut kehidupan.

Jeans : Lantas?

Kemeja : Kalau seperti itu, artinya anda jangan merasa paling menguasai semua hal. Setiap kita punya ruang berbeda, lalu merasa memahami semua ruang? Oh tidak, anda salah besar

(Jas melintas dengan penuh kesombongan)

Jas : Apa ini ribut-ribut? Diskusi kaum miskin ya?

(Kemeja dan Jeans, menjadi tertawa melihat Jas)

Jas : Kenapa kalian tertawa, saya paling mahal, paling mewah, paling berkelas

Kemeja : Nanti dulu, berkelas kalau pada tempatnya, ya di Gedung-gedung besar, pertemuan besar, pernikahan dan sebagainya. Tapi kalau ke sawah pakai kamu sambil mencangkul tetap saja aneh, apa kata dunia? (tertawa)

Jas : Itu pemikiran yang terlalu sempit….

Jeans : Waspada dengan bicara mu bung

Jas : Kenapa? Saya tadi mendengar kau menyebut kesopanan, budaya. Saya Terhormat, sopan, benar dan saya adalah budaya di tempat asal ku, bahkan penggunaan populer di abad 16-17. Hanya kaum bangsawan yang bisa mengakses dan mengenakan aku

Kemeja : Dari mana letak budayanya? Kemunculan jas berawal di tempat asal mu yaitu negara-negara Eropa. Orang Eropa mengenakan jas untuk keperluan melindungi tubuh dari udara dingin

Jas : Engkau harus paham, Budaya merupakan cara hidup yang berkembang serta dimiliki bersama oleh kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari berbagai unsur yang rumit, termasuk sistem agama, politik, adat istiadat, perkakas, bahasa, bangunan, pakaian, serta karya seni.

Jeans : ya….tapi tidak hanya seperti ini, kamu juga kolot (bernada keras)

Jas : (tersenyum) ini yang harus dibenarkan etikanya, Linton menyebut Budaya adalah keseluruhan sikap dan pola perilaku serta pengetahuan yang merupakan suatu kebiasaan yang diwariskan dan dimiliki oleh suatu anggota masyarakat tertentu. Apakah berkata keras, kebiasaan yang diwariskan pada mu?

Kemeja : Apa bedanya dengan sikap sombong mu?

Jas : namun……(suara dari dalam lemari)

KEMEJA, JEANS, JAS DAN CELANA BERGEGAS MENGHENTIKAN PEMBICARAAN MEREKA DAN PERGI

Levon : (Sambil membuka tutup pintu lemari) “Apa ini cara mengobati kebosanan, hanya bergumul dengan satu benda tua, sudah aku bilang jual saja sekaligus rumah ini, Biar nanti beli rumah yang baru dengan peralatan baru, serba baru. (Marah) Aku bosan, bosan, bosan…(Terdiam sejenak) mempertahankan yang tidak layak, itu sama saja membuat perangkap bagi diri sendiri, lama-lama aku sakit jiwa!” (suara siaran radio)

Radio : Berita terkini, warga dihebohkan dengan adanya penemuan dua mayat didalam lemari pada sebuah rumah yang berada dipinggiran kota, otoritas setempat melaporkan dari hasil identifikasi awal, mayat berjenis kelamin laki-laki tersebut telah meninggal selama tiga hari, sementara tidak ditemukan luka ataupun kekerasan secara fisik. Adapun….(Levon bergegas mematikan radio)

Levon : (gelisah) “Jika tidak ada kekerasan fisik lantas mengapa bisa kehilangan nyawa,? (berpikir) mungkin dia kehabisan nafas, lah…mengapa sampai di dalam lemari, bukankah oksigen ada juga diluar lemari, apa mungkin dibunuh terlebih dahulu,? atau dia bermain-main di dalam lemari lalu tertidur dan tidak bangun-bangun lagi (bingung dan bertanya-tanya) jadi aku bisa juga kehilangan nyawa, kalau bermain-main di dalam lemari,? Oh ya informasi tadi belum aku dengarkan keseluruhan” (kembali menyalakan radio)

Radio : (Musik)

Levon : “Heh…mana berita terkini tadi,?” (Mencari-cari frekuensi siaran) Kau jangan main-main dengan aku, aku ini diberi nama Levon oleh orang tua ku dalam bahasa Armenia, atau Leon yang berarti Singa (Menunjuk-nunjuk radio) itu artinya kalau aku sudah marah, maka bagai singa. Aku ini adalah Raja, jangan coba-coba membantah apalagi mempermainkan singa, (Membentak radio) apa kau paham,?”

(Terdiam dan menghela nafas, seperti mengingat sesuatu)

Mengapa nama ku diambil dari bahasa Armenia,? negara Eropa-Asia yang wilayah daratnya terjepit oleh negara lain. Negara ini berbatasan dengan Turki di sebelah barat, Georgia di sebelah utara, Azerbaijan disebelah timur, dan Iran sebelah selatan. Kapan pula orang tua ku melancong kesana,? Warisan saja cuma gubuk ini, lemari dan radio.

(Kepada lemari dan Radio) “ehh…kenapa kalian tersenyum, senang kalian ya,? Mengejek aku kalian, kalau bukan karena pesan ibu bapak, sudah lama aku buang kalian ke tempat rongsokan, dijual pun tak ada lagi harganya kalian.

(Rian datang dan terheran-heran, melihat kelakuan Levon)

Rian : Sudah Gila!

Levon : (tersenyum) Ada apa tuan Raja yang rupawan dan bersih,?

Rian : Apa maksud mu,?

Levon : Benar bukan,? Nama mu Rian itu berarti Raja atau dalam bahasa lainnya berarti rupawan dan bersih. Sementara kakak tertua kita bernama Mahesa artinya pemimpin hebat, orang tua kita menitipkan do’a agar dia mampu menjadi pengambil keputusan terbaik. Aku berarti Singa, Nah..Pemimpin hebat, Singa dan Rupawan, itulah kita bertiga.

Rian : Engkau berusaha menutupi kegilaan mu, Levon

Levon : Aku mengatakan yang sebenarnya

Rian : ya benar-benar gila

Levon : Aku sudah membaca berbagai referensi dan banyak buku, terkait arti nama mu, Rian

Rian : (Menuju lemari) Buku apa, dimana,? Isi lemari ini hanyalah debu dan aroma tubuh mu, tidak ada buku disini. Engkau memang sudah gila kerasukan lemari usang ini!

Levon : Itu yang kalian inginkan

Rian : Apa maksud mu,? Menginginkan engkau menjadi gila. Tidak mungkin, itu tuduhan kejam kepada saudara mu sendiri, aku ini saudara kandung mu, kita satu orang tua. Tidak akan sejahat itu aku berpikir

Levon : (tersenyum) aku bukan menuduh seperti itu, tetapi tetap adanya lemari ini, di ruangan ini adalah keinginan kau dan Mahesa, bukan,? Dari dulu setelah orang tua kita tiada, aku minta jual lah rumah ini beserta isinya. Kalian Menolak

Rian : Bukan menolak

Levon : (tertawa) lantas apa,? Menunda

Rian : Tidak begitu

Levon : (tertawa) menunggu,?

Rian : Apa yang ditunggu,?

Levon : Sampai aku menggila lalu mati didalam lemari karena dihantui kebosanan, kalian bisa puas berdua menguasainya dan berbagi hasil penjualan tanpa harus dibagi tiga. Begitu bukan,? (tertawa lebih besar)

Rian : Sungguh tidak sejahat itu, kita hanya bertiga. Kita saling berbagi dan menguatkan, kita tidak boleh terpecah hanya karena harta peninggalan ini.

Levon : Apalagi yang harus dipertimbangkan, kita jual rumah ini kemudian kita beli yang baru, lebih bagus, lebih baik artinya warisan tetap terjaga.

Rian : Ada hal lain yang engkau tidak mengerti Levon

Levon : Apa susahnya menjelaskan pada ku, menerangkan semuanya,? Kalian berdua terlalu banyak rahasia, merahasiakan yang menurut ku juga harusnya aku ketahui.

(Radio berbunyi, tembang lawas kesukaan orang tua mereka)

(Levon dan Rian terdiam)

Levon : (kepada rian) Lihat, ada saja misteri di rumah ini. Setiap kita membahas akan menjual rumah, radio itu dengan sendirinya berbunyi, selalu lagu lama kesukaan orang tua kita.

Rian : (masih tetap terdiam)

Levon : (kepada rian) Engkau takut,? Sudahlah mungkin itu kebetulan saja, tadi aku lupa mengecilkan volumenya, saat mencari siaran berita terkini, kemudian hilang suaranya. Mungkin disana listriknya padam, sekarang baru menyala jadi seolah-olah radio ini menyala sendiri.

Rian : Aneh

Levon : Apanya yang aneh

Rian : Engkau sendiri yang mengatakan ada saja misteri di rumah ini. Setiap kita membahas akan menjual rumah, radio itu dengan sendirinya berbunyi, selalu suara lagu lama kesukaan orang tua kita.

Levon : Aku hanya bercanda (tersenyum)

Rian : Inilah bukti, jika mereka tidak merestui

Levon : Mereka siapa,? Merestui apa,?

Rian : Orang Tua kita

Levon : Merestui apa,?

Rian : Menjual rumah ini (tersadarkan) Oh tidak, bukan itu, maksud ku…

Levon : Jadi itu sebabnya kalian bersikeras tidak mau menjual rumah ini

Rian : Tidak pernah orang tua kita berpesan seperti itu

Levon : Sudahlah, engkau telah mengucapkannya tadi

Rian : Ucapan yang mana,?

Levon : Jangan membantah lagi tuan, dasar gila

Rian : Siapa yang gila,?

Levon : ya kamu, aku benar-benar akan menjadi gila berhadapan dengan kegilaan kata-kata mu (Meninggalkan Rian)

Aku ingin menyapa angkasa, berterbangan bagai kunang-kunang, kecil, penuh kerlipan cahaya

Congkak aku akan benar ku. Angkuh aku akan daya ku, Namun Kasih-MU lahirkan aku dalam pesona maha besar-MU, Tuhan. Aku ingin menyapa angkasa, Melayang bagai burung, kepak sayap kibaskan angin bertiup, Menengadah dalam jeritan gundah, menggerutu dalam kata tak bertepi. Namun, Sayang-MU lahirkan aku dalam pesona maha besar-MU, Tuhan

Dalam renungan kisah dibalik kesunyian, dekap aku di pesona Maha besar-MU, Tuhan. Aku ingin menyapa angkasa, lantunkan senandung langit-langit

 

(Rian berdiri di depan Lemari dan Memperhatikannya)

Rian : Haruskah aku ceritakan semuanya, akankah aku biarkan saja menjadi rahasia sampai kapan pun,? Namun seberapa lama aku bertahan agar rumah ini tetap tidak di jual (terdiam)

(Kemeja, Jeans, Jas dan Celana tergesa-gesa keluar dari Lemari)

Celana : Hampir saja, kita terlihat

Jas : Sampai dimana tadi pembicaraan kita,?

Celana : Sudahlah, apalagi yang harus diperdebatkan? Kita ini semua budaya di tempat asal kita, tapi akan asing di tempat lain. Kita harus berbaur, sehingga kita akan terlihat lebih menarik di masa robot dan lahirnya generasi kini.

Kemeja : Tapi bukan berarti kita menghancurkan satu sama lainnya

Celana : Tidak ada yang menghancurkan, ayolah buka sedikit kejernihan pikiran dan hati kalian. Kita ada posisinya sendiri, tugas kita berjuang mendapat tempat bagi generasi kini.

Jeans : (menunjuk Jas) Kau terlalu sombong! dengan membawa-bawa budaya, merasa lebih pintar, kau bukan budaya disini, kami punya sendiri

Kemeja : Saya sependapat dengan Jeans

Jas : Apa bedanya dengan kalian,? Apakah kalian tau bahwa awalnya kulit binatang dan kulit pepohonan sebagai bahan pakaian? Kalian juga bukan.

Celana : Sudah sudah, Pak presiden kita dari yang pertama hingga saat ini semua fotonya terpajang di dinding perkantoran, sekolah dan lainnya itu pakai Jas? Akan kita sebut apa? Kita harus bisa melek terhadap kemajuan zaman. Budaya sendiri kita jaga dengan baik, kita rawat, kita lestarikan dan wariskan dengan cara-cara yang berbudaya. Coba kalian disatukan, saya rasa akan terlihat lebih gagah dan itu akan memiliki nilai spesial bagi yang melihatnya.

MENDENGAR SARAN TERSEBUT MAKA KEMEJA, JAS DAN JEANS MASUK KE DALAM LEMARI DIIKUTI CELANA

(Mahesa datang sambil membawa cangkul)

Mahesa : (kepada rian) mengapa kau tatap lemari itu,?

Rian : Aku bingung menjelaskan pada Levon, tentang alasan kita tidak menyetujui jika rumah ini dijual

Mahesa : Bukan rumah ini, sebenarnya adalah lemari ini karena pesan orang tua kita, jangan pernah memindahkan lemari ini dari tempatnya. Jika rumah ini dijual maka pemiliknya bisa saja memindahkan bahkan membuang lemari ini.

Rian : Aku paham Mahesa, disini engkau anak tertua. Engkau bernama Mahesa artinya pemimpin hebat, orang tua kita menitipkan do’a agar engkau mampu menjadi pengambil keputusan terbaik.

Mahesa : Sejak kapan engkau menjadi lebih pintar, bisa memaknai nama ku

Rian : Itu kata Levon

Mahesa : Oh kemana dia,?

Rian : Aku tidak tau, dia pergi setelah kami sedikit berdebat mengapa rumah ini tidak di jual.

Mahesa : Aku ada solusi, tadi dipasar terpikir sesuatu maka aku membeli cangkul ini, bagaimana kalau kita buat saja lobang dibawah lemari, kita kuburkan lemari. Dengan begitu lemari tetap diposisinya tanpa berpindah. Akhirnya rumah ini bisa kita jual, wasiat orang tua tidak terabaikan.

Rian : Itu ide bagus, namun kalau Levon bertanya kemana lemari ini, kita menjawab apa,?

Mahesa : Harus tetap kita rahasiakan, kalau kita ceritakan, maka akan timbul pertanyaan, ada apa dengan lemari ini,?

Rian : Kamu benar, kapan kita menggali lobang,?

Mahesa : Saat akhir pekan nanti, ketika Levon pergi bersama teman-temannya ke Pantai

Rian : (menggangguk)

(Tiba-tiba Levon datang)

Rian : Levon,?

Mahesa : (hanya melihat diam)

Levon : (melihat mahesa memegang cangkul) mau berkebun kau, mahesa,? Di dalam rumah ini,? Atau di dalam lemari,?

Mahesa : Ini untuk memperbaiki saluran limbah di belakang

Levon : Tidak ada masalah dengan saluran, apa yang mau dicangkul,? Kalaupun tersumbat biarkan saja, mungkin dengan begitu kalian berubah pikiran dan mau menjual rumah ini

Mahesa : Tidak, kita tidak boleh menjualnya. Sudah beberapa kali aku mengatakan, jangan lagi membahas akan menjual rumah ini

Levon : Apa kita akan terus berada di rumah dengan seonggok lemari dan satu radio tua itu,?

Mahesa : (marah) Apapun yang terjadi, runtuh pun langit ke bumi lemari itu tetap disitu. Tidak boleh ada yang memindahkan dari tempatnya!

Levon : Jadi ini sebab utamanya, lemari…ya lemari, bukan kalian tidak mau menjual rumah, namun lemari. Mengapa Mahesa,?

Mahesa : (kebingungan) Bukan itu….(menggumam, melihat Rian)

Levon : Kalian tidak menganggap aku saudara, kalian tidak menganggap aku ada, kalian menipu aku dengan berpura-pura peduli, kalian ini siapa sebenarnya,?

Mahesa : Kamu salah mengerti Levon, tidak seperti itu namun kami harus menjalankan wasiat orang tua kita

Levon : Wasiat untuk tidak menjual lemari ini,? Ada apa dengan lemari ini. Kalian membuat aku merasa asing di rumah sendiri, merasa tamu di rumah ku sendiri, merasa orang lain diantara saudara ku sendiri. Apa yang kalian sembunyikan,? (bersuara keras) Jual saja rumah, lemari ini, radio ini!

JEANS, KEMEJA, JAS DAN DASI MENYATU HADIR BERSAMA CELANA

Celana : Bagaimana, benar kata ku? Kalian terlihat gagah saat menyatu, saling menguatkan, saling melengkapi. Kita hidup berdampingan dan beriring jalan.

Lengkap : Kau benar, kami tidak perlu saling menghancurkan, merawat kesombongan, mencari pembenaran dengan cara mengedepankan ego demi pengakuan

Celana : Dan tak perlu marah-marah (tertawa) lihat kalian saja masih butuh dasi agar benar-benar komplit. Bahkan kita tak bisa melupakan celana dalam juga kutang pada perempuan, walaupun tak terlihat tapi ingat perannya juga sangat besar. Tidak ada artinya kita tanpa yang lain, tidak ada yang bisa tunggal kecuali Tuhan.

Lengkap : Kini saya paham, kita memiliki peran berbeda meskipun berada dalam lemari yang sama, derajat kita berbeda disusunannya. Kalaupun harga celana dalam ada yang lebih mahal dari Jeans, baju, kemeja tetap saja tidak menempatkannya di rak tertinggi.

Celana : Ya, lemari ini pemisah antara si jelek dan si bagus, si pintar dan si bodoh. Pakaian terhormat akan berbeda letak susunannya dengan celana dalam mu, walaupun masih dalam satu lemari. Mengapa seperti itu? karena pengakuan. Intinya jangan melupakan pakaian lama dan hanya mementingkan pakaian baru begitupun sebaliknya, biar kita tidak terjebak pada pemikiran-pemikiran usang. Bukankah kita sendiri yang mengisi lemari itu,? atau mau mencampakkan dengan begitu saja, padahal sebelumnya kita nikmati. Kita berikan tempat dan telah mengambil hatinya, kemudian kita biarkan begitu saja. Sekarang saatnya kita kembali pada susunan di lemari itu.

Lengkap : Tidak, tidak saya sudah enggan masuk kesana. Karena akan Kembali dipisahkan, berada disusunan yang berbeda, mengapa di rak berlainan padahal derajat kita sama?

Celana : Tidak ada yang berbeda, hanya saja kita memiliki peran masing-masing. Susunan itu sesuai perannya, bukan pemisahan, bukan mengecilkan apalagi mengucilkan.

Dalaman: Ada yang menyebut-nyebut nama saya?

Celana : Oh ya, itu saya

Dalaman: Kenapa dengan saya, ada yang salah kah?

Lengkap : (seolah mencium aroma kurang sedap)

Dalaman: Kenapa?

Lengkap : Saya kira aroma dari mana, rupanya dari kamu, bau apek

Dalaman: Iya bau, tapi aku menutupi paling sensitif di tubuh kalian. Sekarang kau mengejek ku karena bau, kalian tampak di luar, di puji, sementara aku harus bertugas dengan keras menjaga anu mu biar tak terlihat, biar tak berdebu, biar tak salah parkir. Mending ketemu yang wangi, kadang asem, jarang mandi, berkeringat dan habis buang air kecil masih bersisa.

Lengkap : (tertawa) lah itu memang tugas mu, kenapa mengeluh

Dalaman: Mengeluh? Saya tidak mengeluh. Terpenting saya tak gila pujian seperti kalian, sombong, membanggakan diri sendiri, merasa paling berjuang. Duh, apa kabar saya? Tak kenal Lelah, mesti terus bertugas bahkan ketika kalian tidur. Jadi jangan merasa udah paling hebat engkau.

Celana : sudah, sudah…..

Dalaman: Tunggu, saat tidak bertugas pun mendapat perlakuan berbeda. Diletakkan pada rak berbeda kadang paling bawah, kami dipakai setiap saat kalian hanya disituasi tertentu. Padahal kelemahan kalian itu ada peran kami menutupinya. Kami diajarkan fleksibel serta lebih toleran terhadap perubahan, tidak seperti kalian skeptis dan individualis. Kalian bisa menjadi besar, hebat, ada sumbangsih kami. Kini dengan bangganya kalian merasa paling hebat, kalian ini sebenarnya mengingatkan atau punya misi menghancurkan?

Lengkap : jaga bicara mu (membentak)

Dalaman: Ini yang katanya hebat, sopan, berbudaya? Tapi etika Nol besar, rasa menghargai dangkal, rasa saling menghormati tipis. Ingat mengajar dan menghajar itu memiliki perbedaan. Kalian terlalu sibuk menuntut hak untuk diakui tapi lupa dengan kewajiban kalian untuk menghargai hak yang lain.

Celana : sudahlah, kita semua punya peran masing-masing, kita jangan memaksakan kehendak, tidak ada artinya kita tanpa yang lain. Kita harus saling menghargai, saling bahu membahu, saling asah asih dan asuh. Yang menilai di luar kita, kalau menilai sendiri itu Onani (terdengar suara musik, bergegas memasuki lemari)

RADIO BERBUNYI, TEMBANG LAWAS KESUKAAN ORANG TUA LEVON

Coba Tengok Mimpi ku, Senyum pilu iringi kata itu. Terdengar ceria, namun itu Ku tembus langit, Ku hempaskan sakitnya tuk katakan. Tak terhapus satu cerita melayang, Tak hilang kenangan terbayang, Ku basuh luka, Ku genggam keras hati tuk membuang

Coba tengok, Sejuk Embun memeluk erat, Sekuntum bunga merekah sapa sang mentari, Suara burung berkicau memetik alunan angin. Mimpi ku, Kau disana

Coba kau lihat purnama, ingatlah akan sinarnya yang lembut atau pernahkah terpikir berbaring diantara bunga yang wangi. Coba lah berpikir “Aku rindu rona senyum indah walau aku berada dalam ketiadaan” hanya kata hati berjelaga menerawang bagaikan aroma mewangi, menusuk kedalam pori-pori rasa seluruh jiwa ku nan kosong

Andai saja aku adalah penyusun waktu, Maka aku akan menuai kesenangan paling egois di dunia ini, Menunjuk bintang berkelip di langit impian, Aku sendiri tidak pernah bosan mencari setitik warna dikubangan hitam nan kelam

 

(Rian dan Mahesa hening)

Levon : Lagi, dan lagi setiap kita membahas akan menjual rumah, radio itu dengan sendirinya berbunyi, selalu lagu lama kesukaan orang tua kita.

(Rian dan mahesa, tetap diam sambil melihat kearah radio)

Levon : (mematikan radio) sudah lah, aku ingin pergi berlibur akhir pekan. Apa yang sebenarnya, wasiat macam apa yang disampaikan orang tua kita, sehingga kalian pertahankan lemari ini,? Hanya benda untuk penyimpanan, Ruang, Tempat, Sekat, Pintu, Kunci, Gantungan, Baut, Alas, Pelapis, Cat, Engsel. Tidak ada yang istimewa, terbuat dari kayu bahkan sudah rongsok. (kepada rian dan mahesa) Coba lihat, makhluk saja tidak ada hidup disini,?

Rian : Bagaimana kalau lemari ini kita gunakan, masukkan Ikan-ikan kecil dalam satu wadah yang kita letakkan di setiap rak dalam lemari ini. Mungkin bisa bermanfaat dan lebih hidup juga menyejukkan mata saat membuka pintu lemari

Levon : (tertawa) dimana bagusnya,? Biarkan dia hidup bebas dilautan lepas. Tidak seperti kita hanya melihat lemari dan radio ini setiap waktu

Rian : Sampah membuat mereka tidak nyaman dilautan, lebih baik berada di Akuarium. Apa engkau tidak mengetahui, tangan-tangan egois dan perilaku buruk manusia yang membuang sampah sembarangan, yang pada akhirnya berujung di lautan.

Levon : Itu bukan urusan kita!

Rian : Kita ini sesama makhluk hidup harus saling menjaga, Lautan penuh dengan sampah, penuh plastik itu bisa membunuh hewan laut. Ah Sudahlah, perlu engkau ketahui sebagai makhluk yang berakal, sebaiknya kita belajar dari kehidupan hewan yang hidup di dalam air yaitu ikan. Hewan tersebut selalu berenang ke arah depan apapun kondisi yang dialaminya dan tidak pernah berenang mundur meskipun ada hal yang membuat dia untuk mundur. Seperti itulah yang harus kita contoh dalam meraih kesuksesan yang kita impikan. Jangan pernah mundur dalam hidup apapun yang terjadi.

Levon : ya seperti itulah kalian tidak pernah berubah pikiran, walaupun aku memaksa untuk menjual rumah ini,?

Rian : Bukan begitu, Mahesa ayo jelaskan pada Levon

Mahesa : Ada benarnya kata rian

Levon : Sudahlah, lemari bukan untuk menyimpan Makhluk hidup. Lemari hanyalah tempat menyimpan rahasia dan pada akhirnya hilang, kalian bahkan belum pernah membuka pintu lemari itu,?

Mahesa : Lemari menyimpan kehormatan seseorang, menyimpan jubah-jubah kebesaran seseorang, lemari penjaga terbaik…

Levon : Lemari juga pemisah antara si jelek dan si bagus, si pintar dan si bodoh, karena pakaian terhormat akan berbeda letak susunannya dengan celana dalam mu, walaupun masih dalam satu lemari. Sama seperti kita, kalian memiliki rahasia yang tidak aku ketahui. Aku merasa berada di rak berbeda di dalam lemari kita (mengingat sesuatu) Oh jadi itu sebabnya lemari ini dipertahankan, biar menjadi simbol perbedaan aku dan kalian.

Mahesa : Engkau berpikir terlalu jauh Levon

(Levon tidak menjawab dan berlalu pergi)

Rian : Apa yang harus kita lakukan, kalau seperti ini terus, lama-lama akan terbongkar rahasia besar kita, rahasia yang tidak mungkin kita ceritakan pada Levon

Mahesa : Sssssstttttt, nanti didengar Levon, apa kau sudah gila

Rian : (Bergegas menuju pintu belakang) Dia sudah pergi, berlibur katanya tadi, berlibur dalam khayalan seakan di pantai, padahal terduduk, tertawa sendiri, seolah sedang bersama teman-temannya. Semua hanya dalam imajinasi diantara pepohonan dan semak belukar. Benar kata wasiat orang tua nya kalau dia tidak waras…

Mahesa : Lalu apa yang kita lakukan, apa engkau lupa kata-kata yang diucapkan oleh kedua orang tua kita

Rian : Kita,? Mereka orang tua Levon, bukan kita. Kita terpaksa mengatakan Levon saudara kita, jika tidak ingin dihantui dan menjadi gila seperti Levon. Kita terjebak di rumah tua ini, ini adalah neraka bagi kita.

Mahesa : Saat akan merampok, bukankah engkau yang mengajak masuk ke rumah ini,?

Rian : (marah) Aku tidak mengetahui kalau hanya ada lemari dan radio tua ini, entah apa yang menyebabkan sampai kita membunuh orang tua nya, dan mendengar pula kata-kata terakhirnya untuk tidak memindahkan juga membuka pintu lemari itu, Kini kita terjebak disini bersama seseorang yang gila

Mahesa : Jika kita pergi, kita akan menjadi gila seperti sumpah orang tua Levon

Rian : Kalau begini terus, sudah dua kali purnama disini, kita tetap saja akan menjadi gila.

Mahesa : Kita buang lemari ini, aku tidak peduli lagi dengan wasiat yang diucapkan dua orang yang sudah membusuk di dalam tanah.

Rian : (menggangguk)

RIAN DAN MAHESA BERGEGAS MENGIKAT LEMARI, LANTAS MENARIKNYA DAN MENGELUARKAN DARI DALAM RUMAH. KEDUANYA MENEMBUS HUTAN DAN GELAPNYA MALAM.

Satu titik cahaya menyapa dikeheningan tak bertuan dalam seringai alunan nada-nada sayatan, sesosok manusia menanti dalam gerak dan langkah tertatih seakan pilu untuk tergerak melangkah menuju titik cahaya.

Walaupun ku merangkak diantara dentang, namun luka menganga, semarak malam menikam. Entah siang menabur tuak rindu, entah fajar menulis embun tragedi.

Ku tuang garam di cawan nestapa hingga meruah, di altar pembaringan sang durga, yang menyeringai gelap, menerawang. Angkara bukan salah ku, luka menganga, goresan gurat yang tersentuh bencana.

Rasa menyatu dalam diri dan jiwa atas kebusukan-kebusukan yang selama ini menjadi pakaian hidupnya, sehingga ketakutan menggumpal, menyiksa batin berada diantara kesalahan diri dan menyalahkan orang lain.

 

(Rian dan Mahesa mulai kelelahan)

Rian : Apakah kau baik saja Mahesa

Mahesa : iya, kita terus bergerak dan lemari ini telah membuat hidup kita sengsara, marilah Rian teruskan berjalan, tarik lemari ini hingga jauh.

Rian : Aku lelah, mari kita beristirahat sejenak, kaki terasa kaku dan sungguh aku lelah

Mahesa : Baiklah, kita sudah lumayan jauh. Kita duduk saja di dalam lemari itu, biar bisa tidur menjelang siang hari. Mari kita buka mungkin saja ada harta kekayaan didalamnya.

RIAN DAN MAHESA TERTIDUR SETELAH MEMBUKA PINTU LEMARI, LEVON DATANG DAN KEBINGUNGAN MELIHAT RIAN BERSAMA MAHESA TERBARING  BERADA DI DEKAT PINTU LEMARI

Levon : Sekarang mereka sendiri yang bermain-main dan melanggar wasiat, kalian juga bosan rupanya seperti aku (membuka lemari pakaian dan lemari yang terlihat rian dan mahesa tertidur) Hanya lemari ini yang menjadi tempat melepas lelah ku, jadikan rak ikan kata mu Rian, jadikan tempat bersembunyi kata mu Mahesa (tertawa). Jadikan saja cerita kalian, kalian pikir aku gila dan tidak mengetahui rahasia yang coba ditutup rapat. Lalu kalian akhirnya ingin membuang lemari yang dianggap barang rongsokan, lemari ini telah bersama sejak aku lahir.

Tertidurlah disana seperti kalian membuat orang tua ku berada disana hingga akhir hayatnya akibat kebiadaban kalian. Kini kalian menjadi seonggok sampah seperti lemari itu, hanya aku yang mampu bertahan di dalam sana karena roh orang tua ku menjaga nafas ku, kalian tidak mungkin bisa bertahan atas aroma racun yang ada disana.

LEVON MEMBUKA LEMARI TERDAPAT IKAN DALAM SATU WADAH, LEVON MENGELUARKAN DAN MELETAKKAN DI DEPAN LEMARI. LEVON MELIHAT IKAN SAMBIL MENGINGAT KENANGAN MASA LALUNYA.

Aku ingin membenci diri ku sendiri, hati ku sendiri, mencintai di waktu dan tempat yang salah, aku cinta kamu, aku ingin bersama mu. Tapi impian yang mustahil, takdir ku bukanlah kamu. Cuma kesunyian, jawaban atas ingin ku.

Angkara bukan ingin ku, luka duka goresan gurat, yang tersentuh liarnya cinta, ku tuang geram di kalbu hingga tidak seorangpun tau. Jangan bilang siapa-siapa, cukup antara kita saja.

Bukan kah kau juga merasakan hal yang sama, aku tau engkau sebenarnya tau, walau berkilah engkau hingga ujung jalan, detakan dan setiap tatapan mu menceritakan semua kehangatan itu. Aku hanya ingin berjalan menatap teduh, berpayung nyata ku. Aku hanya ingin melangkah terbentang alas, kelembutan rasa. Mungkin hanya kata, karena dirangkai dengan arti namun bisa juga kata, menuangkan murka dengan rangkaian.

Maaf kan aku atas rasa, tak kuasa aku membuangnya. Tak perlu engkau tertekan akan itu, biarkan saja aku menikmati keteduhan sinar mata mu, kelembutan senyuman mu bersama angan ku, aku genggam mimpi kosong, menyimpan sedalamnya sudut-sudut sunyi di lemari diri, lemari hari-hari ku, lemari yang akan terus ada selagi ku bernafas.

Terima kasih, meskipun sesaat aku begitu bahagia. Biarkan aku terus terpaku menyaksikan langit, penuh harap dan penantian yang tak bertepi atas semua mimpi.

LEVON KEMUDIAN MASUK KE DALAM LEMARI DAN MEMAINKAN PINTU LEMARI, TERDENGAR BERBUNYI YANG DIBUKA TUTUP BERULANG-ULANG KALI DIANTARA SUARA RADIO

Levon : (berguman) Engkau Lemari mimpi ku, lemari duka ku. Aku salah karena berusaha menyentuh hati mu, aku salah telah mengecup rasa dan bermimpi memeluk mu. Istirahatlah lemari ku, hati ku.

 

(Black Out)

(TAMAT)

 

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

75 − 68 =