J E M U R A N
23 min readKarya Hendry Nursal
Pemeran:
Julita: Pemarah, Sombong dan Pengadu Domba
Pria: Suami Julita, Ego, Emosional dan Mau Menang Sendiri
Yana: Penyabar, mengayomi dan suka menasehati
Dewita: Ceria, periang, suka bercanda
Sartini: Mudah tersinggung, sedang menyimpan beban yang berat
Lina : Anak Sartini, Masih lajang, Pendiam dan Pemalu
Tante: Keras, mudah terpancing emosional
FADE IN
MATAHARI BERSINAR TERANG, SUARA BURUNG TERDENGAR BERSAUT-SAUTAN. TERLIHAT SEORANG PEREMPUAN BERDASTER SEDANG MENJEMUR PAKAIAN DI BAGIAN BELAKANG RUMAH KONTRAKAN. SEMBARI MENIKMATI CERAHNYA HARI DAN MENJEMUR PAKAIAN DIA MELANTUNKAN LAGU KESUKAANNYA
Dewita : (bernyanyi)
(berlagak menjadi seorang penyair) Cuaca cerah secerah hati ku, matahari bersinar terang seterang cinta ku pada mu. Lautan akan ku daki, kenapa berdaki? digosoklah pakai sabun biar bersih. Lautan ku seberangi, kalau ada perahu atau kapal? Kalau tanpa perahu atau kapal namanya berenang. Diganti aja lautan akan kurenangi, ya kalau tidak ada Hiu. Kok jadi ngelantur? (tertawa) Padahal sedang membahas cerahnya langit saat ini, jadi semakin semangat untuk mencuci. Cuaca terkadang begitu cepat berubah. Kalau Matahari bersinar terang, pakaian cepat kering, kepala tidak jadi pusing (kembali bernyanyi).
Lina : (menjemur satu pakaian tanpa berbicara)
Dewita : (terkejut) Hei Lina, kamu seperti Hantu saja. Tanpa suara menjemur pakaian, udah mirip dia yang selalu menghantui hati ku. Hei Lina, lina…..
Lina : (tanpa menjawab dan menoleh)
Dewita : Dasar anak Sartini (sambil melihat Lina kembali masuk ke dalam rumah) Anak gadis kok gitu, harus bersemangat, biar jodoh tidak tersangkut di pohon mangga. Kalau mantan yang jahat sekalian ditanam bersama pohon mangga! Ehh apa hubungannya ya? Kalau ada 10 tetangga seperti Lina, dan hanya aku yang ceria, ramai, cerewet, apa jadinya? wah udah mirip rumah bedeng di hutan rimba, dan aku seperti tarzan. Auuuoooooooooooo……………..
Julita : (tanpa menoleh Dewita, dengan berkostum sedikit seksi membawa baskom besar berisi pakaian basah yang akan dijemur)
Dewita : Hai, kayaknya kamu tetangga baru ya? Aku baru melihat kamu, kemarin aku hanya melihat dari jendela saat kamu pindahan. Hai aku Dewita (mengulurkan tangan)
Julita : (dengan pandangan sinis) Kamu siapa?
Dewita : Dewita, tadi aku sudah memperkenalkan diri. Nama ku Dewita, (Mengeja) De (De) Wi (Wi) Ta (Ta) Dewita
Julita : Aku bukan anak kecil yang baru belajar membaca
Dewita : Aku juga tau kalau kamu bukan anak kecil bahkan sudah bisa bikin anak kecil! Tadi aku udah memperkenalkan nama, kamu malah bertanya lagi aku siapa?
Julita : Iya, kamu siapa? Nanya-nanya saya terus memperkenalkan nama
Dewita : (sambil tersenyum) Jangan begitu, kita ini bertetangga (membayangkan sesuatu) Kita minimal harus saling kenal, saling menyapa, saling akrab bahkan saling mengingatkan.
Julita : (langsung pergi)
Dewita : Nah, dia malah menghilang. Dasar kurang sopan, kurang santun, etikanya dimana sebagai tetangga
Yana : (membawa baskom berisi pakaian) Kenapa berbicara sendiri, ada apa?
Dewita : Itu tadi ada tetangga baru menyebalkan, aku menyapa juga memperkenalkan nama tapi dia kasar dan sombong. Mana pakaiannya sedikit terbuka, dia pikir disini rumah sendiri? Jemuran kita dalam satu hamparan yang sama, pakaian kalau seperti tadi banyak mata, para suami bisa berpikir kotor.
Yana : Itu tergantung otak suami kalian, mungkin dia lagi menyesuaikan (meletakkan baskom di dekat jemuran). Baru juga tiga hari menempati rumah sebelah. Nanti bakal berubah kalau sudah memahami kondisi disini. Sudahlah, mungkin dia sedang ada masalah. Kita harus berpikir positif.
Dewita : Apa? (terkejut mendengar Yana) kamu positif? Kok bisa, kan kamu janda!
Yana : Kamu itu coba dengarkan dengan baik, aku bilang kita harus berpikir positif bukan aku yang positif.
Dewita : oh iya, maaf-maaf. Ini kebawaan emosi jadi salah dengar aku.
Yana : Makanya, harus berpikir positif saja. Tidak boleh memelihara pikiran buruk sangka. Mungkin Julita lagi lelah habis pindahan rumah, berberes perabotan belum lagi anaknya ada lima masih kecil-kecil.
Dewita : Jadi namanya Julita? Kok kamu bisa kenal
Yana : Iya, saat pindahan saya sempat melihat di depan dan berbicara dengan dia
Dewita : Terus dia sopan? Lembut? Tidak kasar seperti yang tadi aku alami?
Yana : Dia menjawab, tersenyum. Walaupun tidak seperti kamu
Dewita : Emank aku seperti apa?
Yana : Kamu itu Ceria, periang, suka bercanda, bikin suasana jadi mencair, bikin seru (sambil berpikir) apa lagi ya? Bikin pusing juga terkadang
Dewita : (tertawa)
Yana : Udah kita bahas yang lain saja, Aku sambil menjemur pakaian ya
Dewita : Aku juga, karena belum selesai (terpikir sesuatu) Yana, tadi pagi-pagi aku ke pasar. Duh..pusing kabarnya dari obrolan dengan pedagang bahwa harga cabai, bawang merah, bawang putih, sayur-sayuran, ayam potong bahkan ikan juga bakal naik harganya. Jadi serba sulit, mana penghasilan suami segitu saja dari bulan per bulan. Belum lagi bayar kontrakan, listrik, dan banyak lagi.
Yana : Soal penghasilan? tidak boleh begitu, kita harus syukuri nikmat. Harus bersyukur atas apa yang di dapat, biar kecil asalkan halal. Suami mu sudah bekerja keras untuk menghidupi keluarga. Bagaimana dengan saya? Semua serba sendiri, hari ke hari cukup makan. Tapi saya patut bersyukur, banyak yang lebih susah dari saya. Kita harus melihat ke bawah jangan ke atas, sehingga kita dapat lebih bersyukur dan tidak hanya mengejar gengsi.
Dewita : Kalau melihat keatas terus bisa nabrak dinding, melihatnya kedepan itu lebih baik
Yana : Kamu kalau diingatkan yang baik, suka dijawab dengan candaan
Dewita : Benar kan?
Yana : Terserah kamu Markonah (sambil pergi)
Dewita : Iyalah Rapi’ah, nama ku Dewita bukan Markonah (kembali menjemur pakaian)
Tante : (tiba-tiba, menjemur pakaian bersebelahan dengan Jemuran Yana) Aku kesal sekali dengan Sartini, ada omongannya tidak enak aku dengar. Itu bisa menjadi cerita buruk kalau sampai menyebar ke banyak orang
Dewita : Pada kenapa ya..para penghuni kontrakan? hari ini aneh-aneh semua. Tadi Lina tanpa bicara seperti hantu, Yana datang mirip penceramah, itu juga tetangga baru ditegur malah jawaban kasar mirip mau makan orang, Ini tante tiba-tiba marah, ngoceh tak jelas ujung pangkalnya mirip kekasih yang pergi tanpa pesan.
Tante : Kesal aku dengan Sartini.
Dewita : Tanya saja langsung dengan orangnya, dari pada seperti ini malah menimbulkan masalah yang lebih besar.
Tante : Nanti kalau aku ngomong salah lagi, katanya aku marah. Padahal aku hanya bertanya
Dewita : Emank sudah ditanyakan?
Tante : Belum
Dewita : Terus mengapa sudah menyimpulkan? Lama-lama aku jadi pusing
Tante : (pergi meninggalkan Dewita)
Sartini : (datang, duduk di dekat Jemuran dan berdiam diri)
Dewita : (saat akan pergi melihat Sartini, terkejut sambil mengelus dada) Jantung jadi tidak sehat pagi ini
Sartini : Salah saya apa?
Dewita : Yang menyalahkan kamu siapa? Saya hanya terkejut, tiba-tiba ada kamu duduk disana
Sartini : Jadi Saya yang salah?
Dewita : Sudahlah aku jadi pusing, ada apa ini Ibu dan Anak jadi aneh. Sama anehnya dengan cuaca yang tidak menentu (saat akan pergi, kembali berbalik ke arah Sartini) itu Tante mencari mu. (teringat sesuatu) jangan-jangan pertanyaan mu tadi terkait Tante ya?
Sartini : Apa hubungannya?
Dewita : jadi begini, Tante saat menjemur pakaian menanyakan kamu. Iya aku tak tau, masalahanya. Cuma tadi kamu bertanya?
Sartini : Pertanyaan yang mana?
Dewita : (menarik napas yang dalam) tadi kamu bilang (menirukan Sartini) Salah saya apa?
Sartini : kapan aku menjemur pakaian?
Dewita : Ini Ibu dan Anak sama saja anehnya. Aku bilang Tante, tan…te… bukan kamu
Sartini : Aku tidak menanyakan Tante
Dewita : Apa hubungannya? (sambil pergi)
Sartini : (kembali melamun dan berdiam diri)
SARTINI BERKHAYAL DAN SEAKAN MENGINGAT SESUATU YANG JAUH, ENTAH APA YANG DIINGAT. TAK JUGA DIKETAHUI PERMASALAHAN APA YANG DIHADAPI SARTINI. BERIRING DENGAN SUARA GEMURUH DAN PETIR.
Akankah hidup berlari hanya untuk mengejar mimpi,
Akankah hidup terdiam? berharap keajaiban langit jatuh ke bumi tepat dipangkuan nyata.
Kemana aku menggapainya, haruskah aku menggengam bara api
Kemana aku meraihnya, haruskah aku bersimpuh dihamparan Salju
Mengapa langit selalu mendung bagi ku
Takdir diri ku tak mungkin menjadi takdir mereka
Takdir mereka tak juga mungkin menjadi takdir diri ku.
Tak lelah bermimpi, tak puas berdiam diri
SAAT SARTINI TERUS BERKHAYAL DENGAN SUASANA YANG AKAN TURUN HUJAN, LINA DATANG DAN MERUSAK LAMUNAN SARTINI
Lina : (tiba-tiba masuk, suasana berubah seketika)
Sartini : (menoleh ke arah Lina) kamu merusak lamunan ku!!
Lina : (mengambil jemuran, lalu pergi karena cuaca terlihat akan hujan)
Sartini : Orang bicara udah seperti tak waras kamu bikin Lina. Aku ini ibu mu, aku tau kamu bisa bicara juga mendengar. Malas sekali itu mulut menjawab pertanyaan!
SARTINI TIDAK DIPEDULIKAN OLEH LINA, SEMENTARA DEWITA, YANA, TANTE DAN JULITA BERGEGAS MENYELAMATKAN JEMURAN DARI HUJAN
Dewita : Hari mau hujan Sartini, bukannya membantu malah diam saja. Melamun, udah mirip patung kamu
Yana : Jangan begitu, coba tanya baik-baik
Dewita : Salah saya apa,?
Yana : Aku hanya mengingatkan
Dewita : Aku bukan bertanya ke kamu, tapi itu kata-kata Sartini tadi
Yana : Mungkin kamu menyinggung perasaannya, makanya dia bertanya begitu
Dewita : Apa hubungannya?
Yana : Kok balik nanya?
Dewita : Aku bukan bertanya ke kamu, tapi itu kata-kata Sartini tadi
Yana : (bingung)
SARTINI TETAP DIAM, KETIKA AKAN SELESAI DEWITA, YANA, TANTE DAN JULITA MEMBERESKAN JEMURAN. LANGIT KEMBALI CERAH DAN TIDAK ADA TURUN HUJAN
SEMENTARA TANTE DAN JULITA TIDAK MENJEMUR KEMBALI PAKAIANNYA, MEREKA MASUK KE RUMAH
Dewita : Tidak jadi hujan rupanya
Yana : Iya, sedikit lagi kering
Dewita : Kita jemur kembali saja (kembali menjemur pakaian). Cuaca akhir-akhir ini suka berubah-ubah, kadang panas, kadang hujan udah mirip Dispenser. Ketika sedang cerah mendadak mendung, ketika sedang terik-teriknya cahaya matahari tidak mendung langsung hujan. Lama-lama air hujan akan berasa kadang dingin kadang panas, jadi Meriang. Merindukan kasih sayang, eehh….
Yana : Nyindir aku ya kamu?
Dewita : Ihhhh kamu kebawa perasaan, aku lagi bahas cuaca yang tak menentu. Akibatnya kita bolak-balik menjemur pakaian, kamu malah tersinggung. Udah sekalian sana di jemur masalah dan perasaanmu.
Yana : itu merindukan kasih sayang, maksudnya apa? Kamu nyindir aku, karena aku janda
Dewita : Duhh, tadi katanya kita harus berbaik sangka, harus berpikir positif. Barusan kamu malah berburuk sangka pada ku
Yana : (berpikir) sudahlah, nanti ke buru hujan lagi (melanjutkan menjemur pakaian) Cuaca jadi begini karena adanya perubahan iklim, akibat kesalahan kita juga
Dewita : Sembarangan, aku hari-hari cuma di rumah, ke pasar, hanya masak, mencuci dan ini jemur pakaian. Dari mana ceritanya, aku juga ikut terlibat masalah iklim? Aku ini bukan artis
Yana : (geram) Bukan grup band, kamu bikin dongkol juga lama-lama
Dewita : Enak itu di sambal
Yana : Dongkol bukan Ikan Tongkol! Mau diberi paham atau tidak? (wajah serius yang akan marah) Kamu tadi yang memulai pembahasan cuaca.
Dewita : (hanya tersenyum) sabar, sabar (melihat kearah lain) sensitif sekali ini janda
Yana : Apa kata kamu!
Dewita : Iya, iya teruskan penjelasan iklim yang mengalami perubahan
Yana : Tolong dengarkan baik-baik. Jadi begini, Secara umum, perubahan iklim disebut sebagai fenomena pemanasan global. Penyebab perubahan iklim dan pemanasan global terdiri dari berbagai faktor yang berbeda serta menimbulkan dampak bagi kehidupan manusia.
Dewita : apa saja faktor yang menyebabkan perubahan iklim?
Yana : Referensi yang aku baca, ada beberapa faktor penyebab perubahan iklim, diantaranya: Efek gas rumah kaca, Pemanasan Global, Kerusakan lapisan ozon, Kerusakan fungsi hutan, Penggunaan Cloro Flour Carbon (CFC) yang tidak terkontrol, Gas buang industri.
Lina : (kembali menjemur pakaian, tanpa menoleh ke Dewita dan Yana)
Yana : Nantinya, dari perubahan iklim yang terjadi secara terus menerus juga menimbulkan dampak tersendiri bagi kehidupan masyarakat. Apa saja itu ? Curah hujan tinggi, Musim kemarau yang berkepanjangan, Peningkatan volume air akibat mencairnya es di kutub, Terjadinya bencana alam angin puting beliung, dan Berkurangnya sumber air. Itu hanya beberapa saja, masih banyak lagi akibatnya.
Dewita : Terus kamu mengatakan bahwa akibat kesalahan kita juga? Itu seperti apa
Yana : Meningkatnya emisi yang dilakukan oleh manusia, antara lain: pertama Pembakaran batu bara, minyak dan gas menghasilkan karbon dioksida dan dinitrogen oksida; kedua Menebang hutan (deforestasi). Pohon membantu mengatur iklim dengan menyerap karbon dioksida dari atmosfer. Jadi ketika mereka ditebang, efek menguntungkan itu hilang dan karbon yang tersimpan di pohon dilepaskan ke atmosfer, menambah efek rumah kaca; ketiga Meningkatnya jumlah peternakan. Sapi dan domba menghasilkan metana dalam jumlah besar saat mereka mencerna makanannya; keempat Pupuk yang mengandung nitrogen menghasilkan emisi nitro oksida; kelima Gas-gas berfluorinasi menghasilkan efek pemanasan yang sangat kuat
Dewita : Pusing juga ya…
Yana : Selain itu, perubahan iklim secara global dari Kendarakan Bermotor. Bensin termasuk dari bahan bakar fosil, pembuangan gas pada kendaraan bermotor juga mengandung banyak polusi gas kimia lainnya yang dapat menjadi penyebab perubahan iklim global. Hal ini tentunya menjadi salah satu penyebab terjadinya perubahan iklim yang tidak terbantahkan lagi.
Lalu Tempat Pembuangan Sampah, Saat membuang makanan dan sampah taman ke dalam tempat sampah, sampah-sampah tersebut akan dibawa dan terkubur di tempat-tempat pembuangan sampah. Saat sampah yang berada paling bawah mengalami pembusukan, terbentuklah gas methana. Bagaimana, mengerikan bukan? Itu semua berasal dari aktivitas manusia, kita yang menciptakan polusi udara, air dan tanah.
Dewita : Lama-lama kamu bisa jadi ahli cuaca karena memahami penyebab perubahan iklim (tertawa)
Yana : (kesal)
Dewita : Selamat anda telah memiliki profesi baru, sebagai peramal cuaca
Yana : Dewita (semakin marah)
Dewita : Jangan marah, terima kasih sudah memberi ku pengetahuan (sambil melempar sampah)
Yana : Itu salah satunya, sembarangan saja membuang sampah. Tadi aku sudah jelaskan, kamu ini! Membuang sampah sembarangan juga dapat menyebabkan banjir, karena aliran bisa tersumbat sementara curah hujan semakin meningkat, disisi lain pohon banyak ditebangi. Pencemarannya lingkungan tentu dapat menimbulkan berbagai penyakit bagi manusia.
Dewita : (mengambil kembali sampah plastik yang dibuangnya)
Yana : (meneruskan penjelasannya) Belum lagi sampah sejenis plastik yang pada akhirnya berlabuh di lautan, akibat limbah plastik di lautan telah membunuh 1 juta burung laut, 100 ribu mamalia laut, kura-kura laut, dan ikan-ikan dalam jumlah besar, tiap tahun. Lantas apa efeknya bagi manusia,?
Dalam jangka panjang, manusia juga akan terkena dampaknya karena Partikel-partikel sampah plastik itu beracun, lalu ditelan oleh ikan atau hewan laut. Kita manusia mengkonsumsi ikan atau hewan laut, maka racunnya berpindah
Dewita : (bergegas membuang kresek plastik ke tempat sampah)
Yana : Sudah paham kamu?
Dewita : (menggangguk, lalu melirik ke arah Sartini)
DEWITA MELIHAT KE ARAH SARTINI, YANG TIDAK MERESPON SEDIKITPUN PEMBICARAANNYA DENGAN YANA
Dewita : Kamu tanya itu Sartini, ada apa? (terus menjemur pakaian)
Yana : (menuju Sartini) kamu kenapa, ada masalah apa Sartini?
Sartini : (diam)
Yana : Cerita Sartini, kamu ada masalah apa?
Sartini : Saya salah apa?
Yana : Tidak, saya bukan menyalahkan kamu. Saya bertanya kamu kalau ada masalah cerita, jangan dipendam dan berdiam diri seperti ini
Sartini : Jadi saya yang salah?
Yana : Kenapa kamu yang bertanya? Aku ini bertanya Sartini bukan membuat pernyataan atau menjawab
Sartini : Apa hubungannya?
Yana : (bingung dan mendekat ke Dewita) Aku jadi bingung, padahal aku bertanya karena peduli, semoga saja bisa memberikan solusi. Keluarga terdekat itu sebenarnya tetangga, ada masalah apa ya Sartini? Ditanya malah balik bertanya
Dewita : Saya salah apa?
Yana : Kamu jangan ikut-ikutan
Dewita : Jadi saya yang salah?
Yana : Sudahlah, nanti Sartini dengar dan bisa tersinggung
Dewita : Apa hubungannya?
Yana : (Menatap Dewita dengan serius tanpa berkata-kata)
Dewita : (tertawa) Pusing? Bingung? Ya sama seperti aku tadi. Mikirkan harga pasar, belum lagi cuaca tak menentu udah sangat memusingkan (sambil meninggalkan Yana)
Yana : (kembali menuju Sartini) aku bertanya karena peduli, semoga saja bisa memberikan solusi.
Sartini : (hanya melihat diam)
Yana : Baiklah maaf jika aku mengganggu kamu (meninggalkan Sartini)
JULITA MELIHAT LANGIT CERAH, LALU MENGAMBIL PAKAIAN DAN MENJEMURNYA
Julita : Hai, aku tetangga kamu yang baru? Aku baru pindahan ke sebelah. Hai aku Julita (mengulurkan tangan)
Sartini : Kamu siapa?
Julita : Nama ku Julita, nama kamu siapa?
Sartini : Sartini
Julita : Berarti kamu yang bernama Sartini (sambil melihat-lihat situasi), tadi aku tanpa sengaja mendengar pembicaraan tetangga kita. Itu (berpikir) Tante, dia membicarakan kamu. Banyak sekali yang disampaikannya ke Dewita, kamu harus hati-hati. Sepertinya Tante itu jahat, bermuka dua, licik, pengadu domba dan punya sifat iri dengki.
Sartini : (hanya diam)
Julita : Yang sejenis itu, tidak usah terlalu dekat. Nanti…..
Yana : Sedang bicara apa kamu,?
Julita : (berpura-pura baik) Aku sedang mengajak Sartini bicara, dia terlihat ada masalah. (terburu-buru) Aku masuk dulu ya, sedang menanak nasi
Sartini : (meninggalkan Yana)
Dewita : Sedang melihat apa kamu kearah dapurnya Julita? Apakah ada perubahan cuaca disana?
Yana : Tadi kami sempat berbicara
Dewita : ohh…(teringat harga pasar) Yana barusan ada pemberitaan, harga cabai, bawang merah, bawang putih, sayur-sayuran, ayam potong bahkan ikan benar-benar naik harganya. Inilah akibat kalau salah memilih pemimpin!!
Yana : Maksudnya?
Dewita : Salah pilih pemimpin, kita jadi sengsara semua serba mahal
Yana : Kaitannya apa dengan harga-harga di pasar?
Dewita : Banyaklah, pasti terkait karena kalau kebijakan-kebijakan tidak tepat ya begini. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin sengsara
Yana : Pemimpin itu yang mana? Kan banyak. Ketua RT juga pemimpin, lagian kita sudah punya perwakilan sehingga mereka yang memikirkan bagaimana jalan keluarnya bersama pemerintah.
Dewita : Tapi mengapa semua harga mahal dipasaran?
Yana : Kamu seperti paham saja permasalahannya. Sekarang begini, harga dipasaran menjadi tinggi atau rendah itu banyak sebab, banyak pengaruh, banyak sangat banyak. Kamu pikir bisa mengurus negara sendirian?
Dewita : Ternyata bukan hanya peramal cuaca, Bentar lagi kamu jadi politikus (tertawa)
Yana : Bukan begitu, apa salahnya kita memperluas wawasan, walaupun hari-hari kita itu Kasur, Dapur dan Sumur. Tapi kita selaku ibu-ibu yang terpenting adalah mendidik anak-anak dengan baik, calon pemimpin masa depan. Itu sumbangsih terbesar kita bagi negara, selain berilmu juga etika, sopan santun, adat istiadat harus mereka memiliki. Selain agama, wawasan berbangsa dan bernegara sudah selayaknya kita berikan. Artinya pendidikan tidak hanya di sekolah namun kita sebagai landasan dasar. Maka wawasan kita harus terus dipupuk, diperkuat, kita pun tak berhenti untuk belajar karena zaman terus berubah, terus berkembang setiap waktu.
Dewita : Siap Ibu Guru (tersenyum sambil hormat)
Yana : (geleng-geleng kepala)
Dewita : Ingat kalau kamu jadi politikus jangan dipisah, kalau terpisah kamu akan menjelma bagaikan Tikus. Habislah uang negara (berlalu meninggalkan Yana dan tertawa)
Julita : Dewita kenapa?
Yana : Biasalah obrolan ibu-ibu, tidak jauh-jauh dari pasar. Tidak jauh-jauh dari kebutuhan dapur dan kasur, paling jauh sumur.
Julita : Dia kelihatannya cerewet, nyenyes, banyak cerita. Meskipun perempuan itu terkadang memang begitu, tapi tidak semua.
Yana : Tidak boleh berburuk sangka, kamu hanya melihat dari luar dan sekilas lalu belum mengenalnya lebih jauh lagi. Kita harus berbaik sangka dengan orang lain, dengan begitu hati jauh lebih tenang.
Julita : Aku paham, namun selintas lalu saja sudah terlihat
Yana : (berusaha menghindar) Maaf aku belum mematikan kran air (berlalu pergi)
Lina : (menjemur handuk)
Julita : (melihat Lina berlalu, sementara Lina tidak menoleh sedikitpun)
Tante : hai…..rasanya aku baru melihat kamu, tetangga yang baru pindah disebelah ya?
Julita : Iya, saya Julita
Tante : Disini, aku biasa dipanggil Tante oleh ibu-ibu yang lain
Julita : Itu tadi barusan siapa ya Tante
Tante : Oh itu Lina anaknya Sartini, dia memang begitu. Orangnya pendiam, tapi kalau diajak ngobrol atau saat kami sedang kumpul. Dia bicara kok, namun memang dia tidak seperti yang lain.
Julita : Iya tidak seperti Dewita cerewet, nyenyes, banyak cerita. Yana sok bijak, sok pintar. Sartini itu kita nanya apa, dia jawab apa. Padahal dia ada omongin Tante tidak enak didengar. Itu bisa menjadi cerita buruk kalau sampai menyebar ke banyak orang.
Tante : Benar, aku kesal sekali itu, cuma belum sempat berbicara dengan Sartini
Julita : Aku ada dengar, Dewita ngobrol dengan Sartini. Wah….macam-macam pembicaraannya, jangan terlalu dekat dengan Dewita. Jahat, bermuka dua, licik, pengadu domba dan punya sifat iri dengki.
Tante : Tapi kamu kenapa berpakaian udah mirip Dewita
Julita : Enak saja, aku bukan ikut-ikutan dia. Tante itu dibicarakannya kemana-mana
Tante : (dengan geram dan marah) awas mereka nanti ya, aku akan hajar mereka, aku remas mereka. Dimana mereka?
Julita : Dewita tadi ke warung di RT sebelah, kalau Sartini aku tidak melihat
Tante : Aku mau datangi dia di warung RT sebelah (amarah memuncak dan langsung mencari Dewita) aku akan beri engkau pelajaran (membanting pintu).
SARTINI MUNCUL, JULITA LANGSUNG MENDEKATINYA
Julita : (senyum-senyum)
Sartini : kamu kenapa, ada masalah apa senyum-senyum sendiri?
Julita : (terdiam)
Sartini : Cerita, kamu ada masalah apa?
Julita : Saya salah apa?
Pria : Julita, kamu sibuk saja ngobrol disini. Aku lelah aku ini lapar, cepat sana masak!! (dengan nada keras) itu lihat anak-anak, semua mainannya berserakan.
Julita : (balik membalas) Kamu pikir kamu saja yang lapar, kamu pikir aku tidak lelah
Pria : kamu kalau diingatkan selalu saja melawan, selalu saja membantah, sudah jelas kamu salah
Julita : (terus berlalu diikuti suaminya)
Sartini : (terduduk dan kembali melamun)
PERTENGKARAN JULITA DAN SUAMINYA TERUS TERDENGAR SANGAT KERAS, SEMUA HAL DIBAHAS
Julita : Kamu bisanya cuma marah, pulang bawa uang bukan bawa kemarahan. Kamu pikir aku ini tempat pelampiasan saja. Aku ini istri mu, bukan budak mu
Pria : Uang, uang, uang terus. Uang setiap aku kasih kemana saja, apa tidak bisa menyisihkan untuk di tabung
Julita : Kamu pikir semua serba murah, enak saja mulut kamu bicara
Pria : Terus kenapa sering ada paket yang diantar kurir, itu apa? Kata mu serba mahal tapi paket, paket, paket itu apa
PERTENGKARAN SEMAKIN KERAS, TERDENGAR JUGA KEKERASAN DAN TERIAKAN SERTA TANGISAN. SUARA ITU MEMANCING DEWITA, YANA, BAHKAN LINA KELUAR.
Sartini : (terus saja melamun)
Lina : (hanya melihat ke arah rumah Julita lalu kembali masuk kedalam)
Dewita : Ada apa mereka? (bertanya dengan Sartini namun tidak di jawab)
Yana : Mereka lagi ribut ya? (bertanya dengan Dewita)
Dewita : (hanya menggelengkan kepala lalu kembali masuk)
Yana : (turut masuk)
SARTINI KEMBALI BERKHAYAL DAN SEAKAN MENGINGAT SESUATU YANG JAUH, ENTAH APA YANG DIINGAT. TAK JUGA DIKETAHUI PERMASALAHAN APA YANG DIHADAPI SARTINI. BERIRING DENGAN SUARA GEMURUH, PETIR DAN KILATAN CAHAYA.
Sejauh mana aku melangkah, menyerahkah aku
Sebesar apa goresan yang melukai, dalam tidur engkau datang
Jika engkau bahagia mengapa terus bersemayam diingatan ku
Janganlah lagi engkau mengingat ku
Karena aku merasa
Aku tersakiti untuk itu
Jangan engkau obati luka ini, luka ini bertambah parah
Pergilah dari ingatan ku, pergilah kasih
Cukuplah dulu, biarkan kini menjadi debu
Bertaburan diantara angin bertiup
Berserak di celah-celah ruang waktu
SAAT SARTINI TERUS BERKHAYAL DENGAN SUASANA YANG AKAN TURUN HUJAN, DEWITA DAN YANA DATANG BERGEGAS MENGAMBIL JEMURAN
Tante : Ini orangnya (mendekat ke Dewita) Kau bicara apa,? kau ada masalah apa dengan aku? Berani-beraninya kau! Kau Jahat, bermuka dua, licik dan iri dengki.
Dewita : (bingung sembari memegang jemuran)
Tante : Jangan diam kau, ayo apa mau mu? Aku ingin sekali meremas mulut mu itu!
Dewita : Aku bingung
Tante : Jangan pura-pura bodoh kau, kau bicara apa dengan Sartini. Kau bermuka dua! Aku tidak membicarakan apapun dengan kau, aku hanya mengatakan Aku kesal sekali dengan Sartini, ada omongannya tidak enak aku dengar. Terus mengapa kau perbanyak dan mengada-ngada?
Dewita : Apa yang aku perbanyak, aku hanya mengatakan ke Sartini bahwa Tante saat menjemur pakaian menanyakan dia.
Tante : Pembohong! Julita menceritakan semuanya pada ku
Dewita : Aku bahkan tidak bercerita apa-apa dengannya
Tante : Bagusnya aku cubit ginjal mu
Yana : Tunggu, tunggu coba tenang dahulu. Jangan pakai emosi, kita luruskan mungkin ada kesalahpahaman
Tante : kau jangan ikut campur!
Yana : aku hanya ingin jangan ada keributan, kita selesaikan dengan baik. Itu Sartini, mengapa tidak ditanya langsung
Tante : (langsung berbalik arah, dengan penuh emosi menuju Sartini) kau jangan berlagak bodoh ya! Kau awal mula permasalahan ini, semua gara-gara omongan kamu
Sartini : (diam)
Tante : (semakin memuncak amarah) Bicara!
Sartini : Salah saya apa?
Tante : Masih bertanya salah kamu apa?
Sartini : Jadi Saya yang salah?
Tante : Kamu bicara apa dengan Julita!
Sartini : Apa hubungannya?
Tante : Kamu ini benar-benar menguji kesabaran aku ya, kamu ingin coba merasakan pukulan tinju ku ya! (melayangkan pukulan)
Yana : (menangkap pukulan Tante)
Lina : (mengambil handuk yang dijemurnya)
Yana : Kamu bisa tenang tidak! (diam) Tadi kamu menyebut Julita, mengapa dia?
Tante : Dia bilang Dewita cerewet, nyenyes, banyak cerita. Yana, sok bijak, sok pintar. Sartini itu kita nanya apa, dia jawab apa. Padahal dia ada omongin aku yang tidak enak didengar. Itu bisa menjadi cerita buruk kalau sampai menyebar ke banyak orang. Lalu katanya dia ada dengar, Dewita ngobrol dengan Sartini, macam-macam pembicaraannya. Julita mengingatkan agar jangan terlalu dekat dengan Dewita. Jahat, bermuka dua, licik, pengadu domba dan punya sifat iri dengki.
Yana : Ini berbahaya, kita jangan mudah percaya secara sepihak.
Dewita : Aku hanya mengatakan ke Sartini bahwa Tante saat menjemur pakaian menanyakan dia, Tidak lebih!
Tante : Berarti dia pengadu domba, aku pecahkan muncungnya itu
Yana : Jangan-jangan, dia sedang ribut dengan suaminya
Tante : Baiklah (terdiam) maafkan aku Dewita, aku salah pengertian
Dewita : Tante tidak salah, ini perkara informasi yang tidak jelas, dan mengada-ngada
Tante : (kepada Sartini) Aku minta maaf ya, aku salah karena menuduh mu Sartini
Sartini : Salah saya apa?
Tante : Tidak, saya yang salah. Kamu tidak salah, kamu tidak salah maafkan aku ya. Kamu jangan begini dong, kalau ada masalah kita cerita bersama
Sartini : Jadi saya yang salah
Yana : Bukan Sartini, tapi Tante jadi berburuk sangka dengan kamu karena salah paham
Sartini : Apa hubungannya?
Yana : (Tarik nafas panjang, lalu kepada Tante dan Dewita) Bisa naik asam Lambung ku
Dewita : Tidak jadi lagi ini hujannya, aku lanjut jemur pakaian
Yana : Aku masuk dulu ya
Tante : Aku juga melanjutkan nonton, tadi….
Sartini : (tiba-tiba bicara) Aku juga masuk ya
Tante : (bersama Yana dan Dewita menoleh ke Sartini) jadi senang dengarnya, begitu lebih enak. Kamu berbeda sekali hari ini?
Sartini : (hanya diam dan masuk ke rumah)
TANTE, YANA, SARTINI MASUK KE DALAM RUMAH. SEMENTARA ITU, DEWITA KEMBALI MENJEMUR PAKAIAN. JULITA TERDENGAR LAGI BERTENGKAR DENGAN SUAMINYA SEMBARI SUARA MUSIK DARI DALAM RUMAH YANG KERAS.
Julita : Kecilkan suara musiknya
Pria : Kenapa? Siapa yang marah, suka-suka aku
Julita : Jangan terlalu keras, suaranya kemana-mana. Tidak enak dengan tetangga sebelah
Pria : Ini VCD punya aku, barang aku, beli pakai uang ku, ya hak aku. Kenapa harus marah!
Julita : Suaranya terlalu keras, itu bisa mengganggu tetangga
Pria : Suruh mereka tutup kuping!
SUARA GEMURUH, BESERTA ANGIN, PETIR DAN KILATAN CAHAYA. DEWITA KEMBALI BERLARI MENDEKAT BELAKANG RUMAH, TERHENTI UNTUK MENJEMUR PAKAIAN
Salah, salah salah siapa
siapa salah, salah siapa salah, salah salah siapa
aku, kamu, aku salah
kamu salah, aku salah kamu salah, kamu salah aku salah
salah aku, salah kamu. Imajinasi ku yang benar
TERLIHAT KEMBALI LANGIT CERAH, DEWITA PUN MENERUSKAN NIATNYA MENJEMUR PAKAIAN. JULITA KELUAR MASIH MENGGERUTU, LALU MELIHAT DEWITA SEDANG MENJEMUR KEMBALI PAKAIAN
Julita : Kesal aku melihat suami, susah dibilangin. Tetangga bisa terganggu karena suara musiknya terlalu keras. Benar tidak kak?
Dewita : Kapan aku nikah dengan adik mu
Julita : maaf, aku terkesan sombong tadi pagi karena kebawa lelah dan ribut sama suami.
Dewita : Oh begitu
Julita : Kamu pasti mendengar, sehari ini saja udah dua kali ribut. Kadang-kadang masalahnya sangat sepele.
Dewita : Tentu mendengar, jangankan suara yang keras, kentut kalian saja bisa terdengar. Biasalah dalam berumah tangga, cuma hindari di depan anak-anak. Kasihan mereka nanti jadi tekanan batin bagi mereka dan itu tidak baik bagi perkembangan kejiwaannya.
Julita : Iya, kalau kamu apakah pernah ribut seperti kami?
Dewita : (tersenyum) suami ku tidak pernah berkata keras apalagi kasar, dia kalau sedang kesal paling diam, kalau udah sangat kesal dia pilih keluar rumah sesaat lalu saat dia merasa tenang, dia kembali dan kami bahas permasalahannya. Dia juga tidak pernah ikut-ikutan marah saat aku kesal, dia malah menunggu aku tenang, baru dia tanyakan.
Julita : Wah begitu ya….
Dewita : Sejak dari kami kenal, dia memang begitu. Dia selalu hindari berkata keras apalagi kasar. Walaupun mungkin, dan banyak juga yang bilang kalau baru pertama melihat, suami ku terkesan sombong, jarang senyum. Tapi kalau sudah kenal malah enak diajak bercanda.
Julita : Ohh….,Dewita kau tau tidak? Tadi Tante menjelekkan kamu kepada ku
Dewita : Emank dia bicara apa?
Julita : Dia bilang kamu cerewet, nyenyes, banyak cerita. Intinya macam-macam pembicaraannya tentang kamu. Yang paling dia tegaskan jangan terlalu dekat dengan kamu karena Jahat, bermuka dua, licik, pengadu domba dan punya sifat iri dengki.
Dewita : (tersenyum)
Tante : (melihat Julita dengan penuh amarah) kamu ya, mulut kamu berbisa, kamu serigala berbulu domba. Bagusnya kamu di panggang, bikin orang lain menjadi tidak tenang, bikin orang lain terpecah belah.
Julita : Aku salah apa? Aku tidak bicara apa-apa
Tante : Banyak cerita mulut mu, masih mau membantah juga kamu
DEWITA BERUSAHA MEMISAHKAN, TAK LAMA BERSELANG YANA DAN SARTINI TURUT DATANG UNTUK MEMISAHKAN PERKELAHIAN TANTE DAN JULITA.
DEWITA LALU MENJAUH DAN HANYA TERDIAM MENYAKSIKAN MEREKA BERKELAHI. TIBA-TIBA AWAN MENGGUMPAL, SUARA GEMURUH, ANGIN, PETIR DAN KILATAN CAHAYA BERSAUTAN HINGGA TURUN HUJAN.
SELAIN PERKELAHIAN YANG TERUS TERJADI, DEWITA JUGA TETAP BERTAHAN DITENGAH GUYURAN HUJAN. LINA DATANG MEMAYUNGI DEWITA
Semoga kata yang ku rangkai
dapat menyuguhkan satu senyum untuk mu
semoga kata yang ku rangkai
bisa menuangkan setetes suka untuk mu
mungkin kata hanya terangkai dengan hati;
namun kata juga bisa terangkai dengan setuang murka
hanya dengan sebilah kata; kering air mata bersepuh tawa
hanya dengan sebilah kata; tawa tenggelam dilautan air mata
Julita : Lepaskan! Lepaskan
Sartini : Salah Saya apa?
Tante : Biar kamu rasakan
Sartini : Jadi saya yang salah?
Yana : Sudahlah, sudah Tante sudah Julita
Sartini : Apa hubungannya?
bukankah rintik hujan pernah berkata, kenangan hanyalah jebakan rindu? tapi aku tersenyum
SUARA GEMURUH DAN PETIR YANG KERAS
Pria : Julita, aku lapar! Kamu dimana?
TERDENGAR SUARA BENDA YANG DIBANTING DENGAN KERAS
FADE OUT
T A M A T