Ady Santoso: Meter Interpretasi Temu Teater Jambi
15 min readJAMBIDAILY JURNAL – Sebagaimana bila kita ingin melakukan sebuah kegiatan pengukuran, maka yang lazim akan kita lakukan di tahap awal adalah mencari alat ukur yang kemudian kita gunakan dalam kegiatan pengukuran. Hasil dari sebuah pengukuran yang telah kita lakukan tidak selalu dalam bilangan bulat, semisal 70 atau 90, namun juga dapat berupa bilangan desimal, semisal 70,71 atau 90,31. Tentunya hasil kepastian dari sebuah kegiatan pengukuran akan kita dapatkan manakala telah kita gunakan alat ukur, seperti apabila kita ingin mengukur panjang, lebar, tinggi, atau dalam, lazimnya kita akan menggunakan meteran sebagai alat untuk mendapatkan kepastian ukuran.
Namun tak jarang pula, kita juga terkadang membuat hasil dari kegiatan pengukuran dengan membulatkan nilai yang telah kita dapatkan, semisal 90,31 maka kita bulatkan menjadi 90 saja atau 70,71 kita bulatkan menjadi 71 saja. Hal tersebut lumrah kita lakukan, guna mempermudah dalam pelaporan, perhitungan, ataupun tindakan lapangan. Namun sejatinya perbedaan pelaporan hasil dari pengukuran, akan menjadi permasalahan baru di depan, yang kemudian kita akan dihadapkan dengan tahapan selanjutnya yang biasa dilakukan setelah hasil pengukuran adalah penilaian.
Penilaian adalah suatu tindakan guna memberikan kesimpulan terhadap hasil dari kegiatan pengukuran yang telah kita lakukan di awal. Itulah sebab, kenapa dalam pelaporan pengukuran, kenyataan yang kita dapatkan haruslah tetap dituliskan sesuai dengan hasil pengukuran, dimana hasil dari pengukuran tersebutlah yang akan menjadi bahan penilaian. Dalam pengukuran lebih bersifat kuantitatif, berupa angka-angka, namun lain hal pada penilaian yang lebih bersifat kualitatif, berupa deskriptif kalimat. Hasil penilaian yang didapatkan adalah kemudian sebagai evaluasi guna menentukan tindakan-tindakan keberlanjutan dari sebuah bentuk proses yang telah dijalani, dilalui, dilakoni, diamati sebagai bagian dari sistem perbaikan dan peningkatan capaian.
Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana dengan mengukur suatu peristiwa seni, peristiwa seni teater yang saya maksud disini. Apa alat ukur yang digunakan, bagaimana cara mengukurnya, hingga laporan ukuran apa yang harus dituliskan. Dari sinilah saya kemudian menghubungkan dengan judul tulisan saya berupa Meter Interpretasi, pengukuran peristiwa seni Temu Teater Jambi 2022 melalui pandangan saya dalam memahami terhadap apa yang telah tersajikan selama hampir kurang 1 pekan. Peristiwa seni yang kemudian saya coba ukur dari berbagai dimensi dengan menggunakan pendekatan interpretasi.
Interpretasi dapat berdiri dimana saja, hal tersebut tergantung kepada sudut pandang sang interpreter dalam memahami dan menjangkau dari objek yang diamati. Hal tersebut dapat dilatari antara lain oleh pemahaman atas bagian-bagian yang menjadi keseluruhan dari campuran-campuran bermacam-macam hal-hal yang telah diketahui sebelumnya dan kemudian menjadi renungan bahan koreksi terhadap objek yang diamati, dimana hasil pengamatan nantinya akan dinilai, apakah masih tegak berdiri sesuai dengan interpretasi atau malah lari bergeser tidak sesuai lagi. Hal tersebut tentulah akan kembali lagi berpulang kepada sang interpreter berdasarkan dari pengamatan lapangan. Dalam kelanjutannya kemudian, pada posisi inilah sang interpreter menghasilkan sebuah penilaian interpretasi yang dapat berupa kritik, esai, masukan (evaluasi), guna penghidupan tumbuh kembang dari ekosistem perbaikan yang berkelanjutan.
Yang Tersaji dan Yang Teramati dari Temu Teater Jambi
Penghujung tahun 2022, seperti halnya pada penghujung tahun-tahun sebelumnya yang saya lalui dan jalani sebelum saya berpindah dan beraktifikas di Jambi. Pada penghujung tahun yang telah lalu, saya akan menyempatkan waktu untuk datang diperhelatan festival teater yang di gelar rutin setiap tahunnya di Jakarta yakni Festival Teater Jakarta (FTJ). Dimana perhelatan FTJ pada tahun 2021 lalu yang saya ikuti, jalani, dan nikmati dari setiap pertunjukan grup teater yang tampil, sudah memasuki tahun ke 48 dari kegiatan FTJ berjalan.
Penghujung tahun 2022 ini menjadi sangat berkesan buat saya, karena domisili dan rutinitas kegiatan keseharian yang selama hampir 8 bulan berjalan, telah saya lalui di Jambi. Yang kemudian hal tersebut, bukanlah untuk waktu sementara nantinya saya beraktifitas di Jambi, namun bisa jadi sampai dengan masa purna bakti saya sebagai penddidik dalam menjalani tugas dan tanggung jawab Tridharma Perguruan Tinggi, yang meliputi pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, yang sesuai dengan bidang saya, seni teater.
Peristiwa teater di penghujung tahun yang pada tahun-tahun sebelumnya rutin saya ikuti, pun kemudian saat ini menurut pandangan saya sama dengan peristiwa yang berlangsung di penghujung tahun 2022. Dimana dihelatlah kegiatan Temu Teater Jambi 2022 yang berlangsung di Taman Budaya Jambi (TBJ), mulai dari 21 sampai 24 November 2022, dengan menampilkan 10 grup teater se-Provinsi Jambi. Betapa kemudian sangat antusiasnya saya untuk meluangkan waktu menyaksikan peristiwa teater dari setiap grup-grup yang berkesempatan menyuguhkan sajian pertunjukan. Hal tersebut tentulah saya lakukan guna mendapatkan pendataan dan pemotretan awal terkait grup-grup teater yang berada di Provinsi Jambi.
Setelah selama 4 hari kegiatan tersebut berlangsung, luang waktu yang saya berikan untuk menyaksikan 10 penampilan pertunjukan, benar-benar terbayarkan dengan apa yang saya dapatkan terhadap gambaran awal dari geliat semangat perteateran di Jambi. Yang kemudian dalam bagian tulisan ini saya tuangkan ke dalam apa yang tersaji dan apa yang teramati dari pertemuan teater Jambi. Namun apa yang kemudian akan saya tuangkan, sebelumnya dapatlah saya katakan bahwa kegiatan Temu Teater Jambi cukup mampu menunjukkan geliat eksistensi dari bentuk ekspresi dan eksplorasi grup teater di Provinsi Jambi, serta mampu dalam menghadirkan jumlah para apresiasi seni yang hadir menyaksikan dari tiap-tiap pertunjukan.
Betapa tidak, penilaian tersebut kiranya saya dasari oleh berbagai pengamatan terkait keragaman yang telah disajikan dari masing-masing grup peserta penampil pertunjukan. Mulai dari berbagai ragam bentuk gaya pementasan, ragam gaya konsep gagasan, hingga ragam latar belakang sanggar berasal. Sebutlah Sanggar Sebiduk Sedayung, grup penampil di hari ke-2 (22 November) pada jam pertunjukan 14.00 yang berasal dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Batanghari dengan membawakan Lakon Tapa Malenggang. Adalah pasti bahwa para pemeran pertunjukan merupakan para Siswa/I di sekolah tersebut.
Tentulah hal yang demikian perlu diapresiasi setinggi tingginya, dimana grup yang notabenenya didukung oleh pelajar tingkat menengah pertama, telah mampu menyuguhkan pertunjukan teater di event tingkat provinsi bersandingan dengan grup teater yang berasal dari Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA), Universitas, dan Umum. Belum lagi grup peserta Sanggar Teater Arasy yang berasal dari MA Negeri 1 Kota Sungai Penuh, lalu Sanggar Teater SMANEL dari SMA Negeri 5 Merangin. Adalah dapat menjadi dasar amatan dari geliat eksistensi yang telah mampu dihasilkan dari pertemuan teater se-Provinsi Jambi. Terlepas dari persoalan kualitas dari beberapa pementasan yang kemudian memang menjadi sorotan untuk menjadi perhatian ke depan.
Sebagai kegiatan akbar dari perhelatan perteateran di Provinsi Jambi, Temu Teater Jambi 2022 telah menyajikan berbagai ragam bentuk gaya pementasan, ragam gaya konsep gagasan, hingga ragam latar belakang sanggar berasal. Apa yang telah tersaji selama 4 hari dari perhelatan perteateran di Provinsi Jambi, telah menyisakan berbagai rekomendasi guna perbaikan kegiatan yang sama di kemudian hari, pun dengan persoalan kualitas pementasan yang seperti saya tuliskan di paragraph sebelumnya yang memang menjadi sorotan dan perhatian ke depan. Hal tersebut saya kutip sebagaimana pernyataan dari Bapak Eri Argawan selaku Kepala TBJ yang tertuang pada artikel berita di JambiDaily.com pada Kamis, 24 November 2022 berjudul “Tutup Temu Teater Jambi 2022, Kepala TBJ Apresiasi Seluruh Peserta dan Penoton”, bahwa ke depan TBJ sudah bicara kualitas bukan kuantitas saja.
Dari sinilah kemudian saya kembali mengaitkan terhadap apa yang menjadi pembuka ulasan di awal-awal tulisan, terkait pengukuran terhadap perhelatan Temu Teater Jambi tahun ini. Dimana saya menggunakan pendekatan interpretasi sebagai alat ukur yang kemudian menjadi bahan penilaian, dan sekaligus dilanjutkan dengan penuangan berupa masukan-masukan, ataupun kritik saran sebagai bagian dari menjalankan peran dan tanggung jawab saya sebagai telah menjadi bagian insan seni di Provinsi Jambi. Dengan harapan ke depan, pengukuran ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan, perbincangan, dan perenungan bersama dalam bagaimana menumbuhkembangkan, serta dalam menjawab dan merumuskan strategi seperti apa yang akan terapkan guna mendapatkan kualitas perteateran di Jambi.
Setidaknya ada 5 isu yang saya tuangkan berdasarkan hasil pengamatan selama duduk menikmati dari ke-10 pertunjukan, yang nantinya secara sadar bahwa ini memang merupakan bagian dari peran dan tanggung jawab saya sebagai pendidik, untuk turut serta berusaha dalam mencurah gagasan terkait apa yang telah saya amati, saya renungi, dan kemudian saya bagi melalui tulisan ini. Namun bukan kepada perseorangan, institusi, ataupun grup teater penampil tulisan ini saya tujukan, namun lebih kepada semua elemen masyarakat yang terlibat langsung maupun tidak langsung, yang sejatinya turut serta juga dalam membangun ekosistem perteateran, mulai dari pelaku, penonton, pemangku kepentingan, hingga peran serta lembaga pendidikan. Jadi kepada siapapun pembaca yang budiman, kiranya sudi untuk memberikan masukan dan saran terkait apa yang saya tuangkan terhadap 5 isu hasil pengamatan dan penilaian yang kemudian saya beri judul Meter Interpretasi Temu Teater Jambi.
Klasterisasi Apresasi
Klasterirasi merupakan istilah metode pengelompokan data, dimana hal ini umum digunakan dalam kegiatan manajemen atau bisnis. Tujuan dari klasterisasi untuk mengelompokan bagian-bagain atau data-data yang memiliki kemiripan, sehingga nantinya dapat memudahkan pengelompokan bagian perbagian yang memiliki karakteristik yang sama ataupun bagian perbagian yang memiliki karakteristik yang berbeda. Dimana setelah kegiatan klasterisasi ini didapatkan, selanjutnya adalah tahapan untuk peningkatan suatu capaian pada suatu kelompok atau bagian-bagian yang sudah diklasterisasi tadi.
Apresasi sendiri merupakan kegiatan memberikan penilaian, ataupun penghargaan, dimana hal ini merupakan bentuk suatu proses yang diberikan seseorang kepada orang lain, kelompok, ataupun lembaga. Kegiatan apresiasi perlu diselenggarakan guna menumbuhkan suasana motivasi dalam mencapai suatu tingkatan prestasi, membangun semangat percaya diri, ataupun untuk menghasilkan suatu bentuk inovasi. Dari siniliah kemudian pentingnya klasterisasi apresiasi, dimana bagian-bagian yang memiliki karakteristik yang sama dikelompokan guna membangun suasana inovasi, prestasi, dan menumbuhkan rasa percaya diri.
Kemudian terhadap apa yang telah tersaji dalam Temu Teater Jambi, memberikan beberapa pandangan dari saya, terkait pentingnya klasterisasi apresiasi ini. Dimana dari 10 grup teater penampil, 5 diantara berasal dari kelompok teater sekolahan. Sebutlah Sanggar Teater Arasy dari MA Negeri 1 Kota Sungai Penuh, Sanggar Sebiduk Sedayung dari SMP Negeri 3 Batanghari, Sanggar Teater S dari SMA Negeri 11 Muaro Jambi, Sanggar Teater SMANEL dari SMA Negeri 5 Merangin, dan Sanggar Teater SMANDA dari SMA Negeri 2 Kota Jambi. Hal tersebut tentulah menjadi basis data awal untuk mengargumentasikan pentingnya klasterisasi apresasi seni teater khusus dikalangan pelajar di Provinsi Jambi.
Yang secara tidak langsung kemudian memberikan masukan untuk mengadakan klasterisasi apresasi kegiatan teater, baik berupa festival, workshop, ataupun bisa berupa sarasehan bersama mengenai strategi pengembangan untuk kelompok teater sekolahan, baik dari pihak sekolah, pelaku seni, pemangku dan penentu kebijakan, hingga lembaga pendidikan penyelanggara seni. Hal tersebut tentulan bagian dari apa tujuan dari pentingnya klasterisasi apresiasi guna meningkatkan motivasi prestasi, menumbuhkan kepercayaan diri, dan menghadirkan bentuk bentuk inovasi.
Kualifikasi Dramaturgi
Membangun pertunjukan teater tidak akan lepas dari peranan penting dramaturgi, sebuah pendekatan yang sangat lazim digeluti di dunia pendidikan seni teater, namun sejatinya pun perihal dramaturgi seharusnya bukan saja digeluti di kalangan institusi pendidikan seni. Kalangan umum, masyarakat pelaku seni teater yang notabene berangkat dan membuat sanggar sanggar teater pun dapat mengguliti perihal dramaturgi. Dimana bila secara umum saya paparkan dan sarikan, bahwa kedudukan dramaturgi dalam suatu pertunjukan teater adalah memberikan pengarahan mengenai penghadiran gagasan dari penafsiran pertunjukan, baik berupa dari sisi elemen penokohan, penghadiran elemen artistik pertunjukan, aksi-reaksi sebab-akibat dari plot alur tangga dramatika, hingga proses kreatif penciptaan karya dari sang seniman.
Kualifikasi sendiri merupakan keahlian yang diperlukan untuk melakukan sesuatu dalam hal mengisi posisi guna dapat menjalankan peran dan fungsi sesuai dengan tuntutan dari posisi yang diduduki. Hal tersebut memang sangat lazim diterapkan dalam sebuah lembaga, organisasi, ataupun institusi, dimana kecakapan kualifikasi dari seseorang memang sangat diperlukan demi mengisi suatu posisi atau jabatan guna berjalannya dengan baik dari suatu lembaga, organisasi, ataupun institusi. Sehingga dengan kepemilikan kualifikasi ini, diharapkan lembaga, organisasi, ataupun institusi dapat meraih perbaikan peningkatan prestasi capaian yang terus berkelanjutan.
Teater sebagai suatu lembaga yang memang terdiri sekian banyak pendukung untuk mewujudkan suatu pertunjukan, memutuhkan kualifikasi kualifikasi dari setiap posisi. Seorang penata lampu, haruslah ia yang memiliki kemampuan dalam menata, mengkonsep, hingga mengopreasionalkan perangkan tata lampu pertunjukan. Pun dengan dengan posisi lainnya dari suatu pertunjukan, perlulah kualifikasi ini sesuai dengan yang dibutuhkan. Sebagai lembaga teater pun lazim dikomandani oleh seseorang pemimpin, apakah dia pemimpin grup teater, pemimpin produksi, ataupun pemimpin artistik produksi. Namun sejatinya, siapa pun pemimpin dari lembaga teaternya, perihal dramaturgi menjadi hal urgensi yang harus dikuasai atau setidaknya dimengerti. Hal tersebut tentulah dilatari dari kualifikasi dalam membangun suatu pertujukan teater, dimana tidaklah bisa dilepaskan dari kedudukan peranan dramaturgi.
Lalu kemudian, apakah bisa sebuah pertunjukan teater tetap dilangsungkan dengan tidak disertai peranan dramaturgi? Hal tersebut sejatinya janganlah terjadi lagi, karena sebagaimana bahwa teater adalah lembaga pendidikan, maka terdapat konsepsi ilmu untuk membangun suatu suguhan pertunjukan yang dilandasi dari sebuah proses kreatif penciptaan teater, yang disebut dramaturgi. Oleh karenanya, menghadirkan, mewujudkan, dan membangun kualifikasi dramaturgi adalah tugas tanggung jawab bersama, mulai dari sisi pelaku seni, pemangku dan penentu kebijakan, hingga lembaga pendidikan penyelanggara seni. Dimana membangun kualifikasi dramaturgi, berarti membangun mutu dari sebuah pertunjukan teater.
Diskusi Strategi
Sejatinya tidak ada suatu pengembangan tanpa adanya percakapan, dimana dapat pula disebut dengan perdiskusian. Diskusi merupakan metode yang dilangsukan guna menemukan suatu jalan dari permasalahan. Diskusi sendiri adalah suatu strategi dalam berinteraksi antara dua atau lebih individu dengan tujuan saling bertukar pandangan, pengalaman, informasi, masukan, dan bahasan dalam menilai suatu kebutuhan dan permasalahan. Budaya diskusi memanglah tidak lepas dari dunia perteateran, dimana sebelum suatu grup teater memutuskan untuk menentukan produksi pertunjukan, maka dimulailah dengan diskusi antar anggota di dalam grup teater tersebut.
Diskusi strategi yang saya maksud disini adalah tentang bagaimana urung rembuk dari semua pihak guna meningkatkan kualitas pertunjukan teater, yang tentunya tidak akan bisa dilepaskan dari grup grup atau sanggar sanggar teater yang ada di Provinsi Jambi. Dengan diskusi strategi inilah kemudian diharapkan dicapai suatu pandangan tentang bagaimana cara yang jitu dalam meningkatkan kualitas mutu perteateran di Jambi. Hal ini tentunya tidak bisa dipisahkan dari peran penting pemangku kepentingan (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi dan Pengelola TBJ) sebagai fasilitator pelaksana agar terwujudnya diskusi lintas pihak, mulai dari pelaku seni, sanggar seni, lembaga pendidikan seni, sekolah, hingga kelompok masyarakat pemerhati dan penikmat seni.
Isu diskusi strategi ini hendaknya dapat sama-sama menjadi perhatian dan pengawalan, agar tujuan kualitas yang sudah digaungkan pihak TBJ, dalam hal ini Bapak Eri Argawan selaku Kepala TBJ sebagaimana yang telah disampaikan dalam penutupan Temu Teater Jambi 2022, kiranya memang harus dilaksanakan dan dirembukan. Mengingat peristiwa teater akbar telah berlangsung di penghujung tahun, dan secara bersama-sama kita semua menatap dan menyongsong kegiatan seni teater yang akan dilangsungkan pada tahun depan, 2023. Maka sudah seyogyanya kita bersama-sama menginventarisir permasalahan-permasalahan yang kemudian sama-sama kita bahas, kita diskusikan, kita carikan strategi pemecahan, guna peningkatan kualitas seni teater yang terus tumbuh berkelanjutan.
Sinergi Kolaborasi
Meminjam istilah sinergi yang lazim digunakan dalam konsep peningkatan di bidang manajemen organisasi. Sinergi merupakan konsep jitu dalam meningkatkan kualitas mutu, dimana dalam implementasi sinergi diperlukan kerjasama untuk membangun harmonisasi interaksi guna menghadirkan mutu ornganisasi. Saya pun kemudian menggunakan istilah ini, dengan dasar pertimbangan bahwa pemajuan kebudayaan dalam hal peningkatan kualitas mutu perteateran khususnya, tidak dapat berjalan sendiri sendiri dari masing masing pelaku, pengampu kebijakan, lembaga pendidikan, hingga masyarakat pemerhati seni pertunjukan.
Sebagaimana yang telah saya ungkapkan pada isu klasterisasi apresiasi, bahwa dengan jumlah peserta grup penampil yang setengannya merupakan berasal dari latar belakang sanggar sekolahan, maka hendaknya dapatlah menjadi bahan dasar pentingnya strategi peningkatan mutu teater di lingkungan sekolahan dengan peran serta perhatian dari Dinas Pendidikan. Hal ini pun tentunya dapat diimplementasikan pada grup yang berasal dari kalangan umum ataupun dari perguruan tinggi. Sebutlah salah satu grup penampil yang berasal dari Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (HIMA PBSI) Universitas Batanghari, yang merupakan para mahasiswa sebagai pelaku pertunjukannya. Pun tentunya memerlukan sinergi kolaborasi dengan pemangku kepentingan terkait guna peningkatan kualitas mutu pertunjukan teater dari kalangan perguruan tinggi.
Sinergi kolaborasi ini yang merupakan keniscayaan dari sebuah komitmen untuk bersama-sama meningkatkan kualitas mutu perteateran di Provinsi Jambi. Sinergi kolaborasi akan hadir manakala ruang-ruang diskusi strategi yang merupakan rumusan untuk pencarian jalan keluar dari segala bentuk permasalahan-permasalahan dilakukan. Sinergi kolaborasi juga mengajak seluruh elemen masyarakat, dimana bukan hanya pemangku kepentingan semata, dalam hal ini Pemerintah Daerah Provinsi Jambi, namun juga secara bersama-sama kemudian merumuskan kebijakan guna terjalinnya gerak yang harmoni guna pemajuan kesenian teater, ataupun kesenian lainnya yang memang pasti akan berkolaborasi antar satu seni dengan seni lainnya, agar terbentuklah irama harmoni pemajuan seni yang saling bersinergi di Jambi.
Urgensi Publikasi
Isu terakhir yang saya pandang genting adalah perihal publikasi, dimana bukan hanya publikasi dari setiap agenda peristiwa pertunjukan teater, namun juga publikasi dari segala bentuk peristiwa seni yang tersaji, ataupun hasil rumusan-rumusan, hasil dari sarasehan, hasil dari diskusi-diskusi yang difasilitasi TBJ. Karena memang sejatinya, hampir seluruhnya peristiwa seni, berlangsung di TBJ. Yang kemudian ini memang dipandang urgensi, tatkala TBJ sebagai etalase seni budaya yang terdapat di Jambi, maka sudah seyogyanya menjadikan setiap peristiwa seni yang tersaji kemudian didokumentasikan, dan dipublikasikan kepada masyarakat luas, guna terjadi silang pandang dari perkembangan kebudayaan dan kesenian, serta sebagai media pembelajaran bagi seluruh masyarakat.
Urgensi publikasi adalah kegentingan yang kiranya menjadi perhatian dari seluruh elemen masyarakat, dimana publikasi dari setiap peristiwa seni yang tersaji adalah bagian dari pertanggung jawaban terhadap tumbuhkembangnya ekosistem kesenian berlandaskan riset pencarian yang kemudian dihadirkan dalam bentuk berupa sinopsis, proses kreatif penciptaan, sampai gagasan yang diajukan. Hal tersebut tentu perlu menumbuhkan kesadaran, namun dapat pula diarahkan melalui suatu kebijakan, seperti dimana kewajiban untuk membuat, dan memperbanyak sendiri sinopsis, proses kreatif penciptaan, sampai gagasan yang diajukan oleh penyaji pertunjukan sebagai oleh-oleh pegangan bagi para apresian.
Belum lagi hal lain mengenai pentingnya kritik dari setiap pertunjukan yang tersajikan, ataupun kritik hasil dari pengamatan secara keseluruhan pada sebuah peristiwa seni yang telah terjadi. Adalah hal tersebut amatlah sangat berguna bagi kelangsungan tumbuh kembang ekosistem kesenian. Namun hal tersebut tentulah membutuhkan kesadaran, baik dari sisi pemerhati seni, pelaku seni, ataupun dari sisi pelaksana kebijakan. Yang dimana tentunya kesemuanya perlulah duduk bersama guna merumuskan setiap inventarisir nilai-nilai permasalah yang sudah dikantongi dari masyarakat luas, guna dicarikan jalan penyelesaian demi menghadirkan mutu berkesenian yang sama sama sedang kita persiapkan di tahun depan.
Bagian akhir tulisan ini saya tujukan kepada pada pembaca yang budiman, di penghujung tahun dan dalam menyongsong agenda kesenian tahun depan, yang dimana pastinya sudah banyak diantara para pelaku seni, lembaga pendidikan seni, dan pemangku kebijakan yang berada di ranah tugas pokok dan fungsi pada bidang seni, mempersipakan agenda seni di tahun depan. Kiranya perlu diantara kita semua untuk memberikan masukan terhadap tentang bagaimana arah peningkatan kualitas yang berkelanjutan, yang mana bisa saja saya menyebutkan sebagai “Buku Putih Arah Pengembangan Kesenian Jambi”. Dan pada bagian akhir ini saya tidak hanya menyentuh pada ranah teater, sesuai bidang saya, namun kiranya melalui momentum agenda pertemuan akbar peristiwa di Jambi, yakni Temu Teater Jambi, jadilah sebuah catatan tentang bagaimana kita untuk terus merumuskan dan menatap arah pemajuan kesenian di Provinsi Jambi.
Penulis:
Ady Santoso (Dosen Prodi Sendratasik Universitas Jambi)