Kolaborasi Merawat Kemerdekaan Pers
4 min readJAMBIDAILY JAKARTA – Kemerdekaan pers di Indonesia masih harus terus diperjuangkan karena memiliki banyak tantangan, terutama di tahun politik menjelang pemilu serentak yang akan digelar tahun depan. Untuk itu, Dewan Pers mengajak berkolaborasi berbagai pihak untuk bersama-sama menegakkan kemerdekaan pers, sekaligus menjaga kemerdekaan pers dari para “penumpang gelap”.
Demikian disampaikan Ketua Dewan Pers, Dr. Ninik Rahayu, dalam jumpa pers yang digelar di Gedung Dewan Pers Jakarta, Selasa (17/1/2023). Ninik melanjutkan, penegakkan kemerdekaan pers membutuhkan dukungan dari semua pihak. Kerja multistakeholders. “Kemerdekaan pers perlu didukung oleh masyarakat yang berani dan terbuka, pemerintah yang terbuka dan akuntabel, juga penegak hukum yang responsif.
Kemerdekaan pers juga membutuhkan dukungan dari presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, termasuk dalam lingkup regulasi yang berpotensi memunculkan kemunduran dan stagnasi dalam kemerdekaan pers,” ujar Ninik dalam jumpa pers perdananya sebagai Ketua Dewan Pers sisa masa periode keanggotaan 2022–2025.
Ia juga meminta dukungan dari para pemilik perusahaan pers. Menurutnya, semangat tinggi untuk mendirikan perusahaan pers harus disertai dengan kemampuan untuk menyejahterakan karyawan, serta penguatan kompetensi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik secara profesional. Ini selaras dengan paradigma keberlanjutan media yang juga menjadi perhatian Dewan Pers akhir-akhir ini.
Lebih lanjut, ia mengimbau kepada komunitas pers nasional untuk menjunjung tinggi etika dan bekerja penuh integritas, guna bersama sama memerangi konten yang tidak bertanggung jawab serta memecah belah, dan berdampak buruk bagi masyarakat. Dalam kontestasi 2024, pers harus mampu menjadi solusi bagi publik dengan memberikan informasi yang akurat, bertanggung jawab, dan sesuai kode etik jurnalistik. Tujuannya adalah agar publik tidak salah dalam memilih pemimpin bangsa dan pers mampu menjaga iklim demokrasi yang sehat.
Ninik menegaskan, tegaknya negara demokrasi ditandai antara lain oleh adanya penghormatan terhadap hak asasi manusia, termasuk kemerdekaan pers. Tahun 2023 adalah tahun politik menyongsong pelaksanaan pemilu pada 2024. Pemilu merupakan proses demokrasi yang akan menentukan masa depan bangsa dan menjadi penentu wajah demokrasi Indonesia berikutnya. Tanpa pemilu yang jujur, adil, dan terbuka, kualitas demokrasi akan turun.
Tugas insan pers dalam tahun politik adalah mendukung hadirnya pemilu yang kondusif dan demokratis. Ninik merefleksikan penyelenggaraan pemilu sebelumnya pada 2014 dan 2019. Saat itu, ditemukan sejumlah pemberitaan yang tidak hanya melanggar Kode Etik Jurnalistik dan menyalahi kehadiran pers sebagai pilar keempat demokrasi, tetapi juga berpotensi meruntuhkan sendi-sendi keutuhan berbangsa dan bernegara.
“Karena karya jurnalistik adalah buah dari pelaksanaan fungsi pers, hendaklah berkontribusi untuk mengokohkan pilar demokrasi, bukan sebaliknya digunakan sebagai sarana untuk meruntuhkan demokrasi,” kata Ninik. Ninik juga menyinggung adanya upaya Dewan Pers untuk terus melindungi karya jurnalistik dengan salah satunya menerbitkan Peraturan Dewan Pers tentang Pedoman Pengelolaan Akun Media Sosial Perusahaan Pers.
Kemajuan, Stagnansi, dan Kemunduran
Selama satu tahun terakhir, Ninik mengakui bahwa kondisi kemerdekaan pers saat ini mengalami kemajuan, juga kemandekan dan kemunduran di beberapa aspek. Untuk kemajuan, kemerdekaan pers di Indonesia mengalaminya dalam aspek litigasi dan legislasi.
Sementara dalam aspek regulasi, meningkatnya kesamaan persepsi tentang penegakan UU Pers, setidaknya antara kepolisian dan pengadilan (polisi dan hakim), terlihat dari Perjanjian Kerja Sama yang ditandatangani pada 10 November 2022 sebagai tindaklanjut dari Nota Kesepahaman Dewan Pers dan Polri pada Maret 2022. Jika ada kasus pers yang dilaporkan ke polisi, polisi bersedia merekomendasikan ke Dewan Pers untuk ditangani berdasarkan UU Pers.
Kemajuan lainnya adalah berupa dukungan dari pemerintah daerah yang menguatkan UU Pers serta menguatkan Peraturan Dewan Pers tentang Standar Perusahaan Pers. Dukungan ini sungguh penting karena dapat mencegah adanya wartawan atau perusahaan pers yang tidak profesional. Kemajuan lain dalam aspek legislasi adalah Putusan MK yang menguatkan UU Pers, bahwa Dewan Pers dalam menjalankan fungsi Pasal 15 UU Pers adalah lembaga yang menyelenggarakan Uji Kompetensi Wartawan dan pendataan perusahaan pers.
Sementara untuk stagnasi, Ninik menunjuk keberadaan UU ITE yang masih menjadi ancaman terhadap kerja jurnalistik. Stagnasi muncul karena rencana peninjauan dan perubahan atas UU ITE untuk diharmonisasikan dengan UU Pers tidak berjalan. Stagnasi lainnya adalah ketiadaan mekanisme perlindungan bagi wartawan, baik dari aspek kesejahteraan maupun perlindungan dari kekerasan. Semakin maraknya peretasan terhadap platform media siber dengan menggunakan teknologi juga menunjukkan adanya upaya pembungkaman terhadap pers yang menjalankan peran memenuhi hak masyarakat atas informasi. Oleh karena itu, membangun sistem keamanan dalam platform media siber perlu menjadi perhatian serius sebagai gerakan untuk melawan segala bentuk ancaman terhadap kemerdekaan pers.
Kemudian untuk kemunduran, pers membutuhkan akses terhadap informasi serta bebas dari ketakutan dan kekhawatiran dalam mengakses maupun menyebarluaskan gagasan dan informasi, sesuai yang termaktub dalam UU Pers. Tertutupnya akses terhadap informasi serta hilangnya jaminan perlindungan dalam mengakses dan menyebarluaskan informasi akan menghalang-halangi pers untuk berperan dan menjalankan fungsi secara maksimal, terutama fungsi kontrol sosial. (*/dewanpers.or.id)