Kemitraan Adalah Kuncian Pemajuan Kebudayaan yang Berkelanjutan (Pandangan Hari Ke-1 Dari Sarasehan Seni TBJ 2023)
11 min readOleh: Ady Santoso (Dosen Program Studi Seni Drama Tari dan Musik Universitas Jambi)
Pembukaan
Gelanggang dialektika telah digaungkan, sebuah peristiwa kebudayaan besar yang mengawali dari serangkaian agenda kebudayaan dalam konteks kesenian di Provinsi Jambi untuk tahun ini telah digelar dengan tajuk Sarasehan Seni Taman Budaya Jambi Tahun 2023 yang diselenggarakan oleh Unit Pengelola Teknis Daerah (UPTD) Taman Budaya Jambi (TBJ). Kegiatan yang merupakan upaya dari pihak pengelola TBJ untuk mengisi, mengevaluasi, serta menapaki kegiatan-kegiatan seni yang telah berlangsung, yang kini berjalan, dan yang akan datang guna mendapatkan permasalahan dari kegiatan yang telah berjalan dan menghadirkan perbaikan untuk kegiatan ke depan. Namun kegiatan sarasehan yang menurut saya terbilang telat digelar karena dilaksanakan hampir di tengah tahun berjalan, dimana seharusnya dapat dilaksanakan di awal-awal tahun guna mengoptimalkan kegiatan-kegiatan seni yang nantinya akan diselenggarakan, dilaksanakan, serta difasilitasi oleh pihak pengelola TBJ sebagaimana salah satu fungsi dari UPTD TBJ yang tertuang di Peraturan Gubernur (Pergub) Jambi Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Daerah Taman Budaya Jambi pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi, adalah pelaksanaan pameran dan pergelaran seni budaya.
Pandangan saya mengenai kegiatan sarasehan ini hendaknya dilaksanakan di awal tahun berjalan adalah guna mendapatkan rumusan mutu yang lebih awal, yang mana kemudian menjadi pedoman dan selanjutnya menjadi standarisasi yang telah didapatkan berdasarkan hasil dari diskusi juga kesepakatan bersama dari para peserta sarasehan seni. Sehingga apabila rumusan mutu tersebut dihasilkan lebih awal, akan lebih memaksimalkan dan mengoptimalkan proses berkesenian dari komunitas seni, lembaga seni, atau pekerja seni yang ingin karyanya mendapatkan fasilitasi dari pengelola TBJ. Namun sebagaimana ungkapan umum “lebih baik terlambat, dari pada tidak sama sekali”, kemudian menjadi obat pelipur barangkali, agar tetap sehat dan penuh semangat dalam memberikan pandangan, gagasan, ataupun hasil pengamatan untuk terus menghadirkan perbaikan, peningkatan, serta bersama-sama memajukan kesenian di Provinsi Jambi, dengan tetap memberikan apresiasi tinggi terhadap atas upaya dari pengelola TBJ yang telah menggelar sarasehan seni tahun ini.
Kegiatan sarasehan yang berlangsung pada 16-17 Mei 2023 menghadirkan narasumber yang terdiri kalangan seniman, budayawan, akademisi, dan birokrat yang membidangi. Kurang lebih sebanyak 40an peserta turut hadir dalam kegiatan ini, yang terdiri dari kalangan seniman, budayawan, akademisi, dan utusan dari unit organisasi terkait. Mengutip dari Petunjuk Teknis Pelaksanaan Sarasehan Seni, tujuan dari kegiatan ini berupa merumuskan tentang tata kelola Taman Budaya Jambi dalam upaya perlindungan, pengembangan, pemanfataan dan pembinaan kebudayaan. Hal tersebut juga kemudian kembali ditekankan dalam sambutan oleh Ayu Rahmawati Oktafia selaku Kepala Seksi Penyajian dan Penyebaran Informasi UPTD TBJ, bahwa sarasehan seni ini bertujuan untuk mengkaji masalah dan mendapatkan informasi dari topik pembicaraan berupa perumusan tata kelola Taman Budaya Jambi dalam upaya perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan. Lebih lanjut dalam sambutannya, Ayu menekankan bahwa dari kegiatan ini juga diharapkan dapat menghasilkan solusi yang berkelanjutan bagi pengelolaan dan pelestarian kebudayaan ke depan.
Kegiatan yang dibuka oleh Olvi Oktina selaku Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi, yang dalam hal ini mewakili Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi. Dalam sambutannya Olvi menyampaikan, bahwa harapan dari terlaksananya sarasehan ini adalah agar dapat menghasilkan pokok pikiran untuk kemajuan kebudayaan dan pariwisata Provinsi Jambi. Kegiatan sarasehan di hari pertama ini menghadirkan 2 narasumber, yakni Ery Argawan selaku Kepala UPTD TBJ, dan Agus Widiatmoko selaku Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah V Provinsi Jambi dan Provinsi Bangka Belitung, yang juga didampingi oleh narasumber untuk hari kedua, yakni Ja’far Rassuh selaku Budayawan, dan Nukman selaku Pemerhati Budaya.
Dalam penyampaian paparannya, Ery Argawan yang mendapatkan kesempatan menjadi pembicara narasumber pertama menyampaikan bahwa arah kebijakan program TBJ dirancang untuk menghadapi perabadan global ke-4, dimana telah terjadinya pergeseran yang semula dimulai dari ekonomi pertanian, ekonomi industri, ekonomi informasi menuju ekonomi kreatif. Dalam hal tersebut, Ery melanjutkan posisi TBJ kini dituntut tidak hanya sebagai wadah pembinaan dan pengembangan seni budaya, tetapi juga harus mampu memproduk atau mampu melahirkan karya-karya seni yang bernilai jual. Lebih lanjut dalam paparannya Ery juga menekankan, bahwa TBJ kini bukan hanya wadah pembinaan dan pengembangan seni berbasis budaya daerah, tidak hanya menggali dan melestarikan, tetapi juga menghasilkan produk seni dan sumber daya manusia yang mampu bersaing di sektor ekonomi kreatif. Oleh sebab itu, dalam mengatasi tantangan tersebut, Ery menyampaikan langkah-langkah strategis berupa program pengembangan seni tradisional yang pada tataran penerapannya melingkupi langkah perlindungan, langkah pengembangan, langkah pemanfaatan dan pembinaan.
Secara garis besar paparan yang disampaikan oleh Ery Argawan yang juga selaku Kepala UPTD TBJ tersebut adalah perihal program-program yang telah berjalan dan langkah-langkah ke depan dari TBJ, khususnya dalam 1 tahun berjalan ini, guna mencapai sasaran kebijakan yang telah ditetapkan. Oleh sebab itulah, bila saya telaah kembali paparan yang telah disampaikan oleh Ery, dalam posisi inilah perlunya mitra tata kelola untuk mencapai sasaran strategi tersebut. Maka, tidak berlebihan rasanya bila saya nilai dengan mengundang Kepala BPK Wilayah V adalah hal yang tepat guna mencapai sasaran kebijakan yang telah ditetapkan. Penilaian tersebut tentunya juga saya landaskan dari tugas dan fungsi BPK, dimana hal tersebut telah tertuang di Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pelestarian Kebudayaan, dimana disebutkan bahwa tugas BPK adalah melaksanakan pelesatarian cagar budaya dan objek pemajuan kebudayaan, sementara untuk fungsi dari BPK, salah satunya adalah menyelenggarakan pelaksanaan kemitraan di bidang pelestarian cagar budaya, objek yang diduga cagar budaya, dan objek pemajuan kebudayaan.
Dalam paparannya, Kepala BPK Wilayah V, Agus Widiatmoko memaparkan mengenai materi “Kemitraan Balai Pelestarian Kebudayaan dan Taman Budaya Jambi dalam Tata Kelola Kesenian Daerah Jambi”. Hal yang menarik hasil dari paparan materi yang disampaikan yang kemudian saya catat adalah tentang bagaimana kemitraan antara BPK Wilayah V dengan TBJ dalam hal usaha-usaha pemajuan kebudayaan, pemajuan kebudayaan yang berdasarkan dari 10 Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK). Pada tata kerja dari BPK Wilayah V dalam hal 10 OPK berada dalam ranah hulunya, yang artinya pengidentifikasi, pencarian, penelitian dari sumber-sumber 10 OPK yang berada di Provinsi Jambi adalah kerja dari BPK Wilayah V, sedangkan kemitraan kerja yang berkelanjutannya dari hasil temuan-temuan 10 OPK yang telah dikerjakan oleh BPK Wilayah V, yang dalam artian hilir dari hasil-hasil temuan tersebut, adalah ranah kinerja dari TBJ, dimana hasil dari temuan-temuan tersebut kemudian dieksplorasi, dan dikreasikan menjadi pertunjukan-pertunjukan seni, ataupun karya seni rupa, sastra, ataupun karya seni lainnya. Secara tidak langsung Agus juga menekankan, agar TBJ menjalankan fungsi sebagai laboratorium, yang mengolah, mengeksplorasi, dan bereksperimentasi terhadap sumber-sumber data-data dari 10 OPK yang telah dikerjakan oleh BPK Wilayah V.
Pandangan Kemitraan
Hulu dan hilir adalah suatu hal yang sejatinya untuk saling terus berfungsi, bersinergi, dan saling mengisi. Dengan berfungsinya hulu dan hilir maka terjadilah kegiatan yang terus mengalir, terus mengisi, terus berfungsi, dimana dapat kita bayangkan bilamana suatu aliran tidak berfungsi atau tidak mengalir, maka hanya kemandekan yang kemudian menjadi sebuah kubangan, yang mana selanjutnya setelah kubangan terbentuk, maka segala kotoran-kotoran mengendap, berkumpul, yang kemudian melahirkan berbagai jenis penyakit-penyakit, yang pada tahap akhirnya dari kubangan tersebut tidak dapat diambil manfaatnya, atau malah menghadirkan kemudaratan bagi sekitarnya. Oleh karena itulah hulu dan hilir seharusnya terus mengalir, dan terus berfungsi tanpa harus saling melegitimasi siapa-siapa yang lebih berfungsi atau siapa-siapa yang lebih utama. Dalam hal tersebut bilamana kita kaitkan dengan konsep kemitraan yang kini dikembangkan oleh pihak Pengelola TBJ, maka pandangan kemitraan adalah keharusan, karena tanpa kemitraan kegiatan kesenian yang akan dilakukan ke depan hanya akan menghasilkan kemandekan, kejemuan, kebuntuan dalam proses berkesenian yang terus menurus diolah, dieksplorasi, diperbarui demi menghasilkan karya-karya seni baru yang mampu memberikan pemajuan kesenian bagi masyarakat Jambi ataupun masyarakat dunia.
Kemitraan dalam pandangan saya berdasarkan hasil pengamatan dari kegiatan sarasehan seni ini seperti kuncian, dimana kuncian sendiri barangkali lazim digunakan dalam istilah olahraga pencak silat, kuncian sendiri dalam pencak silat merupakan teknik untuk menguasai tubuh lawan dalam usaha memenangkan pada suatu pertandingan. Dalam pandangan saya tersebut, maka kuncian dalam hal ini untuk memenangkan kegiatan kesenian ke depan yang akan diselenggarakan/ dilaksanakan oleh pihak Pengelola TBJ adalah kemitraan. Kemenangan disini bukanlah dalam hal perlombaan, namun memenangkan kedudukan TBJ sebagai tempat dari pengolahan kesenian atau laboratorium yang mana sumber bahan pengolahannya atau bahan eksperimentasinya adalah hasil temuan-temuan data-data dari 10 OPK yang berada di BPK Wilayah V. Dalam hal tersebutlah, maka pentingnya kuncian dari kemitraan guna menyokong data-data agar dapat menghadirkan karya-karya yang terus terbarukan yang bersumberkan hasil dari pengolahan temuan-temuan yang telah didapatkan oleh BPK Wilayah V. Pada titik inilah pandangan saya mengenai kemitraan adalah kuncian.
Pengelolaan Kebudayaan
Pertemuan sarasehan seni ini juga membuka kemungkinan-kemungkinan dari tata kelola TBJ yang lebih baik ke depan. Kemungkinan tersebut dihadirkan lewat kesempatan tanya jawab yang diberikan kepada peserta untuk dapat memberikan pandangan, gagasan, ataupun masukan. Tata kelola UPTD TBJ yang kemudian menjadi perhatian besar dari para peserta kegiatan, hal tersebut saya kemukakan karena berdasarkan pengamatan yang saya baca dari pertemuan ini adalah adanya keinginan agar TBJ dapat tumbuh maju berkembang dan menjadi tempat kawah candradimuka bagi lahirnya insan-insan budayawan dan seniman yang mampu memberikan pengaruh di tingkat nasional dan bahkan internasional.
Namun sejatinya tata kelola dari UPTD TBJ tidak bisa lepas dari Pergub Jambi Nomor 25 Tahun 2018, dimana telah tertuang mengenai tugas dan fungsi dari UPTD TBJ. Pergub yang kemudian menjadi dasar dari tata kelola UPTD TBJ, yang tentunya apabila Pengelola TBJ tidak menjalankan dari Pergub tersebut maka salah lah Pengelola TBJ. Oleh karena hal itu yang kemudian menjadi perhatian dari para peserta sarasehan adalah tentang bagaimana terimplementasinya dengan baik dari Pergub tersebut. Maka tak heran, apabila para peserta sarasehan menekankan agar dibuatnya turunan dari Pergub tersebut yang kemudian tertuang ke dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang bagaimana syarat-syarat agar suatu kelompok seni dapat difasilitasi UPTD TBJ baik dari tempat ataupun pendanaan produksi. Adanya SOP tersebut tentunya akan membantu dalam hal tata kelola yang lebih baik kedepannya dari UPTD TBJ, karena secara langsung akan menjalankan tugas dan fungsinya yang sesuai dengan Pergub Jambi Nomor 25 Tahun 2018 dengan tetap memperhatikan aspek kualitas dari setiap karya yang tersaji serta mempertimbangkan peran pemajuan kebudayaan dalam wujud produk kesenian yang bersumberkan dari 10 OPK yang berasal dari Jambi.
Perumusan Berkelanjutan
Pemilahan dan pemilihan adalah hal yang harus terus terjadi, dimana hal tersebut berangkat dari perkembangan zaman yang berimbas kepada perubahan masyarakat. Maka pola-pola kebijakan pun sejatinya harus mengikuti perubahan agar mampu menghadapi tantangan yang terus berdatangan tanpa mengenal waktu dan keadaan. Oleh karena itu, pemilahan dan pemilihan kebijakan yang berkaitan dengan kesenian, khususnya pada UPTD TBJ yang sama-sama harus terus kita jaga, kita kawal, dan bersama-sama kita majukan. Maka lahirlah rumusan guna menghadapi tantangan zaman, dimana lahirnya rumusan adalah suatu usaha agar sesuatu hal itu tidaklah hilang, lenyap, dan ditinggalkan. Kebijakan mengenai tata kerja UPTD TBJ pun tak lepas dari perhatian peserta sarasehan, banyak dari peserta yang mengusulkan untuk ditinjau ulang kembali perihal Pergub Jambi Nomor 25 Tahun 2018. Hal tersebut tentunya adalah bentuk dari kepedulian para budayawan, seniman, ataupun peserta yang hadir dari berbagai kalangan. Mereka sepakat bahwa peninjauan Pergub tersebut didasari demi pemajuan UPTD TBJ yang tentunya juga berimplikasi terhadap tata kerja, tata program, dan tata kerjasama.
Pemilahan dan pemilihan tersebut bermuara kepada rekomendasi 3 rumusan di hari pertama, dimana rekomendasi tersebut lahir berdasarkan pandangan dari para sarasehan tentang penting peninjauan kembali Pergub Jambi Nomor 25 Tahun 2018. Ketiga rumusan rekomendasi tersebut, ialah: (1) Perlunya petunjuk pelaksanaan/ SOP/ acuan kerja oleh Taman Budaya Jambi yang dapat dibahas bersama pelaku/ penggiat seni untuk dipedomani; (2) Taman Budaya Jambi dan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah V membangun kemitraan dan sinergitas untuk menunjang aktivitas kebudayaan yang melibatkan pelaku/ penggiat seni budaya; (3) Mengusulkan peninjauan kembali Pergub Nomor 25 Tahun 2018 tentang Tugas dan Fungsi Taman Budaya Jambi. Ketiga rekomendasi dari rumusan yang dilahirkan dari sarasehan seni TBJ di hari pertama, kiranya cukup menjawab dari perkembangan zaman dan perubahan masyarakat, yang kembali lagi bila merujuk dari pandangan yang saya kemukakan, bahwa hal itu lahir dan hadir atas dasar bentuk kecintaan, kepedulian, dan keinginan terhadap UPTD TBJ agar mampu tumbuh berkembang mengikuti zaman dengan menjangkau semua kalangan/ apresian, guna mengukuhkan tugas dari UPTD TBJ yang tertuang di Pergub tersebut, yakni sebagai pengembangan seni budaya lokal dan regional di Provinsi Jambi. Semoga hasil rekomendasi perumusan yang lahir di hari pertama pertemuan sarasehan seni kemudian tidak menjadi uap yang hilang terbawa hembusan angin, yang tidak dapat kita temui lagi wujud nyata dari pelbagai sumbangsih saran, gagasan, masukan yang telah dituangkan dari pelbagai pikiran demi kepentingan bersama-sama, yakni pemajuan kesenian yang berkelanjutan dengan bersumberkan dari 10 OPK di Provinsi Jambi.