16 November 2024

Jambi Daily

Media Online Publik Aksara Propinsi Jambi

Kemufakatan Sebagai Rumusan Pemajuan Kebudayaan yang Berkelanjutan (Pandangan Hari Ke-2 Dari Sarasehan Seni TBJ 2023)

10 min read

Foto: Narasumber Sarasehan Seni Taman Budaya Jambi Hari Kedua, (berdiri) Nukman, (duduk) Ja’far Rassuh

Oleh: Ady Santoso (Dosen Program Studi Seni Drama Tari dan Musik Universitas Jambi)

Pembukaan

Hari kedua berjalan dari rangkaian selama dua hari pelaksanaan agenda Sarasehan Seni Taman Budaya Jambi Tahun 2023 yang diselenggarakan oleh Unit Pengelola Teknis Daerah (UPTD) Taman Budaya Jambi (TBJ). Hari kedua ini menghadirkan narasumber Ja’far Rassuh selaku Budayawan, dan Nukman selaku Pemerhati Budaya.Teknis berjalannya sarasehan di hari kedua sama seperti berjalannya di hari pertama, dimana narasumber memaparkan materinya masing-masing, lalu dilanjutkan dengan tanya jawab dari peserta dan dipenghujung sarasehan akan dilangsungkan urung rembuk perumusan rekomendasi bagi perbaikan dan pemajuan tata kelola ke depan dari UPTD TBJ.

Kesempatan pertama dari penyampaian materi diberikan kepada Ja’far Rassuh yang dalam kegiatan sarasehan seni bertindak sebagai budayawan, walaupun tidak bisa juga dielakkan bahwa beliau adalah mantan Kepala UPTD TBJ dan juga sekaligus seniman yang berkecimpung di bidang seni lukis. Dalam paparannya Pak Ja’far, sapaan akrab beliau, menyampaikan perihal gagasan “Tinjauan Upacara Tradisional sebagai Sumber Karya”. Kecenderungan gagasan materi yang disampaikan Pak Ja’far, menurut pandangan saya adalah bertolak dari tugas UPTD TBJ yang tertuang di dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Jambi Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Daerah Taman Budaya Jambi pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi, yakni pengembangan seni budaya local dan regional di Provinsi Jambi.

Pemaparan yang disampaikan juga bertolak dari hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan seni yang telah berlangsung di TBJ selama tahun 2022, baik itu kegiatan pertunjukan seni musik, pertunjukan seni tari, pertunjukan seni teater, pameran seni rupa, dan pagelaran seni sastra. Kekuatan upacara tradisional yang ditekankan oleh Pak Ja’far sebagai sumber penciptaan seni yang akan difasilitasi oleh UPTD TBJ di tahun 2023 ini, adalah berangkat dari keanekaragaman dan kekayaan upacara tradisional yang dimiliki Provinsi Jambi, sehingga menurut beliau, karya-karya seni yang telah disajikan di TBJ tidak ada penciptaan karya seni itu yang berangkat dari sumber upacara tradisional yang sama. Hal tersebut mendapatkan apresiasi yang besar dari Pak Ja’far, lantaran dari 48 penyajian karya seni di tahun 2022 tidak ada yang bersumberkan dari satu sumber upacara tradisional yang sama, sehingga hal tersebut adalah capaian luar biasa bagi Pengelola TBJ.

Narasumber kedua, Nukman dalam pemaparannya menyampaikan mengenai “Implementasi Kegiatan Taman Budaya Jambi”. Hal yang kemudian dapat saya tangkap berdasarkan pemaparan materi yang disajikan adalah kejernihan penilaian terhadap implementasi kegiatan yang telah berlangsung selama tahun 2022 oleh pihak Pengelola TBJ. Dalam paparannya Nukman menyampaikan perihal yang mendukung pentingnya peran kurator serta serapan aspirasi dari pelbagai penggiat budaya, seni, atau masyarakat umum yang peduli terhadap kemajuan kebudayaan dalam konteks kesenian yang berlangsung di UPTD TBJ. Beberapa point yang dapat saya bagikan hasil dari paparan Nukman, diantaranya: (1) Pengelola TBJ hendaknya mengidentifikasi dan mempertimbangkan masukan pelaku dan penggiat budaya; (2) Penguatan fungsi kurator; (3) Taman Budaya Jambi menempatkan diri sebagai fasilitator, sementara eksekutornya adalah pelaku dan penggiat budaya.

Kiranya ketiga poin yang saya kutip dari pemaparan Nukman, dapatlah saya ambil pandangan, bahwa memang telah terdapat ketidaksesuaian terhadap jalannya tata kelola oleh Pengelola TBJ. Maka tak ayal, bahwa giatnya para peserta sarasehan seni yang terus mengikuti sampai di penghujung kegiatan, adalah bukti bahwa memang terdapat banyak hal yang pada tahun 2022 tidak berjalan sesuai harapan. Namun saya sependapat terdapat pandangan dari Nukman, dalam kelakarnya sewaktu menjadi pembicara, kerja di bidang kesenian itu kuping harus terbiasa panas, karena memang para penggiatnya peka terhadap situasi dan keadaan. Sehingga apabila terdapat kerja yang tidak seperti direncanakan atau disepakati bersama, maka kritikan akan deras mengalir bak air hujan. Namun kritikan, sejatinya adalah bentuk kasih sayang, kecintaan, keinginan akan adanya perbaikan, serta kepedulian yang tak dapat kita hindarkan, oleh karena itu pelbagai bentuk kritikan, masukan, pandangan, saran, gagasan adalah bentuk dari proses menuju kepada kemufakatan.

Penjajakan Kemufakatan

Lain hal pada hari pertama, di hari kedua ini berjalannya silang saling pendapat, gagasan, pertanyaan, masukan, saran dan kritik berjalan lebih panjang dibandingkan di hari pertama pelaksanaan. Terlihat memang dalam hilir mudiknya diskusi antara peserta dengan narasumber, ataupun antara peserta dengan peserta. Moderator yang menjadi juru kendali berjalannya diskusi, Hendri Nursal menempatkan posisinya sebagai juru kendali yang demokratis, dengan memberikan kesempatan kepada para peserta untuk menyampaikan apa yang ingin disampaikan. Dalam waktu ini, saat berlangsungnya diskusi pada sesi ke 4, nampak mulai banyak peserta yang menyampaikan perihal pentingnya aturan baku dari setiap program kegiatan yang akan berjalan, sehingga setiap program-program kegiatan yang akan dilangsungkan oleh pihak UPTD TBJ menjadi jelas standarisasinya. Sebut saja aturan baku tersebut adalah Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang bagaimana syarat-syarat agar suatu kelompok seni dapat difasilitasi UPTD TBJ baik dari tempat ataupun pendanaan produksi.

SOP tersebut menjadi penting, lantaran ketika suatu kelompok seni ingin difasilitasi UPTD TBJ baik dari tempat ataupun pendanaan produksi, maka kelompok seni tersebut harus mengikuti seluruh prasyarat yang telah tertuang di dalam SOP tersebut, dalam hal tersebutlah pijakan aturan yang telah tertuang di SOP menjadi keharusan yang harus diikuti dan dipenuhi. Sehingga dengan ketersediaannya SOP tersebut tidak akan lagi sajian seni yang akan difasilitasi UPTD TBJ yang tidak sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan dan diprasyaratkan oleh UPTD TBJ. Namun yang menjadi kendala adalah kesatuan pemahaman dalam menghadirkan kemufakatan yang nantinya akan tertuang di dalam SOP untuk prasyarat dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh kelompok seni yang ingin difasilitasi UPTD TBJ.

Dari pentingnya ketersediaan SOP tersebutlah, ketika menjelang akhir waktu sarasehan, maka penjajakan kemufakatan akhirnya berhasil dilangsungkan. Kemufakatan untuk menyusun SOP tersebut yang kemudian akan ditindaklanjuti oleh tim kurator yang telah ditetapkan oleh pihak UPTD TBJ, pihak Pengelola TBJ dan tim perumus yang merupakan perwakilan dari peserta sarasehan seni. Rumusan SOP yang harus diselesaikan tersebut menjadi penting, lantaran dari tersedianya SOP tersebut, para komunitas seni menjadi lebih dini dalam mempersiapkan proses kerja kreatifnya dalam mewujudkan karyanya agar dapat difasilitasi UPTD TBJ. Kemufakatan yang kemudian menyerahkan penjabaran rumusan SOP ini kepada pihak tim kurator, Pengelola TBJ, dan tim perumus agar dalam waktu yang sesingkatnya menyelesaikan SOP tersebut, yang selanjutnya diinformasikan kepada publik.

Pemikiran Kebudayaan

Isu penting lain yang diketengahkan dalam sarasehan seni hari kedua ini adalah perihal menggapai apresian, dimana apresian menjadi perhatian lebih dari Kepala UPTD TBJ, Ery Argawan. Apresian adalah bagian penting dari peristiwa kebudayaan, tanpa apresian kerja kebudayaan yang dalam konteks ini adalah kesenian, tidak akan bekerja secara maksimal dan berdampak terhadap pemajuan kebudayaan. Karena sejatinya karya-karya seni yang disajikan adalah untuk apresian (masyarakat/publik), melalui karya seni yang disajikan tersebut terdapat pesan, nilai-nilai, hingga kreativitas artistik hasil pengolahan pengetahuan. Oleh karena itu, kedudukan apresian menurut pandangan saya pun menjadi hal yang utama dan harus juga turut dibahas, serta mendapat titik perhatian yang tidak bisa dikesampingkan.

Saya sendiri pada saat sesi diskusi mencoba berurun rembuk, menyampaikan pandangan, gagasan, bisa juga pokok pikiran perihal menurutkan rumusan yang telah ditetapkan kepada strategi pencapaian kinerja UPTD TBJ dengan mengadopsi konsep pentahelix dalam menghadirkan ekosistem kebudayaan dalam hal konteks ketercapaian rumusan-rumusan kesenian yang telah ditetapkan UPTD TBJ. Konsep pentahelix sendiri merupakan model inovatif pengembangan untuk menciptakan ekosistem berdasarkan kreatifitas dan pengetahuan, yang mana harapannya adalah sebuah solusi untuk pengembangan kegiatan kreatifitas, inovasi, teknologi yang lazim diterapkan pada industri kreatif. Maka melalui model konsep pentahelix yang saya adopsi ini, setidaknya terdapat 5 pilar guna mewujudkan ekosistem kebudayaan yang berkelanjutan dalam kontes kesenian yang akan dicapai berdasarkan rumusan-rumusan yang ditetapkan UPTD TBJ. Kelima unsur dalam pentahelix tersebut adalah: (1) Pemerintah; (2) Komunitas/ Masyarakat; (3) Swasta/Industri; (4) Akademisi; (5) Media Masa.

Pemerintah menjadi aktor utama dalam model diatas, dimana pemerintah menjadi penentu regulator, serta fasilitator, sehingga diharapkan janganlah pemerintah kemudian juga turut menjadi eksekutor, sebagaimana yang dipaparkan oleh Nukman, bahwa posisi Pengelola TBJ harus jelas yakni fasilitator, dan bukan eksekutor. Dalam model tersebut, pemerintah memainkan peran sentral guna penegakan peraturan, ketersediaan peraturan, dan juga pengontrol peraturan. Oleh karena kedudukan pemerintah yang dalam hal ini UPTD TBJ adalah sentral dan menjadi fasilitator dari unsur-unsur lain yang sejatinya turut membangun ekosistem kebudayaan yang berkelanjutan dalam konteks kesenian. Komunitas/ masyarakat sebagai unsur lain dalam model konsep pentahelix ini memainkan peran penting dalam penggerak kebudayaan, mereka sejatinya yang memberikan dengan jernih berupa sumbangsih saran, masukan, gagasan, ide konstruktif yang turut melestarikan, mengembangkan dan memajukan kebudayaan dalam konteks kesenian.

Kedudukan unsur swasta/industri sejatinya dapat menjadi mitra bertukar pandangan dalam hal tata kelola, tata program, dan tata kerjasama bagi pemerintah. Dimana dalam pemajuan kita tidak bisa lepas dari peran penting kemitraan, sekalipun itu sektor swasta. Oleh karena itu peran swasta/industri juga turut dalam memajukan kebudayaan, sebagaimana hadirnya Tempoa Art Gallery yang berlokasi di Pasar Hongkong Jelutung. Kehadirannya dalam sarasehan seni menurut pandangan saya menjadi penyeimbang yang sama-sama turut memajukan kebudayaan. Akademisi merupakan aktor yang sering terlibat dalam pelbagai pengambilan keputusan kebijakan, oleh karena itu keterlibatan akademisi yang melekat kepada dirinya asal perguruan tinggi, maka mau tidak mau pihak pemerintah sebagai aktor utama juga turut melibatkan perguruan tinggi yang berada di Jambi demi membangun ekosistem pemajuan kebudayaan yang berkelanjutan.

Unsur kelima yang sejatinya memberikan andil besar dalam memajukan kebudayaan adalah media massa. Perannya sebagai sarana penyebarluasan informasi dari peristiwa kebudayaan dalam hal ini adalah kesenian menjadi besar keberadaanya. Hal tersebut manakala sebuah peristiwa kesenian kemudian diinformasikan, diulas, dikritik, dipromosikan, direkomendasikan, menjadikan peristiwa kesenian yang berlangsung tersebut mendapatkan perhatian bagi masyarakat, terlebih ketika perhatian tersebut berhasil membuat publik kemudian datang ke peristiwa seni yang berlangsung di UPTD TBJ, sehingga hal tersebut tentunya turut mencapai target hadirnya apresian-apresian baru di TBJ serta turut membangun ekosistem kesenian di Provinsi Jambi. Pandangan saya media massa hendaknya terus selalu dirangkul, dilibatkan, serta selalu dihadirkan dalam setiap peristiwa seni yang terjadi di TBJ, sehingga hasil informasi yang tersaji melalui media massa dapatlah menggemakan apresiasi seni di Provinsi Jambi.

Perwujudan Berkelanjutan

Kemeriahan pelbagai pandangan, gagasan, kritikan, saran, dan masukan-masukan yang menggema selama kegiatan sarasehan seni berjalan, akhirnya dapatlah disarikan dalam rumusan rekomendasi yang nantinya akan diteruskan dan menjadi pekerjaan rumah tangga dari pihak Pengelola TBJ. Kemufakatan telah dituangkan ke dalam 13 rumusan sarasehan di hari kedua ini: (1) Taman Budaya Jambi menunjuk kurator untuk menjembatani karya seni, seniman dan masyarakat; (2) Perlu pemahaman tentang penggunaan istilah eksperimentasi dan pengolahan; (3) Taman Budaya Jambi harus memperjelas program dan teknis pelaksanaan kegiatan; (4) Taman Budaya Jambi harus sering melaksanakan dialog dan forum diskusi; (5) Usulan program tahun depan dibedah dan didiskusikan pada tahun berjalan; (6) Taman Budaya Jambi tidak bisa sendiri melaksanakan tugas dan fungsinya; (7) Komitmen Taman Budaya Jambi sebagai fasilitator; (8) Dalam pelaksanaan program kerja kesenian Taman Budaya Jambi memfasilitasi pelaku dan penggiat budaya sesuai tugas dan fungsi; (9) Taman Budaya Jambi melibatkan pelaku/penggiat dalam penyusunan program kerja berdasarkan kepada peraturan pemerintah yang ada; (10) Taman Budaya Jambi melalui laman resminya menyiapkan tautan yang berisikan petunjuk teknis dan pelaksanaan program kerja; (11) Kurator yang ditunjuk oleh Taman Budaya Jambi bertanggung jawab penuh kepada semua materi dan konsepnya, istilah yang ada pada program Taman Budaya Jambi; (12) Pelaku/penggiat budaya memberi usulan pergelaran menyertakan hasil kajian, dan dokumentasi visual; (13) Bentuk tim penjabaran dari rumusan masalah sarasehan seni 2023.

Rumusan yang 13 tersebut tentunya adalah hasil dari kemufakatan guna menciptakan dan menghadirkan ekosistem kebudayaan dalam konteks kesenian yang berkelanjutan pada UPTD TBJ. Namun dalam pandangan saya, kini masihlah tersisa pertanyaan mendasar mengenai akan kah ke 13 rekomendasi rumusan tersebut terlaksana seluruhnya? Saya tidak bisa mengemukakan jawaban atas pertanyaan dasar yang saya tersebut, baik itu jawaban bisa terlaksana seluruhnya, atau mungkin setengahnya, atau bahkan hanya 1 saja, saya belum bisa menemukan jawabannya. Pertanyaan tersebut dapat terjawab manakala, seluruh penggiat budaya, seni, dan masyarakat yang memiliki keingian untuk memajukan TBJ turut mengawal, memberikan masukan, memberikan kritikan, memberikan saran, guna pihak Pengelola TBJ, tim kurator, dan tim perumus dalam mewujudkan 13 rekomendasi rumusan tersebut.

Namun saya berpandangan yakin bahwa 13 rekomendasi rumusan tersebut dapat terwujud dan terlaksana, dimana padangan tersebut saya dasari oleh hadirnya rasa kepedulian, kecintaan, dan rasa memiliki dari keberadaan TBJ yang menjadi tempat pertemuan gagasan, pertemuan kekaryaan, pertemuan pandangan, pertemuan rindu akan pemajuan kebudayaan dari para penggiat budaya, seni, dan masyarakat umum yang menghendaki adanya pemajuan berkesenian yang berkelanjutan di TBJ. Diakhir pandangan dari hasil pertemuan sarasehan seni selama dua hari berjalan, segala bentuk rumusan rekomendasi yang telah disepakati, sejatinya tidak akan berjalan dan tidak akan wujud manakala kita tidak hadir dan turut andil dalam mengawal peristiwa seni di Taman Budaya Jambi.

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

26 + = 34