19 September 2024

Jambi Daily

Media Online Publik Aksara Propinsi Jambi

GALI LAGI TRADISI (Catatan Workshop Seni Pertunjukan Bidang Teater Taman Budaya Jambi)

6 min read

Gambar: Narasumber Didin Siroz (kanan/bertopi) dan Moderator Hendry Nursal (kiri)/ Sumber: Ady Santoso

Oleh: Ady Santoso (Dosen Program Studi Seni Drama Tari dan Musik Universitas Jambi)

Materi mengenai tradisi tidak akan pernah habis untuk dikuliti, dikaji, didalami, bahkan kalaupun tradisi terus dieksplorasi, tidak akan habis-habisnya temuan-temuan yang kemudian kita dapatkan. Kalaupun dalam hal mengeksplorasi tradisi kemudian kita mendapatkan temuan-temuan atas apa yang kita kaji, adalah kemudian temuan-temuan tersebut akan melahirkan pertanyaan-pertanyaan baru atas temuan-temuan yang tadi telah kita dapatkan. Maka sejatinya itulah mengapa kegiatan diskusi, sarasehan, seminar, bahkan workshop sekalipun dalam konteks kesenian, lebih khusus lagi seni pertunjukan, tema tradisi menjadi tema yang tidak akan pernah habis untuk dikaji.

Begitupun dalam kegiatan yang telah berlangsung di Taman Budaya Jambi (TBJ), dimana telah diselenggarakannya Workshop Seni Pertunjukan (Seni Tari, Seni Musik, dan Seni Teater) yang berlangsung selama tiga hari mulai dari 25-27 Mei 2023 yang diselenggarakan oleh Pengelola TBJ. Workshop pada hari ketiga ini berlangsung dengan teknis pelaksanaan berdasarkan masing-masing latar bidang seni pertunjukan peserta, seperti narasumber workshop seni tari dengan peserta dari latar bidang seni tari, narasumber workshop seni musik dengan peserta dari latar bidang seni musik, dan narasumber workshop seni teater dengan peserta dari latar bidang seni teater. Adapun saya kemudian berada diantara peserta workshop bidang seni teater.

Narasumber workshop seni teater adalah Didin Sirojuddin, yang kemudian akrab disapa dengan sebutan Didin Siroz atau Abah Didin. Didin merupakan seniman teater lulusan Jurusan Seni Teater Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung. Didin pernah menjabat sebagai Kepala Taman Budaya Jambi. Bersama teman-temannya di tahun 1999 mendirikan Teater Tonggak Jambi, yang hingga kini terus aktif dalam menyutradarai dan mementaskan karya teater baik untuk tingkat Provinsi Jambi, Pulau Sumatera, hingga Indonesia. Pertunjukan teater yang terbaru dia sutradarai dan sekaligus penulis naskahnya adalah “Lesung Luci” yang diproduksi dan dipentaskan selama tahun 2022.

Tradisi sebagai Sumber

Tradisi sebagai sumber penciptaan teater adalah materi yang disampaikan oleh Didin. Menurutnya dalam menjadikan tradisi sebagai sumber penciptaan teater bukanlah memindahkan secara keseluruhan dari kegiatan upacaranya, namun lebih kepada melihat akan nilai-nilai yang terkandung di dalam tradisi tersebut, yang selanjutnya untuk kebutuhan teater maka dibangunlah peristiwa guna mendukung nilai-nilai yang terdapat di tradisi tersebut ke dalam teater. Didin kemudian mencontohkan tentang bagaimana ketika dia berproses dalam membuat pertunjukan teater yang bersumberkan dari tradisi makan bersama pada masyarakat Melayu Jambi dalam satu nampan, yakni makan merawang. Menurutnya ketika menjadikan tradisi makan bersama tersebut sebagai sumber penciptaan pertunjukan teater, Didin melihat bahwa di dalam tradisi tersebut terdapat nilai kesetaraan, kasih sayang, kebersamaan, dan berbagi, yang mana selanjutnya ketika menggangkat tradisi tersebut sebagai penciptaan teater, tersajilah pertunjukan teater yang berjudul “Tuah Hidang Yang Hilang”.

Gagasan pertunjukan “Tuah Hidang Yang Hilang” Didin relevansikan dengan kondisi waktu saat ini, dimana kondisi ekonomi bangsa Indonesia dengan kekayaan alamnya yang dikuasai oleh sekelompok kecil golongan saja. Dimana kelompok kecil yang kisaran persentasenya hanya 3% dari jumlah 100% penduduk Indonesia, kemudian mampu menguasai hingga 70% kekayaan alam Indonesia dan mampu memainkan jalannya roda perekonomian Indonesia. Maka pada kondisi selanjutnya, sisa kekayaan alam Indonesia yang 30% tersebut, kemudian diperebutkan oleh 93% penduduk Indonesia. Berangkat dari hal tersebut, Didin menyimpulkan bahwa terdapat orang-orang serakah, ada yang ingin mengambil seluruh kekayaan alam Indonesia dan tidak ingin berbagi. Berangkat dari hal tersebutlah, maka “Tuah Hidang Yang Hilang” kemudian membangun peristiwa teaternya dengan bersumberkan tradisi makan merawang.

Paparan mengenai bagaimana tradisi dari makan merawang yang kemudian dijadikan sumber penciptaan teater oleh Didin, adalah salah satu dari beberapa pertunjukan teater yang telah ia pentaskan, dimana tradisi menjadi sumber penciptaan pertunjukan teater. Selanjutnya adalah tentang bagaimana strategi mengangkat tradisi sebagai sumber penciptaan teater, Didin menyampaikan bahwa perlunya membangun peristiwa pertunjukan teater yang berkaitan dengan kondisi kekinian di tengah masyarakat, perlunya ada keterkaitan dengan isu-isu yang terjadi saat ini. Didin memaparkan kembali tentang bagaimana tradisi bersih desa yang diangkat menjadi pertunjukan teater, dimana kemudian Didin mengkaitkan tradisi bersih desa dengan peristiwa tawuran pelajar. Peristiwa tawuran pelajar ia jadikan sebagai isu pertunjukan, dimana saat itu sedang marak-maraknya peristiwa tawuran pelajar.

Riset untuk Relevansi

Kerja membangun peristiwa di dalam pertunjukan teater adalah kerja riset, selain si pengkarya mencari nilai-nilai yang terkandung di dalam suatu tradisi yang kemudian dijadikan sebagai sumber penciptaan teater, pengkarya selanjutnya perlu untuk mengkaitkan/merelevansikan nilai-nilai tradisi tersebut dengan kondisi atau isu-isu terkini di tengah masyarakat. Dengan pemilihan kondisi atau isu-isu yang berada di tengah masyarakat itulah yang kemudian membuat pengkarya yang dalam tahap selanjutnya adalah melakukan kerja riset guna memenuhi segala informasi-informasi terkait dengan kondisi atau isu-isu yang berada di tengah masyarakat. Hal tersebutlah yang kemudian menjadi pertanggung jawaban dari karya yang disajikan. Pengkarya membangun kerja riset guna memperkuat pertunjukan yang akan disajikan. Temuan informasi dari riset tersebutlah yang menjadi landasan bangunan tangga dramatik pertunjukan hingga manjadi kekuatan dalam membangun konflik. Untuk itulah kerja membangun pertunjukan teater kini perlu untuk terus menggali tradisi, riset informasi, dan merelevansikan dengan kondisi kehidupan saat ini.

Teater itu Mulia

Menggali lagi lagi dan lagi perihal kekayaan tradisi di Jambi, adalah hal yang harus terus dijaga, terus digeluti, terus digali dan jangan sampai terhenti. Dimana hal tersebut perlu untuk terus dihadirkan di dalam kancah diskusi, pagelaran seni, pameran seni, atau bahkan harus masuk sampai ke ranah ruang-ruang sang penentu kebijakan. Menggali tradisi yang kemudian dijadikan sebagai sumber penciptaan seni, dalam hal ini seni teater adalah kerja mulia. Kerja yang mana ketika membangun sebuah pertunjukan teater yang bersumberkan tradisi, maka disitulah dimulainya rangkaian pencarian, pengembangan, dan peningkatan pengetahuan. Hal tersebut yang membuat seni teater adalah kerja mulai, lantaran ketika memulai kerja teater adalah memulai kerja riset, dan kerja riset adalah kerja pengetahuan. Oleh sebab itu mengutip pernyataan dari Slamet Raharjo Djarot yang pernah disampaikannya dalam forum Pelaku Teater Indonesia tahun 2021, bahwa teater adalah mother of knowledge (ibu pengetahuan).

Teater disebut sebagai ibu pengetahuan didasari manakala tatkala kita membangun sebuat pertunjukan teater, maka sebagai bentuk pencarian informasi guna mendukung banguan pertunjukan teater tersebut, wajiblah bagi kita kemudian untuk riset kembali. Seperti ketika kita ingin mambangun setting peristiwa teater yang berlatar belakang masa perjuangan kemerdekaan Indonesia yang terjadi di Jambi, maka kita wajib mencari data perihal sumber sejarah peristiwanya, tokoh-tokohnya, pakaiannya, jenis dan bentuk senjatanya, kendaraannya, dan lain-lain sebagainya yang tentunya berkaitan dengan data yang kita perlukan. Maka tidak berlebihan memang bila Didin kemudian menyatakan bahwa kerja teater adalah kerja yang komplet/lengkap, dimana dalam kerja teater terdapat kerja dari seni rupa, seni tari, seni musik, seni video, sejarah, arkeologi, sosial, ekonomi, politik, teknik, dan kerja di bidang lainnya. Oleh karena itulah, sejatinya pelaku teater sudah saatnya untuk tidak antipati atau tidak peduli bahkan alergi terhadap kerja riset sebagai landasan dalam memperkuat bangunan karya seni pertunjukan. Bahkan dalam pandangan saya, melalui workshop seni pertunjukan bidang teater, kerja riset hendaknya menjadi budaya yang harus terus ditumbuhkembangkan bahkan terus digelorakan guna menyajikan karya-karya teater yang bercitra pembaharuan

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

+ 89 = 98