23 November 2024

Jambi Daily

Media Online Publik Aksara Propinsi Jambi

Titas Suwanda, Berikan Materi Kedua Workshop Sastra tahun 2023 di Taman Budaya Jambi

5 min read

JAMBIDAILY SENI, Budaya – Taman Budaya Jambi (TBJ) gelar workshop sastra tahun 2023 dengan tema ‘Penulisan Naskah yang Berakar Dari Upacara Tradisi’ 29-30 Mei 2023.

“Workshop sastra ini pada akhirnya akan melahirkan baik itu karya sastra maupun sumber daya manusianya, sehingga generasi kita kedepannya menjadi kebanggaan provinsi jambi dan mempunyai tanggung jawab terhadap pengembangan sastra khususnya,” Ungkap Eri Argawan, Kepala Taman Budaya Jambi (Senin, 29/05/2023) dalam kata sambutannya.

Diikuti 50 peserta, Workshop yang dibuka secara resmi oleh Eri Argawan, Kepala Taman Budaya Jambi (Senin, 29/05/2023) tersebut bertujuan untuk Mewujudkan kepedulian dan tanggung jawab pemerintah dalam mengenalkan, melestarikan serta membina potensi budaya yang ada di masyarakat dengan cara meningkatkan pengetahuan dan hubungan kerja sama antara pelakunya.

Dipandu Oky Akbar selaku moderator, Ada tiga narasumber yang dihadirkan dalam Workshop sastra kali ini, yang PERTAMA seniman asal Aceh yang kini tercatat sebagai tenaga pengajar di ISI Panjangpanjang yaitu DR.Sulaiman Juned, S.Sn, M.Sn.

Lalu Narasumber yang KEDUA, Titas Suwanda salah satu tokoh teater muda di Jambi, dia juga saat tercatat sebagai Wakil Ketua Pelaku Teater Indonesia (PTI) Korda Provinsi Jambi dengan segudang karya sastra dan merupakan pentolan aktor serta sutradara di Teater AiR.

Titas Suwanda memberikan materi “Transformasi Konteks Dramatik dari Upacara menjadi Drama: secuil resep dari dapur penciptaan teks Bungin” dalam pemaparannya:

Lokalitas sebagai Keniscayaan
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bagi manusia-manusia Indonesia yang multikultural, lokalitas adalah suatu keniscayaan. Semuanya adalah tentang bagaimana seseorang yang merupakan penghayat suatu kebudayaan harus melakukan kontak dengan kebudayaan lainnya yang juga bertumbuh di sekitar dirinya. Mau tidak mau, orang Indonesia harus menjadi representasi dari lokalitas kebudayaan yang melatari dirinya, sembari menerima dan menghargai lokalitas-lokalitas lain. Maka tak heran jika kita menjumpai di sebuah pasar ada pedagang yang berjualan dengan berbahasa Minangkabau sedang melakukan transaksi jual beli dengan pembeli yang menggunakan Bahasa Jawa.

Sebagai dasar penciptaan karya sastra, lokalitas juga bukan sesuatu yang baru. Ia sudah mewarnai karya sastra tanah air sejak masa kolonial dan tetap diminati hingga hari ini. Ia hadir sebagai penyuara zamannya. Pada era kolonial, lokalitas hadir sebagai modal besar yang membangun imajinasi kebangsaan dengan tumbuhnya nasionalisme sabagai muaranya. Beberapa masa setelahnya, lokalitas menjadi penanda entitas suatu kebudayaan dalam suatu teks sastra. Para sastrawan ikut merayakan otonomi dengan kerja-kerja penulisannya. Pembaca kemudian menjadi paham dengan kebudayaan Bali Ketika membaca karya-karya Oka Rusmini, memahami Melayu lewat pembacaan puisi-puisi Sutardji, mengerti filsafat Jawa setelah membaca Danarto, dan lain sebagainya. Mengerucut pada dinamika dunia seni dan budaya di provinsi Jambi, lokalitas sebagai dasar kekaryaan juga telah menjadi kesadaran Bersama bagi semua komunitas seni Jambi, khususnya seni pertunjukan.

TBJ memfasilitasi karya-karya bertema Upacara
UU nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan mengamanatkan upaya-upaya yang harus dilakukan oleh semua pihak terkait pemajuan kebudayaan. Pemerintah kemudian memaksimalkan perannya dengan hadir sebagai pelindung dan pengembang 10 Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK), serta menstimulasi peran aktif semua lapisan masyarakat. Konsekuensi UU ini, munculah Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dialokasikan untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pemajuan kebudayaan.

Tahun 2022 lalu, Taman Budaya Jambi (TBJ) memanfaatkan DAK untuk memberikan fasilitasi dana produksi kepada karya-karya seniman Jambi yang telah dinyatakan lolos kurasi. TBJ menetapkan upacara (ritus) sebagai tematik karya yang akan difasilitasi. Bungin merupakan satu dari sekian banyak karya seniman Jambi yang dinyatakan lolos seleksi tematik dan tahapan kuratorial, hingga berhak mendapatkan dana produksi senilai delapan juta rupiah.

Sekelumit tentang Bungin
Bungin adalah teks drama (teks play) yang saya tulis sebagai respon dari munculnya program fasilitasi TBJ. Bungin kemudian menjadi dasar garapan teater yang disutradarai Oky Akbar dengan membawa bendera komunitas Teater Art in Revolt (AiR) Jambi. Setelah dinyatakan lolos kurasi, Bungin pun dipanggungkan pada Jumat, 11 November 2022, di Gedung Teater Arena TBJ.

Upacara tolak bala yang ada pada kebudayaan masyarakat Melayu Jambi saya pilih sebagai dasar penciptaan teks Bungin, dan untuk memenuhi persyaratan tematik yang telah ditetapkan oleh TBJ. Selanjutnya tulisan ini akan saya fokusnya pada bagaimana proses terwujudnya teks Bungin. Tentu tulisan ini tak bisa digeneralisir menjadi suatu konsep yang baku, tidak pula bermaksud melegitimasinya sebagai satu-satunya kebenaran, tapi setidaknya bisa dijadikan sebagai opsi dari kerja-kerja penciptaan teks drama.

Beberapa Catatan dari Proses Penulisan Naskah Bungin
Ada beberapa kekhawatiran yang menjadi kensekuensi logis dari penulisan sastra (naskah drama) yang bersumber pada lokalitas. Pertama, kekhawatiran pada kesan ornamental, tempelan-tempelan yang dipaksakan. Kekhawatiran lain adalah munculnya akibat dari penggunaan kosakata lokal yang muncul di tulisan. Pemaknaan menjadi sedikit terganggu karena tidak semua kosakata lokal yang digunakan memiliki padanan similar dalam Bahasa Indonesia.

Lalu, upacara yang ditetapkan TBJ sebagai tematik karya juga menjadi tantangan. Sebab, antara upacara dengan drama memiliki dimensi yang sama. Sama-sama berupa peristiwa, sama-sama memiliki dimensi pertunjukan. Salah-salah, yang muncul di panggung ketika naskah digarap sutradara hanyalah berupa simulasi atau reka adegan dari serangkaian peristiwa dalam upacara. Sedangkan saya meyakini bahwa pewarisan yang dimaksudkan pada kerja-kerja kebudayaan lebih menitikberatkan pada pewarisan spirit dan nilai-nilai luhur yang terkandung pada suatu produk kebudayaan, bukan pada bentuknya. Sebab bentuk bisa saja berubah sesuai dengan kemajuan peradaban.

Transformasi Konteks Dramatik
Hal yang saya lakukan pada penciptaan teks Bungin adalah pengalihan (transformasi) konteks dramatik upacara Tolak Bala. Konteks awal upacara Tolak Bala berubah setelah dituliskan menjadi naskah drama. Upacara tolak bala dalam masyarakat Melayu Jambi dimaksudkan untuk menangkal kesialan atau bala, pada naskah saya ubah justru pihak yang melakukan upacara tolak bala itulah pembawa kesialan yang sesungguhnya. Pilihan paradoksal ini saya lakukan untuk mendukung visi naskah Bungin yang sarat dengan kritik ekologi terkait eksploitasi berlebihan pada alam yang dilakukan manusia. (*/HN)

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

− 3 = 3