“Persoalan Kenangan, Kemasan, dan Kesempatan” Oleh Ady Santoso
8 min read(CATATAN DARI PEMBUKAAN WORKSHOP SENI PERTUNJUKAN TAMAN BUDAYA JAMBI)
Oleh: Ady Santoso (Dosen Program Studi Seni Drama Tari dan Musik Universitas Jambi)
Geliat kegiatan kebudayaan dalam konteks kesenian telah mulai kembali terasa degub denyutnya di Taman Budaya Jambi (TBJ). Pengelola TBJ pada pada pekan lalu, 25-27 Mei 2023 telah melangsungkan aktivitas dalam upaya peningkatan kualitas kesenian yang dikemas melalui program Workshop Seni Pertunjukan (Seni Tari, Seni Musik, dan Seni Teater). Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari tersebut pada saat pembukaanya menghadirkan narasumber yang telah malang melintang di jadag kekaryaan seni pertunjukan, baik di tingkat Nasional bahkan Internasional. Penghadiran narasumber tersebut tentunya membawa angin segar bagi para peserta workshop untuk menggali ilmu serta juga informasi mengenai strategi tentang bagaimana mendapatkan fasilitasi pertunjukan di tingkat Nasional dan Internasional.
Narasumber yang hadirkan oleh pihak Pengelola TBJ mewakili dari tiga bidang seni pertunjukan yang diworkshopkan. Ketiga narasumber tersebut adalah: Hartati (Seni Tari), Suhendi Afrianto (Seni Musik), dan Wendi HS (Seni Teater). Mengutip dari artikel berita JambiDaily.com berjudul “Berkenalan Lebih Dekat Dengan Tiga Pemateri Workshop Seni Pertunjukan TBJ Tahun 2023”, profil dari masing-masing narasumber, saya coba tuliskan singkat kembali di dalam tulisan ini. Narasumber seni tari, Hartati adalah dosen Seni Tari di Institut Kesenian Jakarta (IKJ), merupakan koreografer dengan banyak karya yang telah dipentaskan baik di tingkat Nasional dan Internasional, program terbarunya yang kini sedang berjalan di Jambi adalah Jambi Festari 2023 yang berkerjasama dengan DianArza Arts Laboratory (DAAL) dan TBJ.
Narasumber seni musik, Suhendi Afrianto, adalah dosen jurusan karawitan di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, merupakan komposer yang telah melahirkan karya komposisi karawitan yang sudah dipentaskan di tingkat Nasional dan Internasional. Beberapa karya buku yang telah dihasilkannya antara lain Nilai dalam Seni Tradisional Jawa Barat (Disbudpar Jawa Barat, 2013), Seni Gamelan dan Pendidikan Nilai (Sunan Ambu Press, 2014), Teori Kreativitas (Sunan Ambu Press, 2016), Kritik Musik Nusantara (Paraguna, 2018). Narasumber seni teater, Wendi HS, adalah dosen seni teater Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang, merupakan performer yang dalam mencipta karya pertunjukannya bersumberkan dari tradisi Minangkabau, Randai yang kemudian dia kombinasikan dengan teknik Butoh dan metode Tadashi Suzuki yang pernah dipelajarinya di Jepang. Wendi adalah pendiri dari Indonesia Performance Syndicate yang kemudian mengembangkan metode tubuh ‘Total Body Performance’, yang menggabungkan kekuatan tubuh sebagai ‘acting’ (lelakuan), ‘dancing’ (gegerakan) dan ‘musicing’ (bebunyian dan kata-kata).
Tema yang diketengahkan dari kegiatan worskshop seni pertunjukan pada pembukaan ini adalah perihal tradisi yang dijadikan sebagai sumber inspirasi penciptaan pertunjukan, baik untuk pertunjukan seni tari, seni musik, dan seni teater. Hal yang kemudian menjadikan tema tradisi terus untuk diangkat dan dijadikan tema dalam setiap kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh pihak Pengelola TBJ adalah dalam hal upaya untuk melaksanakan mandat yang tertuang di Peraturan Gubernur (Pergub) Jambi Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Daerah Taman Budaya Jambi pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi, dimana tugas Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) TBJ adalah pengembangan seni budaya lokal dan regional di Provinsi Jambi.
Kemudian ada hal apa yang telah disampaikan dari ketiga narasumber worskshop seni pertunjukan tersebut. Melalui tulisan ini saya mencoba untuk menuangkan sedikit catatan dari hal-hal yang kiranya dapat saya tuangkan. Semoga catatan singkat ini dapat memberikan kekayaan wawasan dalam membangun sebuah karya seni pertunjukan, dan dapat menjadi bahan perbincangan disela-sela padatnya waktu dalam aktifitas berkesenian.
Persoalan Kenangan
Hal yang menarik dari catatan saya yang pertama ini adalah perihal kenangan yang diutarakan oleh narasumber Hartati, Kenangan yang berkaitan dengan saat membangun pertunjukan tari, maka banyak gagasan tertuang yang berangkat dari kenangan-kenangan dalam ingatan. Kenangan ini yang kemudian dengan sendirinya akan mengalir dan hadir saat proses pertunjukan berjalan. Gagasan yang kemudian tertuang berpadu dengan jalannya proses membangun pertunjukan yang bukan hanya tertuang di dalam bentuk gaya tampilan gerak, namun juga dalam isi emosi dari penari. mengenai bagaimana ia berproses dalam mencipta sebuah pertunjukan seni. Untuk itulah kenangan-kenangan yang terekam di dalam ingatan, sejatinya menjadi kekuatan dalam proses membangun penciptaan pertunjukan seni tari.
Itulah hal yang kemudian memberikan pengaruh kuat dalam sebuah penciptaan seni tari, dimana konsep/mindset/gagasan yang bersumberkan dari ingatan. Ingatan yang didapatkan dari kenangan, oleh karena itulah proses berfikir terhadap apa-apa yang terekam di dalam ingatan adalah persoalan apa-apa yang kita lihat secara langsung pada lingkungan. Lingkungan tempat tinggal, lingkungan tempat bermain, lingkungan sosial, lingkungan pendidikan, hingga lingkungan tempat asal muasal leluhur kita berasal, yang mana tempat-tempat tersebut adalah tempat yang dekat secara emosi, isi, dan kultural dengan kita. Untuk itulah perkara mencipta seni pertunjukan bukan hanya memindahkan bentuk, gaya dan tatanan prosesi dari sebuah tradisi, namun lebih kepada bagaimana kita mencari isi dan nilai-nilai dari sebuah tradisi.
Kembali melihat tradisi, sejatinya kita kembali melihat spirit/roh dari tradisi tersebut. Dalam hal inilah yang perlu kita tumbuhkan kesadaran, bahwa penciptaan tari bukan hanya permasalahan gerak, namun juga masalah persoalan spirit/roh dari tradisi tersebut, apakah sampai emosi/isi dari tradisi tersebut yang kita jadikan sebagai sumber penciptaan seni pertunjukan. Belum lagi ketika permasalah emosi/isi adalah masalah tentang bagaimana kita melihat permasalahan yang ada di tengah permasalahan kini. Permasalahan di tengah masyarakat yang sejatinya turut menjadi spirit/roh dari pertunjukan seni. Sehingga pertunjukan seni yang disajikan tidak jauh berjarak dari kondisi permasalahan di tengah masyarakat. Itulah yang kemudian membuat karya seni pertunjukan tari khususnya menjadi lebih dalam, lebih menukik ke dalam, bukan hanya sekedar luas melihat permasalahan, namun melihat ke dalam isi dari persoalan spirit/roh yang harus lebih disadarkan dari setiap pengkarya seni pertunjukan (seni tari).
Persoalan Kemasan
Bicara strategi kebudayaan, kita akan membicarakan perihal proses beradaptasi terhadap perubahan. Perubahan yang harus kita sesuaikan dengan kondisi terkini yang sedang terjadi. Untuk itulah perihal strategi kebudayaan adalah perihal strategi adaptasi dari sebuah kebudayaan agar tidak hilang, ditinggalkan, bahkan dilupakan oleh masyarakat pendukungnya. Adaptasi inilah yang kemudian akan membicarakan tentang formula kemasan dari pengembangan kebudayaan (baca:tradisi). Adaptasi ini juga bisa berarti transformasi kebudayaan, dimana perubahan dari sebuah kebudayaan perlu adanya kesepakatan kesadaran, dan perlindungan keberlanjutan dari masyarakat pendukungnya. Untuk itulah kemudian, pentingnya peran-peran dari pencipta karya seni pertunjukan dalam mentransformasikan sebuah peristiwa tradisi untuk dikembangankan menjadi karya seni pertunjukan yang lebih diapresiasi masyarakat pendukunya, itulah kemudian perlunya strategi kemasan.
Persoalan kemasan ini adalah tekanan dari pemaparan narasumber Suhendi Afrianto. Suhendi menekankan bagaimana peran visual dari sebuah karya seni pertunjukan menjadi hal yang menarik perhatian. Penonton sangat suka sekali saat melihat suatu karya pertunjukan yang menampilkan tatanan visual yang diperhatikan. Dimana kata diperhatikan disini adalah perihal tentang bagaimana penataan kemasan visual yang tidak asal-asalan hadir di tengah pertunjukan, namun perlu keseriusan dalam penataan visual pertunjukan. Untuk itulah memperhatikan kemasan pertunjukan adalah upaya dari sebuah strategi kebudayaan dalam konteks kesenian, khususnya seni pertunjukan. Namun kembali lagi, yang perlu menjadi titik perhatian disini adalah, sebuah strategi kebudayaan dalam konteks seni pertunjukan perlulah adanya kesepakatan, kesadaran, dan perlindungan keberlanjutan dari masyarakat pendukungnya.
Persoalan Kesempatan
Berangkat dari pentingnya membuka diri, menjalin relasi, dan mencoba untuk berani mengirimkan suatu konsep garapan pertunjukan yang akan ditampilkan, adalah hal-hal yang kemudian bermuara kepada sebuah kesempatan. Kesempatan untuk menampilkan garapan pertunjukan seni yang lebih tinggi lagi, di dalam kancah pertunjukan seni Nasional bahkan Internasional. Namun memang kesempatan itu perlu adanya perjuangan dan keberanian dan perlunya menghadirkan rumusan formulasi akan kesadaran dalam membangun kerja kolektif lintas disiplin ilmu. Sehingga dengan adanya kerja kolektif dari berbagai lintasi disiplin ilmu, seperti adanya keterlibatan dari bidang arkeologi, bidang sastra, bidang sejarah, bidang menajemen, bidang rupa, bidang tari, bidang musik, bidang media dan lintas disiplin ilmu lainnya, memungkinkan hadirnya kesempatan untuk menyajikan karya seni pertunjukan di tingkat Nasional bahkan Internasional.
Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana menghadirkan kesempatan tersebut? Wendi HS membagian pengalaman tentang pentingnya membangun kesadaran awal dari para pelakunya untuk kerja membangun seni pertunjukan, ia mencontohkan dalam seni teater. Kini dalam membangun suatu pertunjukan teater, maka Wendi akan kerja membangun kolektif bersama, kerja linta disiplin ilmu. Itulah perlunya kini membangun kesadaran akan pentingnya lintas kerja disiplin sebagai penguat kekaryaan pertunjukan sehingga menjadi kuat dan berbeda dari karya seni pertunjukan yang sudah ada. Pengolahan mencipta karya seni pertunjukan bukan hanya permasalahan memindahkan teks naskah drama ke dalam sebuah pertunjukan teater, namun kini lebih dari pada itu adalah menghadirkan kemungkinan-kemungkinan kerja kolektif dari berbagai lintas disiplin ilmu. Hal itulah yang harus menjadi formulasi kerja bersama dari kelompok-kelompok seni pertunjukan.
Namun dalam pandangan saya, menghadirkan kesempatan untuk menyajikan pertunjukan di tingkat Nasional bahkan Internasional adalah hal yang butuh jalan perjuangan panjang dan kerja kolektif bersama yang kuat serta keberanian untuk menyodorkan gagasan pertunjukan yang akan ditawarkan. Kerja kolektif dimana secara langsung juga akan membutuhkan tim produksi yang sama-sama memiliki visi dan tujuan dalam memandang titik yang sama. Tapi dalam beberapa hal lain, memang dorongan rekomendasi dari pihak internal/eksternal penting akan keberadaannya, karena rekomendasi tersebut adalah kunci untuk membuka pintu menuju ruang/lantai/rumah/gedung lain yang lebih besar, lebih panjang, dan lebih luas lagi. Disinilah kemudian perlunya kerja kolektif bersama, baik dalam membangun karya, membangun relasi, membangun silahturahmi, guna menawarkan karya-karya pertunjukan yang bercitrakan kebaharuan dengan berdasarkan formulasi kerja lintas disiplin ilmu, dengan tetap pengolahan karya yang bersumberkan dari kekayaan nilai-nilai tradisi. (*/)