“Jubah Bapak” Cerpen Yanto bule
6 min readDaun Kamboja masih berjatuhan di pusara ibu, sementara di sebelahnya gundukan tanah merah masih basah oleh air bunga yang di bawa Siban.
Tangan kecil Siban, massih merapikan tanah di atas pusara bapak, sesekali tangannya mengepal tanah basah dan di letakan di atas makam bapaknya, bunga dan potongan daun pandan di jahit dengan benang, masih tergeletak di atas makam bapaknya.
Air matanya jatuh menganak sungai, baju yang kotor penuh tanah sisa pemakaman,basah oleh keringatnya, sekuat tenaga Siban berusaha tegar,setelah di tinggal ayah dan ibunya mangkat.
Paman Juani ,terlihat menungui Siban tak jauh dari makam bapaknya, sesekali paman Juani menghisap rokong lintingan yang di bawa dari rumah , perlahan lelaki tua yang masih kerabat dekat bapak Siban mendekati sambil merengkuh kepala Siban.
” Sudahlah ,jangan kamu sesali kepergian bapak dan ibumu Ban,doakan saja agar keduanya tenang di sana” ujar Paman Juani.
” Iya paman, aku sudah ikhlaskan bapak menyusul ibu disana, pasti keduanya bertemu dan bahagia”
” Lebih baik kau doakan saja keduanya, dan sekarang kita pulang untuk menyiapkan niga hari bapakmu”
” Iya paman, kasihan juga adiku Siti tadi masih menangis saat di paksa pulang dari makam ”
” Aku tau kesedihanmu Ban,betapa beratnya hidupmu untuk meneruskan hidup bersama Siti adikmu itu”
Senja berganti malam, suara jangkrik bersahutan di bawah jendela kamar Siban, belum lagi sinar rembulan tanggal 14 begitu terang di langit malam.
Hari ke 40 pasca dirinya di tingal bapak, betapa sepi dan kosongnya suasana rumah, Siban tingal berdua bersama Siti adik bungsu kesayangannya.
” Ti, mulai besok jangan rewel ya, kalau mau sekolah biar kakak siapkan, soal makan habis subuh kakak masakan untuk sarapan kita”
” Hidup ini begitu kejam, di saat kebahagiaan tengah bersama kita ,tiba tiba satu kebahagiaan di ambil”
” Tapi apalah daya , kita hanya ikut takdir Tuhan, betapa bahagianya saat ibu masih ada, kehangatan dan belaian kasih sayang ibu begitu terasa ya ti”
” Seperti di malam ini, kita berdua saja, rasa sedih itu msih ada dan sangat terasa ” tanpa terasa air hangat bening mengalir di pipi Siban.
Bergegas di usapnya, agar Siti tak melihat air mata kesedihan itu, sepanjang malam penuh sinar bulan, tangan Siban terus membelai kepala Siti, angin malam perlahan menerobos jendela kamar Siban, sementara Siti terlihat lelap sembari memeluk BATAN guling Kumal miliknya, sementara selimut peninggalan ibunya di balutkan di tubuh Siti agar hangat.
Ini hari pertama Siban berjualan, demi menyambung hidup ,Siban berusaha mempertahankan hidup dengan berjualan gorengan yang di ambil dari simbok Kasni, dengan mengambil dulu dagangan dan di jual ke lingkungan rumah Siban,jika beruntung dan habis jualan gorengan Siban akan mendapatkan untung Rp 200 perbiji dari jualannya.
Hitung hitung bisa menolong Siban, simbok Kasni kadang memberikan lebih makanan dan gorengan agar bisa di bawa Siban, dan bisa di makan bersama adiknya Siti.
” Kak, Siti kangen sekali dengan kehadiran ibu dan bapak, apa kita masih bisa bertemu dengan keduanya kak”
” Jangan kamu ucapan itu ti, doakan saja keduanya jika kamu kangen, yakinlah bahwa bapak dan ibu masih berada di dekat kita”
” Tapi Siti ,sangat kangen dengan bapak, yang biasanya mengendong Siti jika mau ngaji di rumah pak ustadz, tapi sekarang tidak ada lagi yang mengendong Siti”
” Kami masih ingat dengan jubah bapak tidak, yang biasa di pakai solat Jumat di masjid desa kita, jubah bapak masih ada di lemari kamar, dekaplah jubah bapak jika dirinlmu kangen, bawa tidur agar Siti bisa bertemu bapak”
” Benar juga ya kak, kain panjang milik ibu juga ada dan masih berbau harum, bisa jadi obat rindu Siti jika kangen ibu”
Sisa sisa tenaga Siban tingal beberapa tegukan minum saja, keringat dan rasa perih bercampur jadi satu, desah nafas Siti makin lemah, tubuhnya lemas sementara matanya terpejam, suaranya lirih memangil bapak.
Siban berusaha bangkit dari meja rumah sakit, bau obat menyengat kuat, minyak angin juga merasa panas di hidung Siban, dirinya seperti ingin melompat mendekati tubuh Siti yang tengah di tungui simbok Kasni.
Erangan lirih Siban menahan sakit, mengagetkan Paman Juani, Tiba tiba tangan keriput Paman Juani mengelus kepala Siban.
” Alhamdulillah, sudah sadar kau Siban”
” Sudah setengah hari kamu tidak sadar, tapi kamu masih mengigau dengan memangil nama adikmu dan nama bapakmu”
” Sepeda yang kau tumpangi bersama adikmu ringsek, akibat terserempet mobil truk orang yang lewat membawa kayu dari desa kita, jangan panik dan khawatirkan adikmu Siti ya”
” Tidak paman, tadi pagi aku antar Siti ke sekolah, padahal tadi malam Siti baru cerita kangen bapak, dan aku berikan jubah yang biasa di pakai solat bapak”
” sudahlah jangan kamu pikiran dulu ban,luka lewat di sekujur tubuhmu juga baru selesai di obati dokter, jangan banyak gerak dan istirahatlah”
” Tapi paman, aku ingin melihat Siti adiku, bagaimana kondisi dia, apakah baik baik saja”
” Siban , tadi Siti masih di tunggui olah simbok Kasni, tubuhnya lemah dan terus memangil nama bapakmu”
” Itulah paman, aku ingin dekat dengan Siti,bawalah aku dekat kesana paman,aku tidak ingin melihat Siti sakit dan tolong bawa aku sekarang paman”
Usai azan magrib , Siban sudah berada dekat dengan Siti di zaal rumah sakit, selang infus dan peralatan pengontrol detak jantung,menempel di sekujur tubuh Siti, suaranya sangat lirih,memanggil Siban.
“Kak, aku ingin di selimuti kain panjang milik ibu, pakaikan jubah ayah biar tubuhknu aku hangat kak”
” Siti adiku, yang kuat dan ingatlah Tuhan,kakak akan menjagamu ,kita akan bermain dan mengaji bersama sama,doakan ibu dan bapak di setiap harinya, bukankah hari Jumat besok kita akan ke makam dan mengirim doa dan kembang dipusara ayah dan ibu”
” Siti ingin membawa bunga dan daun pandan kak,untuk ayah ibu, Siti kangen keduanya, tuntun aku ya kak,”
” Adiku dengarkan cerita bapak saat memgendongmu kerumah pak ustad, betap riang dirimu, betapa senang ibu menyiapkan mukena untukmu, itulah kebahagiaan kita adiku ”
Tiba tiba Siban tak mampu lagi mengingat semuanya, sebab hantaman palu seperti menimpa kepalanya, Lamat Lamat suara orang mengaji mengejutkan Siban, matanya mulai membuka dan tepat di hadapannya,tubuh kaku Siti di selimu kain panjang milik ibu, dan jubah ayah di tubuh Siti.
Air mata Siban deras, menganak sungai di atas tiga pusara , hatinya meronta seperti di iris iris melihat ketiganya berjejer dengan nisan di atas altanah basah.
” Tuhan, jemput aku jangan biarkan air mata ini tumpah demi sumpah serapah , Tuhan peluk aku dengan Semua ZatMU”
Pamenang 11 Juni 2023