Siaran Pers, Jangan Penjarakan Korban Kekerasan Seksual
3 min readJAMBIDAILY HUKUM – Kota Jambi, sidang mendengarkan keterangan ahli dalam kasus Yunita Sari Anggraini (21) dilakukan pada Senin (28/8) di Pengadilan Negeri Tipikor Jambi. Sejak pukul 14.00 hingga Pukul 17.50 dua orang ahli secara bergantian memberikan keterangan guna memperdalam perspektif keadilan bagi Yunita.
Nathanael Eldanus J. Sumampouw M.Psi., M.Sc ahli psikolog forensik memberikan pandangannya bagaimana secara psikologi mendapatkan keterangan yang kredibel dan berkualitas dari anak-anak.
“Saya tekankan kepada majelis hakim bagaimana kita tetap harus menguji, mengevaluasi, dan mengkritisi berbagai skenario kemungkinan, tidak hanya pernyataan yang bisa saja bias konfirmasi”
Ditambahkannya, setiap anak pada dasarnya mampu memberikan keterangan berbasis memori yang sesuai dengan pengalaman terjadi. Namun, bila kondisinya tidak tepat dan mereka dipengaruhi sugesti tertentu, anak-anak berpotensi memberikan keterangan yang bias.
“Anak itu rentan yang namanya memberikan keterangan yang bisa dikatakan tidak sesuai pengalaman, ketika diproses minta keterangan itu mengandung sugesti atau di coaching terlebih dahulu” jelas Nael.
Sementara itu, Yuniyanti Chuzaifah, ahli gender yang ditunjuk oleh Komnas Perempuan dalam perkara ini menegaskan kehadirannya dalam kasus ini untuk memperjelas situasi Yunita sebagai perempuan korban kekerasan seksual yang berhadapan dengan hukum.
“Kita mendampingi kasus yang dimensinya kompleks. Apalagi perempuan yang berhadapan dengan hukum ini mengalami kerentanan berlapis, karena dia dari keluarga miskin, mendapat stigma dari masyarakat sebelum peradilan, dan seakan anak tidak mempunyai hasrat seksual”
Namun, meski anak-anak dalam hal ini dipandang berpotensi sebagai pelaku tetapi juga korban karena konteks sosial lingkungan dan akses pengetahuan seksual yang terbatas.
“Temuan komnas perempuan, kami memandang bahwa dia (Yunita) adalah korban kekerasan seksual. Kita menyebutnya ada indikasi anak-anak melakukan ini, tetapi juga mereka korban karena dalam konteks, anak-anak ini tumbuh dalam satu situasi yang dimana pendidikan kesehatan reproduksi tidak didapat” terang Yuni. Iya juga meminta agar selama proses peradilan menggunakan UU TPKS dan Perma No. 3 tahun 2017 tentan perempuan berhadapan dengan hukum.
Sementara itu perwakilan kuasa hukum Yunita, Dechtree Ranti Putri dari LBH Padang berharap agar kasus ini diselesaikan dengan melihat dan mempertimbangkan keterangan ahli dan memberikan keadilan kepada Yunita.
“Melihat fakta persidangan yang ada, banyak sekali kejanggalan yang memberatkan Yunita sejak awal, padahal itu berlawanan dengan keterangan ahli. Tuduhan terkait pompa ASI, menurut keterangan ahli itu merupakan alat kesehatan, keterangan Yunita mengatakan tidak ada perintah untuk mengunakan Pompa Asi terhadap 7 anak. anak-anak perempuan usia 12-15 tahun masa eksplorasi sehingga keinginan tahuan mereka kuat sehingga ingin mencoba alat tersebut.
Pendampingan beranda perempuan terhadap Yunita harus berimbang. dalam rangka mengedepankan kepentingan terbaik anak-anak sebagai saksi dan korban. Anak-anak harus diberi ruang mengungkap fakta dengan jujur. Sehingga tidak ada impunitas terhadap tindakan kekerasan seksual di masa depan mereka nanti.
Peran Ahli Forensik dapat menjadi petunjuk apakah anak-anak ini memberikan kesaksian secara kredibel atau tidak. dengan memeriksa apakah kesaksian terungkap secara berkelompok dan apakah ada kemungkinan di coaching oleh orangtua. Jika iya, maka ini dapat mengarah keterangan anak-anak itu dapat dikatakan tidak kredibel
Sudah cukup, Yunita mengalami banyak penderitaan sebagai korban kekerasan seksual berlapis. Korban kekerasan seksual tidak boleh dipenjara, apalagi dalam kasus ini, Yunita mengalami kekerasan berlapis selama hidupnya. (*/Rilis)