17 September 2024

Jambi Daily

Media Online Publik Aksara Propinsi Jambi

Cerpen Yanto bule “Guru Asnaf”

6 min read

ilustrasi

Bagi sarjana yang baru beberapa tahun di wisuda, dan nasib baik membawaku menjadi guru PNS yang di tempatkan di transmigrasi, dalam benakku transmigrasi satu daerah yang tentu saja ramai dengan jumlah penduduk yang banyak, serta ada beberapa sekolah baik TK, SD dan SMP berdiri di sana tentulah satu pemukiman yang padat.

Apalagi diriku merupakan PNS yang baru lulus dan mendapatkan penempatan untuk mengabdikan ilmu di sana, tentu menjadi hal dan pengalaman baru untuku.

Dengan SK yang di berikan oleh dinas pendidikan yang di berikan padaku, dimana diriku mendapatkan penempatan di salah satu SMP baru, dan aku mengajarkan pelajaran bahasa Indonesia dimana aku peroleh dari kampusku dulu.

Ya..aku adalah sarjana muda yang lulus PNS dan siap di tempatkan di mana saja, demi pengabdian kepada anak negeri tercinta.

Dengan menggunakan sepeda motor Gl-Pro, dan tas besar berisi pakaian serta buku buku untuk mengajar di sana, ku bawa perlahan, perjalanan dari kota kabupaten menuju desa transmigrasi terasa begitu jauh dan melelahkan, sepanjang jalan yang ku temui hanyalah Kabun karet, dan lahan kebun ubi milik warga transmigran, jalanan yang masih tanah dan sedikit becek membuat laju motorku harus berhati hati melaju.

Terasa begitu jauh sekali perjalanan menuju lokasi dimana diriku di tempatkan, untuk mengabdikan ilmu di salah satu SMP yang baru selesai di bangun, sepanjang jalan sangat jarang sekali ku temui warga yang melintas di sana, di benakku seperti berkata ,jangan jangan aku salah jalan sebab kanan kiri jalan yang ku tempuh hanya ada kebun karet dan ubi saja.

Di tengah konsentrasi yang penuh, tiba tiba ada lelaki tua tengah berjalan di depan arahku mengendari sepeda motor, seketika aku berhentikan motorku dan menepi , kemudian aku hampiri lelaki tua yang membawa keranjang berisi reranting kayu bakar di dalamnya.

” Pak, apakah ini jalan menuju desa sumber Mulyo” tanyaku.
” Benar pak, tapi masih jauh lagi pak ,ada satu desa lagi yang harus bapak lewati” ujarnya.

Betapa jauhnya menuju desa sumbermulyo, pikiranku mulai agak ragu meneruskan perjalanan menuju kesana, tapi SK penempatan dan bekal yang ku bawa akan aku buang kemana jika aku tak sampai ke sana, ku beranikan terus membawa motorku melintasi perkebunan warga, dan aku sampai di ujung sebuah jembatan kayu yang rusak, di depanku papan jembatan sudah mulai bolong bolong sementara di bawa jembatan air sungai begitu deras.

Dengan sangat hati hati, ku lewati jembatan yang sudah tua dan terlihat mulai di kikis air sehingga tebing jembatan yang hanya tanah mulai tergerus air.

Sampai sudah di desa transmigrasi sumbermulyo, langsung aku cari lokasi sekolah dimana aku harus mengajar,tiba tiba ada lelaki yang tengah menurunkan bendera di depan halaman sekolah, aku mulai bersemangat melihat bangunan SMP yang megah, dinding cat putih dan sejumlah ruangan yang bersih terlihat sangat mencolok di bandingkan dengan rumah warga lainya,ya..sekolah itu dekat dekat pasar pekan.

Langsung ku hampiri lelaki yang sedang melipat bendera, Pak Yadi begitu dirinya memperkenalkan diri, lelaki setangah bawa begitu sopan menyapaku.
” Ini pak guru yang dari kabupaten itu y, sebab kemarin usai upacara bendera pak kepala sekolah memberi pengumuman, bahwa sekolah ini mendapatkan tambahan guru baru lagi” ujar Pak Yadi.
” Iya pak, saya Asnaf guru bahasa Indonesia yang di tempatkan di sini untuk mengajar murid sekolah ini” ucapku.
” Kalau bapak belum ada rumah dinas, di sebelah ruangan tempat saya tingga juga masih kosong, silahkan di tempati saja, kebetulan ada kamar mandi dan juga Sumur pompa, jadi bisa untuk mandi ” jawabnya.

Ku bawa perlengkapan dan motorku masuk ke lokasi sekolah baru, aku coba bisa beradaptasi dengan lingkungan baru di sini,ku lihat ruangan perpustakaan yang belum di pergunakan, ku jadikan tempat tinggalku, dan betapa terkejutnya saat malam ,ruanganku tidak ada arus listrik dan sekali, tiba tiba pak Yadi mengetuk pintu ruanganku, sambil membawa lampu dinding berbahan bakar minyak tanah, lampu teplok orang transmigrasi memberi nama.

Malam begitu sunyi, suara jangkrik dan kelelawar terdengar di sebelah kamarku, gelapnya malam begitu pekat, lampu teplok bergoyang di tiup angin, suara nyamuk berdenging di dekat telinga, tapi rasa lelah dan kantukku membuat tubuh letihku tidak mau berkompromi, tiba tiba terdengar suara pak Yadi memanggilku.

” Letih sekali kelihatannya, sampai sampai tidak mau keluar kamar pak”
” Apa tidak banyak nyamuk, begitu lelapnya bapak istirahat, mari ke sebelah pak , ada teh panas untuk bapak”
” Terima kasih pak Yadi, saya mandi dulu , biar sehat badan saya, nyamuk banyak tapi tidak terasa gigitannya ” gurauku.

Baju seragam PNS yang ku bawa , langsung ku pakai, dan ku sisir rambutku di depan cermin, tapi di wajahku seperti ada yang aneh, di lubang hidungku terlihat begitu hitam, curiga dan hari tanganku langsung mengusap,dan ternyata hitam seperti arang, ku gosok dan ku bersihkan lubang hidungku ternyata banyak sekali bekas asap dari lampu teplok yang berisi minyak tanah, geli sendiri aku sambil tertawa ,ini pengalamanku bertugas di sini.

Ini hari pertamaku mengajar di sekolah ini, pak Topan kepsekku memberitahu bahwa aku bukan hanya sebagai guru saja, tetapi merangkap sebagai wali kelas I di lokal A, sebab kondisi sekolah masih kekurangan guru,apalagi enam lokal yang di sediakan penuh oleh murid yang belajar di sekolah SMP baru di desa transmigrasi.

Kesanku pertama kali mengajar di sini, anak muridnya ternyata banyak yang sudah berkumis, selain itu muridku masih banyak yang belum memakai sepatu, tapi satu hal yang membuatku takjub adalah di tengah kekurangan mereka, tapi semangat belajar dan ingin maju begitu tinggi, selain itu ada soan santun jauh melebihi murid yang belajar di ibu kota kabupaten.

Betapa senangnya aku, setelah bertahun tahun mengabdikan diri di transmigrasi,baku di pindahkan kembali ke ibukota kabupaten, tapi hatiku gundah, harus meninggalkan keramahan dan kebersamaan yang sudah tertanam bertahun tahun, lamunanku jauh melayang pertama kali aku datang ke kampung ini.

Tiba tiba, suara istriku membangunkan ku, untuk minum obat dari dokter yang merawatku , aku baru menyadari bahwa kakiku terasa berat dan masih pedih jika aku gerakkan.

” Minumlah pak, sebentar lagi dokter akan check up, kapan bapak boleh pulang dari RSUD” ujar istriku lembut sembari menyodorkan beberapa pil untuk ku minum.

” Aku tak ingat kapan aku kecelakaan dimana Bu,” ujarku sambil menahan sakit.
” Bapak di temukan banyak orang di pinggir jalan, saat bapak mau ke kantor bapak, sepeda motormu hancur pak, tapi Alhamdulillah bapak selamat meskipun hanya kaki kirimi yang harus di pasang pen pak” ucap istriku.
” Ya Allah, terim kasih masih memberiku keselamatan dan kesempatan untuk hidup” ujarku lirih penuh syukur.
” bapak di bawa seseorang dengan seragam safari, dan mengaku sebagai mantan anak muridmu dulu di transmigrasi pak, semua biaya operasimu dan rawat inap ini di bayari semuanya, tapi dia tidak mau menyebutkan namanya pak” kata istriku penuh haru.

Tiba tiba air mata ini menetes di pipi keriputku, ingatanku mengembara puluhan tahun lalu di tanah transmigrasi, banyak muridku yang baik dan sopan penuh adab, ada beberapa murid yang ku kenal dekat.

Perawat mengetuk pintu ruangan dimana aku di rawat, sambil membawa makanan ringan, perawat berjilbab itu menyerahkan secarik kertas untuku, dan bilang ada titipan dari orang yang membawaku ke rumah sakit.
” Terim kasih pak, dengan kesabaranmu mengajari kami dulu, saya bisa jadi orang, dan berkat doamu jualah saya bisa punya pekerjaan, terima kasih guruku engkau teladan bagi kami, semoga lekas sehat bapak,”
Tulisan itu pendek tapi berarti bagiku, Ya..aku pak guru Asnaf hanya tinggal beberapa tahun lagi pensiun, ku darmakan ilmuki untuk anak anak muridku.

Sanggar imaji, Wonolelo jelang malam 6 Nopember 2023

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

52 + = 59