Tata Kelola Data yang Responsif
8 min readOleh: Yulfi Alfikri Noer S.IP., M.AP
Tenaga Ahli Gubernur Bidang Tata Kelola Pemerintahan
Dalam era di mana informasi menjadi kunci keberhasilan, pengelolaan data pemerintah menjadi landasan utama untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan.
Keberhasilan suatu negara tidak hanya diukur oleh kekayaan sumber daya alamnya, tetapi juga oleh kemampuan untuk efektif mengelola dan memanfaatkan data yang ada.
Data yang baik dan terkelola dengan baik bukan hanya menjadi dasar efisiensi administrasi, tetapi juga memiliki dampak signifikan pada pengambilan kebijakan, transparansi, dan partisipasi masyarakat.
Without good data, we’re flying blind. If you can’t see it, you can’t solve. (Kofi Annan, Sekretaris Jenderal PBB, 1997-2006).
Tanpa data yang baik, kita seperti terbang dalam kegelapan. Jika tidak dapat melihatnya, tidak mungkin menyelesaikannya.
Hanya dengan data yang detail, akurat, dan terkini, suatu masalah dapat terlihat dengan jelas, membimbing semua pihak menuju kesepakatan dalam cara penyelesaiannya.
Yang paling penting, data harus dapat digunakan untuk pengambilan keputusan yang tepat. Prinsip kebijakan berbasis bukti atau evidence-based policy memberikan dorongan yang sangat kuat kepada kita semua untuk menyelesaikan berbagai masalah berdasarkan data.
Prinsip evidence-based policy, atau kebijakan berbasis data mengingatkan kita bahwa langkah-langkah yang diambil sebaiknya didasarkan pada bukti yang kuat.
Ini bukan hanya tentang pengumpulan data semata, tetapi juga kemampuan untuk menganalisis dan menginterpretasi data tersebut guna merumuskan solusi yang efektif.
Pentingnya data yang detail, akurat, dan terkini menjadi semakin nyata ketika kita memahami bahwa setiap kebijakan atau keputusan pemerintah didasarkan pada informasi yang tersedia.
Data yang baik bukan hanya menciptakan gambaran yang jelas tentang suatu masalah, tetapi juga memastikan bahwa solusi yang diusulkan dapat diterima secara luas.
Pentingnya pengelolaan data pemerintah menjadi semakin nyata dalam konteks kompleksitas keputusan yang harus diambil setiap hari oleh pemerintahan.
Tanpa landasan data yang kuat, tantangan dalam mengatasi masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan menjadi lebih rumit.
Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk menjelajahi peran krusial dari konsep Satu Data Indonesia (SDI) di tingkat provinsi, serta bagaimana implementasinya dapat mengatasi berbagai kendala dalam pengelolaan data pemerintah.
Melalui pemahaman yang lebih mendalam tentang SDI, kita dapat mengenali nilai strategisnya dalam membentuk tata kelola data yang efektif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat serta pembangunan nasional.
Kita akan menyelami bagaimana SDI tidak hanya menjadi inovasi teknis, tetapi juga menjadi fondasi untuk transformasi holistik dalam cara pemerintah mengelola, memanfaatkan, dan membagikan data.
Dengan memiliki pemahaman yang kuat tentang pentingnya data yang akurat dan terkini, kita dapat merentangkan sayap ke masa depan yang lebih terinformasikan, transparan, dan berkelanjutan.
Peluncuran Satu Data Indonesia (SDI) sebagai muara data dari instansi pemerintah merupakan langkah strategis yang sejalan dengan pencanangan empat fokus reformasi birokrasi tematik.
Salah satu fokus tersebut adalah digitalisasi administrasi pemerintahan, yang dianggap sebagai kunci untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan responsivitas pelayanan publik.
Kebijakan ini juga memastikan kemudahan akses dan berbagi data antar Instansi Pusat dan Instansi Daerah melalui implementasi Standar Data, Metadata, Interoperabilitas Data, serta pemanfaatan Kode Referensi dan Data Induk sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Perpres No. 39 Tahun 2019 tentang SDI.
Sekretariat Satu Data Indonesia tingkat Pusat, yang berada di bawah Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, bertanggung jawab untuk mengelola dan menyusun berbagai jenis data yang berasal dari berbagai sumber.
Data tersebut mencakup informasi ekonomi, sosial, lingkungan, dan sektor-sektor penting lainnya yang memiliki dampak signifikan terhadap pembangunan di Indonesia.
Portal SDI menjadi pusat integrasi yang menghubungkan seluruh portal data di masing-masing instansi pemerintahan di Indonesia.
Dengan demikian, beragam jenis data, termasuk data statistik, spasial (seperti peta dan informasi lokasi, dapat memberikan konteks yang lebih kaya dan membantu analisis geografis) dan keuangan, memberikan gambaran lengkap tentang alokasi anggaran dan pelaksanaan keuangan di berbagai sektor pemerintahan.
Dilatarbelakangi oleh disparitas data dan informasi geospasial di antara berbagai instansi pemerintah, serta tantangan sulitnya mengakses data yang ada, SDI menjadi landasan utama dalam pelaksanaan dan pedoman penyelenggaraan manajemen data.
SDI bertujuan menjadi platform yang memastikan ketersediaan data yang akurat, terkini, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan, serta memfasilitasi kemudahan akses dan pertukaran data di antara instansi-instansi terkait.
Selain itu, SDI juga menjadi pendorong keterbukaan dan transparansi data, sekaligus mendukung Sistem Statistik Nasional (SSN).
Sejalan dengan hal tersebut, Peraturan Gubernur Jambi Nomor 28 Tahun 2022 menjadi langkah progresif dalam mengimplementasikan konsep Satu Data Indonesia (SDI) di tingkat provinsi.
Dokumen ini mencerminkan komitmen pemerintah daerah untuk meningkatkan tata kelola data dengan standar yang tinggi, seiring dengan arahan nasional terkait pengelolaan data pemerintah.
Dalam konteks peraturan ini, ditekankan bahwa setiap instansi pemerintah di tingkat provinsi memiliki tanggung jawab untuk menyelenggarakan dan mengelola data dengan mematuhi prinsip SDI. Prinsip-prinsip ini mencakup keterbukaan, interoperabilitas, dan pemenuhan standar data yang telah ditetapkan.
Salah satu poin penting yang diatur dalam peraturan ini adalah kewajiban instansi pemerintah provinsi untuk menyusun dan mematuhi Standar Data, Metadata, serta prinsip-prinsip Interoperabilitas Data.
Hal ini bertujuan untuk menciptakan keseragaman dalam pengumpulan, pengelolaan, dan pertukaran data antarinstansi, mendukung visi integrasi data yang komprehensif.
Selain itu, Peraturan Gubernur ini juga menyoroti pentingnya keakuratan dan keterpaduan data.
Setiap instansi diwajibkan untuk memastikan bahwa data yang dihasilkan adalah akurat, terkini, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Hal ini akan memberikan dasar yang kuat bagi proses pengambilan keputusan yang lebih baik di tingkat provinsi.
Dalam konteks implementasi Peraturan Gubernur Jambi Nomor 28 Tahun 2022, diharapkan adanya mekanisme pengawasan dan evaluasi yang efektif untuk memastikan bahwa setiap instansi pemerintah provinsi mematuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
Monitoring yang baik akan menjadi kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan SDI di tingkat provinsi, sekaligus menjaga kualitas dan integritas data.
Langkah ini tidak hanya menciptakan kerangka kerja yang lebih solid untuk pengelolaan data di tingkat provinsi, tetapi juga mendukung tujuan nasional dalam mewujudkan ekosistem data yang terintegrasi di seluruh Indonesia.
Dalam implementasi kebijakan Satu Data Indonesia (SDI) atau kebijakan serupa di tingkat provinsi, beberapa kendala umum mungkin muncul. Berikut adalah beberapa kendala yang mungkin dihadapi dan solusi yang dapat dipertimbangkan:
1. Ketidaksesuaian Standar Data: Masing-masing instansi pemerintah memiliki standar dan format data yang berbeda-beda, menyebabkan kesulitan dalam integrasi data.
Solusi: Penetapan standar data yang seragam untuk semua instansi, termasuk penyusunan pedoman pengelolaan metadata dan interoperabilitas data. Melakukan sosialisasi dan pelatihan untuk memastikan semua pihak terlibat memahami dan mengadopsi standar yang ditetapkan.
2. Keterbatasan Sumber Daya Manusia: Kurangnya pemahaman dan keterampilan dalam pengelolaan data, serta kurangnya SDM yang terlatih.
Solusi: Pelatihan dan pembekalan sumber daya manusia terkait pengelolaan data dan implementasi kebijakan SDI. Dapat juga melibatkan pihak ketiga atau ahli eksternal untuk memberikan panduan dan dukungan.
3. Tingkat Keterbukaan yang Rendah: Beberapa instansi mungkin tidak bersedia untuk membuka data mereka karena berbagai alasan, termasuk kekhawatiran terkait keamanan dan privasi.
Solusi: Membangun kebijakan dan mekanisme keamanan data yang kuat, sekaligus melakukan sosialisasi kepada pihak terkait tentang manfaat keterbukaan data. Menyediakan panduan terkait manajemen risiko dan privasi data.
4. Keterbatasan Anggaran: Implementasi kebijakan SDI memerlukan investasi dalam infrastruktur teknologi dan pelatihan sumber daya manusia, namun terkadang terdapat keterbatasan anggaran.
Solusi: Pemerintah dapat mempertimbangkan alokasi anggaran yang lebih besar untuk proyek SDI atau mencari mitra dan sumber daya eksternal untuk mendukung implementasi kebijakan ini.
5. Kurangnya Keterlibatan Pihak Terkait: Keterlibatan dan dukungan dari semua pihak terkait, termasuk instansi pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, seringkali menjadi kendala.
Solusi: Meningkatkan diseminasi informasi dan kesadaran terkait manfaat SDI kepada semua pemangku kepentingan. Membangun kemitraan strategis dengan sektor swasta dan masyarakat untuk meningkatkan partisipasi dan dukungan.
Dalam membahas peran dan implementasi konsep Satu Data Indonesia (SDI) di tingkat provinsi, kita dapat menarik beberapa kesimpulan penting.
Pengelolaan data pemerintah, terutama melalui penerapan SDI, membuka pintu bagi kemajuan besar dalam tata kelola data, transparansi, dan kualitas kebijakan di tingkat provinsi.
SDI tidak hanya sekadar kebijakan teknis, ini adalah tonggak progresif menuju tata kelola data yang lebih baik.
Melalui Peraturan Gubernur Jambi Nomor 28 Tahun 2022, pemerintah provinsi telah menetapkan standar tinggi terkait keterbukaan, interoperabilitas, dan keakuratan data.
Ini bukan hanya langkah administratif, tetapi juga komitmen nyata untuk menciptakan lingkungan di mana data menjadi sumber daya yang bernilai. Dengan adanya SDI, disparitas dalam data dan informasi geospasial dapat diminimalkan, menciptakan ekosistem data yang dinamis, responsif, dan berorientasi pada kebutuhan yang berkembang.
Implementasi SDI di tingkat provinsi tidak hanya menciptakan landasan yang solid untuk pengelolaan data, tetapi juga membuka pintu bagi inovasi dan perubahan positif dalam pelayanan publik.
Oleh karena itu, konsistensi dalam mengikuti standar SDI, penguatan kapasitas sumber daya manusia, dan keterlibatan semua pemangku kepentingan adalah kunci keberhasilan.
Sebagai penutup, kita dapat menyimpulkan bahwa implementasi SDI di tingkat provinsi bukan sekadar aturan, melainkan komitmen untuk mencapai tata kelola data yang lebih baik.
Dengan langkah-langkah ini, kita melangkah menuju masa depan yang lebih terinformasikan, transparan, dan berkelanjutan.
SDI bukan hanya alat teknis, ini adalah perubahan holistik yang membawa manfaat nyata bagi pemerintah dan masyarakat provinsi dalam mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan. Mantap.***