Cerpen Yanto bule ‘Rumah Nomor 163’
6 min readCahaya lampu petromax yang di pasang di rumah Taib begitu terang sampai ke pelataran rumahnya, laron ikut menikmati cahaya lampu petromax yang di hidupkan semenjak sore hari, Puluhan tetangga sudah banyak berkumpul di rumah papan jatah transmigrasi tahun 1983.
Tikar pandan di gelar di tengah rumah, piring berisi ubi goreng berjejerdi sebelah gelas kopi tubruk hasil tumbukan simbok, duduk rapi berjajar di dekat dinding papan rumah Taib.
Suara berat pak kyai Dulgoni membuka acara yasinan rutin yang di gelar di dusun Sumber Mulyo setiap malam jumatnya, Bahkan bukan hanya yasinan tetapi para warga juga ikut membaca sholawat nabi dengan tetabuhan yang di pimpin lek juwani.
Yasinan rutinan menjadi sarana berkumpul warga sambil beribadah, seminggu lepas bekerja di siang hari malam Jumat berkumpul sambil bertukar pikiran dan di lingkungan.
Bagiku setiap malam Jumat menjadi malam yang di tunggu, sebab sudah pasti bapak akan selalu menghidupkan lampu petromax agar malam menjadi terang di dalam dan di luar rumah, sebab di setiap malam di rumahku selain malam Jumat hanya menghidupkan lampu teplok berbahan bakar minyak tanah yang di beli di warung bi jumsih tetanggaku satu satunya yang membuka warung sembako .
Lampu teplok di pasang di ruang tamu dan juga kamar serta dapur rumahnya, kadang setiap pagi jika aku hendak pergi ke sekolah sudah pasti harus membersihkan lubang hidungku yang hitam kena asap lampu teplok di kamarku.
Belum lagi sore hari aku selalu di tugaskan ibuku untuk membersihkan kaca lampu teplok dengan air sabun, Rutinitas yang aku jalani sebagai anak yang masih bersekolah di sekolah menengah pertama tentu menjadi hal yang menyenangkan.
” To, nanti kamu bawa kopi kering hasil kebun kita ke warung bi Jumsih ya” perintah bapakku.
” Ya pak, nanti aku bawa ke warung biar di timbang berapa kilo beratnya”
” Jangan lupa belikan bapak satu bungkus rokok kretek jambu bol,kopi dan gulanya”
” Ibumu belikan minyak sayur dan ikan asin untuk makan kita juga”
Kopi jenis robusta yang di tanam semenjak transmigrasi di kebunku, tidaklah luas sebab hanya di tanam di pekarangan dekat rumah, bapak juga menanam pohon buah seperti mangga rambutan, dan juga duren yang di ambilnya di kantor desaku sebab bibit yang di peroleh juga merupakan jatah dari KUPT transmigrasi.
Hasilnya bisa di jual di warung bi jumsih, ataupun orang kota yang datang ke desaku untuk membeli hasil panenan kebun.
Tiba tiba ada mobil jenis hartop berwarna hijau berhenti di depan rumah pak Unang tetanggaku, dan terdengar suara lelaki yang menanyakan rumah bapakku dengan menyebut nama dan nomor rumahku.
Tak lama mobil hartop yang berisikan dua orang berjaket hitam, turun dari kendaraan mencari bapakku, sambil berlari kecil aku susul bapak di kebun belakang rumah, dan memberitahu ada dua orang mencari bapak.
Bergegas bapak mencuci tangan di mbelik atau mata air yang di gunakan sebagai tempat mandi, dengan tangan basah bapak mengusapkan tangannya ke bajunya agar tangannya menjadi kering, dan masuk ke dalam rumah.
” akh ternyata kamu pak Mail, tumben ada apa sampai juga kerumahku”
” Siap, saya dan nursan sengaja mencari bapak, ada hal penting yang ingin kami sampaikan ”
” Aku sudah pensiun, tidak mau ikut campur lagi soal urusan dinas Mail, biarkan saja aku tenang sebagai orang transmigrasi dan memiliki pekerjaan baru sebagai petani di sini”
” Bukan begitu pak, kami sangat butuh informasi tentang desa ini sebab desa ini berada paling ujung di wilayah kodim, apalagi berbatasan dengan wilayah kabupaten lain”
” Tidak ada informasi yang perlu aku sampaikan padamu, yang jelas aku sudah nyaman menjadi penyanyi di sini,jangan kamu suruh aku pusing mikir negara ini lagi”
Percakapan bapak dan dua orang tamu aku dengar, sementara ibuku membuat kopi dan menyajikan pisang rebus hasil kebun di dekat sawah milik kami.
Tak lama dua orang tamu dengan mobil hartop itu terlihat pamit, Tampak dari jauh kedua tamu itu seperti memberi sikap hormat sempurna kepada bapakku, Terselip rasa penasaran yang mendalam di benakku siapa sebenarnya bapakku itu.
Malam menjelang larut, Terlihat bapakku masih duduk di kursi kayu di luar rumah, di bawah temaram lampu teplok, bapak nampak menghela nafas dalam seperti ada beban berat yang di pikul usai kedatangan dua orang tamu siang tadi.
” Bapak belum tidur”
” Belum to, kenapa kamu tidak tidur bareng ibumu di sana”
” Belum ngantuk pak, kan besok hari Minggu jadi aku tidak sekolah”
” Pantesan saja kamu tidak bapak lihat belajar sore tadi, ya sudah kawani bapak di sini sambil menunggu rasa kantuk datang ya to”
” Sebenarnya tadi siapa yang datang pak, Kayaknya mereka hormat sekali sama bapak”
” O..itu tentara nak, mereka dulu anak buah bapak saat bapak aktif di kodim, dan mereka belum pensiun makanya mereka mencari bapak di transmigrasi ini”
” Tapi kenapa bapak terlihat punya beban setelah mereka pulang pak”
” Ahk…belum saatnya kamu tau apa yang mereka minta dari bapakmu nak, tidurlah lagi hari sudah malam juga”
Tak begitu aku hiraukan pesan bapakku, Pagi harinya aku beranikan diri bertanya pada ibuku di dapur,saat ibu tengah menyiapkan masakan untuk kami makan siang hari, wajah menua ibuku tersirat dari raut wajahnya dan begitu kenyang akan pahit manisnya hidup bersama bapakku.
” Bapak dulunya kerja apa ya Bu”
” Bapakmu itu dulunya sebelum ikut transmigrasi, adalah pensiun tentara ,bapak penugasan yang membuat ibu sering di tinggal sendiri di rumah nak”
” Aku penasaran kepada dua orang yang bertamu kemarin, dan melihat bapak seperti sangat hormat sekali Bu”
” Bapakmu itu orangnya sangat tertutup soal tugasnya dulu, ibu saja tidak berani bertanya sama bapakmu, sebab jika perintah itu datang kapanpun bapak akan langsung berangkat nak”
” Betapa hebatnya bapak ya Bu, dan pastinya gagah sekali waktu mudanya dulu”
” Sudahlah nak, tak perlu kamu tanyakan lagi dan kamu harus bangga punya bapak seperti dia, orangnya penyayang keluarga”
Sepekan kemudian rumahku kembali di datangi dua lelaki berjaket hitam, dengan mobil hardtopnya , dan menanyakan keberadaan bapakku, tak ku sia siakan kesempatan itu untuk menanyakan siapa sebenarnya bapak.
” Bapakmu itu dulunya komandan kami, banyak tugas yang di selesaikan dengan baik tanpa sekalipun kegagalan, sebab bapakmu itu orang inteljen di kesatuannya”
” Kami butuh petunjuk dari beliau sebab ini masuk masa pemilihan presiden, dan kami di perintahkan untuk memantau siapa saja yang masuk menjadi tahanan politik di kabupaten ini”
” Jangan sampai kami kecolongan, sebab mereka yang terindikasi sebagai tapol masih harus kami awasi, jika tidak maka bisa saja faham mereka di sebarkan dan merekrut anggota baru”
” Bapakmu orang yang cerdas, dengan sandi 163 kami selalu berhasil menuntaskan misi negara, dan ternyata rumahmu juga memiliki nomor keramat itu”
Deg, jantungku berdebar kencang mendengar penjelasan dua orang tamu bapakku, Ternyata bapak dulunya bukanlah orang sembarangan, pantas saja di lingkungan kami ,bapak juga di tukang serta sering di mintai saran untuk kemajuan desa ini , dan lagi lagi yang membuatku takjub bahwa nomor rumahku adalah sandi saat bapakku bertugas dulu.
Lamat lamat terdengar kaki bapak menghampiriku, dan bapak langsung memegang pundak ku dan memintaku untuk pergi bermain bersama kawan kawan, rasa penasaran sudah tidak lagi kurasakan, makin bangga aku pada bapakku.
Sanggar imaji Pamenang Januari 2024