Kelenteng Tertua di Jambi “Hok Tek” Semakin Cantik Penuh Warna, Bagaimana Dengan Keasliannya?
8 min readJAMBIDAILY SENI, Budaya – Kelenteng Siu San Teng atau lebih dikenal dengan sebutan Kelenteng Hok Tek di Jalan Husni Thamrin, Pasar, Kota Jambi, dipercaya berusia paling tua dari semua Kelenteng yang ada di provinsi Jambi. Namun kini terlihat berbeda dipercantik oleh pewarnaan berkilau, dan terkesan telah berubah wajah keasliannya.
Seorang sumber warga keturunan Tionghoa (Kamis, 18/01/2024) malam, menceritakan kegundahannya bahwa Kelenteng itu tidak lagi terlihat asli, warnanya tidak lagi sama seperti selama ini di kenal masyarakat kota Jambi khususnya yang didominasi putih.
“Kami melihat itu Kelenteng Hok Tek telah berubah, kami menyayangkan hal tersebut. Dominasi warna putih tidak terlihat lagi, yang ada warna merah bahkan di dinding lebih mengarah warna pink. Sudah jelas tertulis Cagar Budaya dan ada Undang-undang yang mengaturnya, apakah boleh berubah seperti itu? Kalau boleh bahaya dan artinya semua Cagar Budaya bisa dirubah?,” Ujar lelaki paruh baya kepada Jambidaily.com.
Lelaki tersebut lebih menyesalkan lagi bahwa di sisi kiri bangunan bagian atas yaitu bubungan atap terdapat seperti ukiran relief, tapi saat ini tidak lagi terlihat dan dibuat menjadi rata.
“Paling saya sesalkan, ada relief itu dibagian atas dekat atap. Bayangkan usianya yang udah ratusan tahun, kenapa sekarang tidak lagi ada dan menjadi rata, bukankah itu sudah perusakan namanya?,” Ungkap dia sembari memperlihatkan gambar-gambar Kelenteng Hok Tek.
“Bangunan itu peninggalan orang tua dulu, kami selaku generasi warga keturunan sangat menyayangkan telah terjadi perubahan. Sementara Cagar Budaya tidak sembarangan dirubah, Cagar Budaya bukan menjadi wewenang personal. Walaupun itu tempat ibadah dulunya, sekarang tidak lagi digunakan. Dan juga kalau sudah menjadi Cagar Budaya, bukankah tidak lagi menjadi milik golongan namun milik masyarakat Indonesia, sebagai kekayaan leluhur negara kita,” Pungkasnya.
Dia mempertanyakan pihak yang melakukan perubahan itu, dan apakah tidak diketahui oleh otoritas berwenang seperti Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) wilayah V (sebelumnya BPCB-red) maupun Dinas kebudayaan dan pariwisata (Disbudpar).
“Pertanyaannya apakah tidak diketahui pihak BPK, atau Disbudpar? atau memang itu proyek pengerjaan dilaksanakan orang lain, tapi mustahil tanpa pengawasan karena itu cagar budaya,”Tukasnya.
Pantauan jambidaily.com (Jum’at, 19/01/2024) wajah Kelenteng Hok Tek benar-benar telah berubah, tidak lagi sama sebagaimana dikenal selama ini. Bahkan kesan Cagar budayanya menjadi minim, rasa peninggalan bersejarahnya sangat redup ditelan warna.
Perubahan itu belumlah lama, sekeliling pagar masih terlihat bekas cat yang tercecer dan diperkuat oleh pernyataan warga sekitar yang kebetulan mendekat ketika melihat kehadiran jambidaily.com sedang mengamati serta mengambil beberapa dokumentasi.
“Itu baru di catnyo bang, belum lamo nian. Kelenteng ko umurnyo lah tuo nian, Lah ado sebelum sayo lahir. Sayo kemaren lagi ke luar daerah, pas balek nengok warnanyo lah berubah,” Cerita lelaki tua dengan dialeg jambinya yang khas.
Siapa yang merubah warnanya? lelaki tua yang hanya tersenyum saat ditanya nama itu menyebut pihak yayasan, tapi tidak menerangkan secara rinci.
Lalu ditengah obrolan, ada seorang ibu-ibu yang juga coba menjelaskan perubahan warna Kelenteng Hok Tek “Itu orang yayasan yang ngecat, orang diolah dan ado orang purbakala jugo yang ngawasi,” Selanya sedikit ketus dan berlalu pergi.
Terkait wajah baru Kelenteng Hok Tek, Agus Widiyatmoko selaku Kepala BPK Wilayah V (Wilayah Kerja Provinsi Jambi dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung) mengarahkan kepada bagian Dokumentasi dan publikasi.
“Bapak kenalkan dengan Pak Novie Bagian Dokumentasi dan Publikasi, silahkan hubungi mas,” Tulis Agus Widiyatmoko menjawab pesan singkat jambidaily.com.
Novie saat dihubungi jambidaily.com tidak menampik bahwa saat perubahan warna Kelenteng Hok Tek terjadi didampingi pihak BPK Wilayah V dan sudah memiliki kajian. “Ada kajiannya, saya cek dulu kajiannya,” Jawabnya singkat.
Lebih lanjut dia menjelaskan, Kelenteng Hok Tek ranah kewenangannya ada di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Jambi.
“Kelenteng Hok Tek telah ditetapkan oleh Dinas Kebudayaan kota Jambi, jadi sebenarnya ranah di Dinas Kebudayaan kota Jambi. Bisa klarifikasi dengan dinas kota,” Tuturnya.
“Sesuai kewenangan yang tertera di UU Cagar Budaya. Kelenteng Hok Tek telah ditetapkan menjadi Bangunan Cagar Budaya berdasarkan Keputusan Wali kota Jambi Nomor 283 Tahun 2023, Kegiatan pelestarian Kelenteng Hok Tek Bangunan Cagar Budaya merupakan kewenangan OPD Pemerintah Kota Jambi yang membidangi Kebudayaan,” Tambahnya menguraikan.
Disisi lain, Nanang Sunarya, Kepala Bidang (Kabid) Pariwisata Disparbud Kota Jambi, memperkirakan perubahan warna terjadi pada Akhir tahun 2023.
“Sepertinya dari yayasan karena sekitar akhir tahun 2023 ada pihak yayasan ke kantor membicarakan hal tersebut, yang saya tahu inisiatif yayasan. Melalui persetujuan atau tidak, tidak termonitor,” Ujar Nanang Sunarya.
“Sepengetahuan saya waktu ikut diskusi dengan orang BPCB ada tingkat persentasi perubahan yang diperbolehkan, saya tidak hapal berapa persentase dan persyaratan lainnya. Mungkin bisa dikonfirmasi kepada Kabid kebudayaan,” Imbuhnya.
Melalui sambungan telepon, Maha Pradana selaku Kabid Kebudayaan Disparbud Kota Jambi merespon baik komunikasi jambidaily.com terkait Kelenteng Hok Tek.
“Kelenteng Hok Tek adalah Cagar budaya yang sesuai Surat Keputusan (SK) Wali Kota Jambi. Pihak yayasan sempat berkomunikasi terkait keinginan untuk mengecat, lalu kami minta untuk koordinasi dengan pihak BPK Wilayah V. Kami arahkan kesana karena Disparbud kota Jambi belum mendapat kajian, boleh atau tidak berdasar kajian,” Tutur Maha Pradana.
Maha Pradana dalam kesempatan inipun menekankan, bahwa tidak ada surat rekomendasi yang dikeluarkan pihak Disparbud Kota Jambi dalam perubahan warna tersebut.
“Disparbud kota Jambi tidak pernah mengeluarkan surat rekomendasi, terkait hal itu, Dan murni inisiatif dari pihak yayasan. Namun walaupun statusnya Cagar Budaya, perlu diketahui tidak semata-mata hak pemerintah,” Urainya.
“Itu inisiatif yayasan, kami sudah melihat kondisi saat ini dan terlihat berubah. Akan segera kami tindaklanjuti, pekan depan kami akan melakukan koordinasi dengan pihak yayasan, kami ingin mengetahui dasar maupun hal-hal mendukung sehingga perubahan warna yang seperti itu. Nanti kami akan bagikan hasilnya,” Tutup Maha Pradana, merespon jambidaily.com.
Padahal, sebagaimana tulisan Abd.Muththalib dilaman andalastourism, adanya kelenteng tertua di Jambi ini menjadi bukti bahwa pada masa itu terdapat kehidupan budaya budaya tertentu. Sebab di Melayu Jambi memang sebelumnya diawali dengan kepercayaan animisme, kemudian masuk agama Hindu-Budha. Yang mana selanjutnya masuk agama Islam di sana.
Dan itu semua merupakan bahan perbandingan budaya dan agama, sehingga adanya kelenteng menjadi bukti material dari budaya Jambi. Karena melalui kelenteng, para budayawan dapat mengetahui bagaimana perkembangan dan peradaban budaya di Jambi pada masa lampau hingga hari ini.
Postingan Seorang Youtuber berikut ini tertanggal 30 Januari 2022 dapat menjadi pembanding warna Kelenteng Hok Tek
Berikut Video yang diambil jambidaily.com (Jum’at, 19/01/2024)
Dari berbagai laman yang turut menuliskan sejarah keberadaannya termasuk kebudayaan.kemdikbud.go.id, Kelenteng Hok Tek berukuran 8×6 meter tersebut menjadi saksi bisu perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Pada masa perjuangan melawan Belanda, bangunan ini pernah digunakan sebagai tempat penyembunyian persenjataan para pejuang rakyat Jambi.
Bangunan rumah ibadah bersejarah bagi keturunan Tionghoa yaitu Kelenteng Hok Tek diyakini tuanya pada papan tertulis yang menyebutkan pertanggalan 154 tahun yang lalu. Pada sisi lain, adanya keterangan seseorang yang telah memberikan sumbangan ketika berkunjung ke Kelenteng Hok Tek, tahun 2489 Imlek (1838 Masehi).
Sejak saat itu hingga sekarang, Kelenteng Hok Tek telah mengalami beberapa kali renovasi yang terjadi pada tahun 1931, 1970, 1984, dan renovasi terakhir dilakukan pada tahun 1997 tetap mempertahankan bentuk bangunan seperti semula karena dianggap sebagai kelenteng pertama di Jambi.
Klenteng Hok Tek terletak di Jl. Husni Thamrin, Kelurahan Beringin, Kecamatan Pasar, Kota Jambi. Secara Astronomi terletak di 103 37’67” BT dan 01 37’46” LS.
Bangunan kelenteng Hok Tek menghadap timur laut, keberdaan arah hadap berdasarkan letak altar dalam tata ruang bangunan kelenteng Cina selalu menghadap ke arah gerbang masuk halaman kompleks. Bangunan Kelenteng ini berarsitektur Cina, ditandai dengan bentuk atap ruang depan berbentuk jurai dan pelana (hsuan shan), sedangkan ruang utama dan samping atapnya berbentuk pelana dengan dinding tembok (ngang shan). Kedua bubungannya membentuk simbol naga bermahkota bertanduk dan bertaring. Pada dinding kiri-kanan atas pintu masuk terdapat lukisan tembok yang mengisahkan peristiwa Sam Kok dan kisah seorang Ibu menyelamatkan bayinya dari serangan perusuh jalanan.
Selain itu, kelenteng ini sendiri sebenarnya sudah tidak lagi difungsikan sebagai tempat ritual sejak tanggal 4 Februari 1984, Sejak tahun 1984 keberadaan kelenteng Hok Tek itu tidak difungsikan lagi sebagai tempat ritual atau peribadatan.
Klenteng Hok Tek telah dijadikan peninggalan cagar budaya dan sejarah yang dilindungi pemerintah. Sedangkan aktivitas ibadah yang sebelumnya dilakukan di sana kemudian dipindahkan ke bangunan kelenteng baru yang ukurannya jauh lebih besar.
Seorang budayawan Jambi dan Akademisi Dr. Drs. Maizar Karim, M.Hum., dalam tulisan Putri Dini Rawati dan Putia Resti Permana di laman genta.fkip.unja.ac.id (Senin, 20/04/2020) mengatakan peninggalan budaya seperti kelenteng merupakan cagar budaya yang harus dipelihara dan dihadirkan secara terus menerus supaya bisa menjadi bahan untuk mengetahui perkembangan dan peradaban budaya kita pada masa lampau hingga hari ini, agar kita bisa melihat jejak-jejak terdahulu.
Pemeliharaan kelenteng tersebut tidak berarti harus difungsikan kembali, tetapi dengan menjaganya juga bisa supaya kita bisa memperlihatkan bukti bahwa kita memiliki kebudayaan yang tinggi.
Klenteng tersebut merupakan bukti bahwa masa itu ada kehidupan budaya-budaya tertentu, karena di melayu Jambi diawali dengan kepercayaan animisme lalu masuk agama Hindu-Budha, dan kemudian masuk islam dan itu merupakan bahan perbandingan budaya dan agama, jadi klenteng merupakan bukti material dari budaya Jambi. (*/Hendry Noesae)