Menyimak Strategi Kebijakan Moneter BI Menuju Stabilitas Ekonomi di Tengah Ketidakpastian Global
5 min readJAMBIDAILY JURNAL – Bank Indonesia (BI) pada tahun 2024 kembali memfokuskan kebijakan moneternya pada stabilitas ekonomi. Kebijakan ini dibuat untuk mengendalikan inflasi sesuai dengan target pemerintah dan menyeimbangkan nilai tukar rupiah agar tidak mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional di lingkungan global yang tidak stabil. Selama Konferensi Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2023 yang diselenggarakan di Kantor BI, Jakarta, pada hari Rabu, 29 November 2023, Gubernur BI Perry Warjiyo menguraikan empat strategi kebijakan mata uang.
Pertama, kebijakan suku bunga BI tetap berorientasi pada pencapaian target inflasi pemerintah sebesar 2,5 plus minus 1% pada tahun 2024 dan 2025. Dengan laju inflasi ini, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional akan berada pada kisaran 4,7 hingga 5,5% pada tahun 2024 dan dari 4,8 hingga 5,6% pada tahun 2025. Risiko utama tekanan inflasi pada tahun 2024 sebagian besar berasal dari ketidakstabilan global, khususnya pelemahan Rupiah dan kenaikan harga energi dan pangan global yang memengaruhi harga barang impor (inflasi impor) dan fluktuasi harga pangan. Sementara itu, inflasi inti diperkirakan tetap terkendali karena adanya peningkatan permintaan agregat yang masih di bawah kapasitas produksi.
Untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam target 2,5 plus minus 1% pada tahun 2024 dan 2025, akan mempertahankan BI rate. Bank Indonesia juga akan lebih responsif terhadap dinamika ekonomi global dan nasional. Selain itu, koordinasi dengan pemerintah (pusat dan daerah) melalui Kelompok Pengendali Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) terus diperkuat dalam mengendalikan inflasi harga pangan secara nasional dan di berbagai daerah melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).
Kedua, kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah akan terus dilakukan untuk meminimalkan dampak ketidakstabilan global terhadap pencapaian target inflasi dan menjaga stabilitas sistem keuangan dan makroekonomi untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional. Bank Indonesia juga akan terus menjaga cadangan devisa yang memadai. Secara mendasar, nilai tukar rupiah memiliki potensi untuk menguat dan tetap stabil, didukung oleh inflasi yang terkendali, surplus transaksi berjalan, imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik, dan pertumbuhan ekonomi ke depan yang relatif tinggi. Namun, dengan harapan bahwa FFR akan tetap tinggi, imbal hasil Treasury AS, dan penguatan dolar AS, memberikan tekanan yang melemahkan banyak mata uang global, termasuk rupiah. Bank Indonesia akan menjalankan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah melalui intervensi spot valuta asing dan domestic non-deliverable forward (DNDF), serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder jika diperlukan.
Ketiga, strategi operasi mata uang yang “ramah pasar” bertujuan untuk lebih meningkatkan efisiensi transmisi kebijakan Bank Indonesia ke pasar keuangan dan perekonomian, termasuk menarik aliran modal investasi. Strategi operasional yang “berorientasi pasar” akan membawa banyak manfaat, di mana pasar mata uang dan valuta asing akan berkembang dengan volume perdagangan dan likuiditas yang lebih besar, lebih banyak peserta, lebih banyak mekanisme, dan penetapan suku bunga dan nilai tukar yang lebih efektif. Dengan demikian, instrumen Surat Berharga Bank Indonesia Rupiah (SRBI) atau Surat Berharga Valuta Asing Bank Indonesia (SVBI) dan Surat Berharga Sukuk Bank Indonesia Valas (SUVBI), dapat dibeli oleh penduduk serta dimiliki dan diperdagangkan di pasar oleh bukan penduduk, akan menarik masuknya modal asing investasi portofolio. Pada saat itu, pengelolaan likuiditas perbankan dan konstruksi portofolio investasi oleh manajer investasi juga perlu lebih fleksibel dan berkembang.
Keempat, pengelolaan arus devisa sesuai prinsip internasional akan diperkuat untuk mendukung kecukupan cadangan devisa dan ketahanan eksternal perekonomian Indonesia. Bank Indonesia juga akan terus memperluas alat penanaman modal devisa yang berasal dari Pendapatan Ekspor Sumber Daya Alam (DHE) sebagaimana disyaratkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023, saat ini terbagi menjadi 7 (tujuh) jenis alat, hingga jenis lainnya. Instrumen forex didasarkan pada proses pendalaman pasar. Koordinasi kebijakan Bank Indonesia dengan kebijakan pemerintah juga terus diperkuat untuk memperkuat ketahanan eksternal terhadap ketidakstabilan global, mengendalikan inflasi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Optimis namun tetap berhati-hati, Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang turut hadir di PTBI 2023 menyebut Indonesia memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dibandingkan negara lain. Hal ini patut kita syukuri karena Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia di tengah kondisi global yang penuh ketidakpastian. Inflasi juga cenderung stabil, ujarnya, yakni sebesar 2,6%. Namun, lanjutnya, perlu tetap waspada karena situasi global saat ini masih belum menentu. Hal ini dapat menyebabkan lonjakan harga pangan dan energi karena rantai pasokan terganggu. Belum lagi perubahan iklim telah memaksa banyak negara membatasi ekspor pangan. Oleh karena itu, Presiden berpesan agar kita bersikap optimis.
Menurut hemat penulis untuk Memperkuat Kerjasama Regional Dalam menghadapi ketidakpastian global, Indonesia dapat memperkuat kerjasama dengan negara-negara di kawasan untuk meningkatkan stabilitas ekonomi. Hal ini dapat dilakukan melalui kerja sama perdagangan, investasi, serta pertukaran kebijakan moneter dan fiskal untuk saling mendukung dalam mengatasi tantangan ekonomi global. Mengingat risiko kenaikan harga energi global, Indonesia dapat meningkatkan upaya diversifikasi sumber energi untuk mengurangi ketergantungan pada energi impor. Investasi dalam energi terbarukan dan peningkatan efisiensi energi dapat membantu mengurangi dampak fluktuasi harga energi global terhadap ekonomi domestik. Untuk menghadapi lonjakan harga pangan akibat gangguan pasokan global dan perubahan iklim, perlu ditingkatkan lagi ketahanan pangan dalam negeri. Ini termasuk investasi dalam peningkatan produktivitas pertanian, diversifikasi produksi pangan, pengembangan infrastruktur pasokan, dan peningkatan akses terhadap teknologi pertanian yang inovatif.
Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, diperlukan dorongan lebih lanjut untuk investasi dalam sektor-sektor produktif yang mampu menciptakan lapangan kerja, meningkatkan nilai tambah, dan memperkuat daya saing ekonomi Indonesia di pasar global. Selain kebijakan moneter, perlu juga diperkuat sistem pengendalian dan pengawasan ekonomi untuk mengurangi risiko terjadinya krisis keuangan dan mencegah praktik-praktik tidak sehat dalam pasar keuangan dan perbankan. Saran lainnya adalah Peningkatan literasi keuangan di kalangan masyarakat juga menjadi kunci dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global. Masyarakat yang lebih paham tentang manajemen keuangan akan lebih siap menghadapi perubahan kondisi ekonomi dan membuat keputusan yang lebih cerdas terkait dengan investasi dan konsumsi.
Dengan menerapkan saran-saran ini, Indonesia diharapkan dapat lebih siap menghadapi tantangan ekonomi global sambil tetap mempertahankan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. (*/)
Ditulis Oleh
Ruth Abigail Br Tarigan, S.Pd
Magister Pendidikan Ekonomi
Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Jakarta