25 Desember 2024

Jambi Daily

Media Online Publik Aksara Propinsi Jambi

Cerpen Yanto bule ‘Penunggu Rumpun Bambu’

7 min read

ilustrasi

Malam makin hening, suara burung hantu mengagetkan induk ayam di belakang rumahku, suara ayam bekotek ketakutan melindungi anaknya.

Hujan sisa sore masih saja turun, meski hanya rintiknya saja tetapi membuat basah dedaunan dan rumput, di pelataran rumahku.

Tiba tiba suara anak bungsuku membangunkanku di malam sepi itu, Kamar anakku bersebalahan dinding sehingga suara keras anakku begitu jelas saat aku dan istriku tengah tertidur pulas.

” Yah, kakak kemana”
” Lah adik tadi tidur sama kakak to”
” Iya yah, tapi kakak gak ada di kamar”

Aku bangunkan istriku yang masih tertidur dengan lelapnya, di goyangkan badannya agar lekas bangun, dengan mata masih terpejam istriku menanyakan ada apa.

” Ada apa yah, tadi suara apa”
” Bangun dulu kita Bu, adik di kamar malah cariiin kakaknya”
” Lah, tadi sejak sore kakak sama adik masuk untuk tidur di kamar berdua”

Aku raih tangan istriku, untuk membuka kunci kamar anakku yang berada di sebelah kamarku, pintu kamar anak anak masih terlihat terkunci dari luar, sementara suara anak bungsuku Caca, yang duduk di kelas empat sekolah dasar, terdengar masih mencari keberadaan kakaknya.

Setelah pintu kamarnya terbuka, ku lihat anak bungsuku masih mencari kakaknya di dalam lemari, di samping pintu tepat tak di temukan juga kakak perempuannya.

Aku dan istriku yang panik, berusaha mencari keberadaan anak sulungku, mataku tertuju pada jendela kayu, yang tak berteralis, pintu jendela sudah terbuka, aku coba melongok keluar jendela kamar anakku, tampak tak ada bekas jejak kaki keluar kamar, aku dan istriku langsung panik.

Sontak aku membuka pintu utama rumahku, sambil membawa senter aku langsung berlari ke luar rumah, sinar senter yang ku bawa ku arahkan ke seluruh penjuru rumah dan pekarangan rumahku, sambil memanggil nama anak sulungku, aku berusaha mencari keberadaannya.

Sementara istriku dan anak bungsuku masih berada di teras rumah, sambil ketakutan dan penuh rasa cemas , sambil memeluk anak bungsuku, istriku mulai terdengar menangis.

” Kak, dimana kamu nak”
Tangisan istriku makin tergugu, membuat hatiku makin tak menentu, rasa cemas, khawatir dan juga takut kehilangan anak membuatku berlari ke arah sawah peninggalan ayahku.

Suasana malam yang sepi, sebab waktu sudah menunjukan pukul 02 dini hari, menambah suasana makin mencekam, dengan berlari ke arah persawahan yang di penuhi semak belukar, karena sawah peninggalan bapak sudah lama tidak tergarap, di tambah lagi pekatnya malam di tengah perkebunan sawit, makin membuat hatiku risau.

Aku terus memanggil nama anak sulung ku, tapi tidak juga ada balasan, dengan sisa keberanian yang ku miliki, aku mulai menyusuri perkebunan kelapa sawit, pekatnya malam makin membuatku sedikit memiliki rasa takut.

Tiba tiba ada suara berderak dari samping kananku, mataku langsung mencari asal sumber suara , lampu senter di tanganku ku arahkan ke semak semak yang bergerak,akh… Ternyata kelelawar yang terbang dari stu dahan ke dahan lainya, aku kembali melanjutkan pencarian anakku.

Sayup sayup suara istriku masih memanggil nama anak sulungku, aku yang makin jauh dari rumah dan masuk ke dalam perkebunan sawit, tak pedulikan jika ada hewan liar yang akan mencelakaiku, yang ada di pikiranku adalah aku harus bisa menemukan anak sulungku dan membawanya kerumah.

Tiba tiba pandangan mataku tertuju pada rumpun Bambu, yang begitu banyak suara daun bambu yang bergesekan menciptakan suara yang ritmis, bulu kudukku mulai meremang, ya..rumpun bambu adalah salah satu tempat yang sangat di sukai oleh mahkluk halus jenis gondoruwo dan Kunti, seperti yang pernah di ceritakan nenekku dulu.

Rasa takutku mengalahkan rasa kawatirku, dengan hanya menggunakan sandal jepit, dan baju tidur yang ku pakai serta satu buah senter ku beranikan diri, untuk terus mengarahkan sinar Lampur senter cas yang ku bawa ke seluruh penjuru rumpun bambu yang luas.

Doa terus aku baca dalam hati, agar pencarian anak sulungku di ganggu mahluk halus seperti ceria nenekku.

Tepat dengan rasa letihku, waktu terus bergerak hingga pukul 04 pencarian anakku belum juga berhasil, di tengah rasa letih dan takutku, tiba tiba cahaya senterku , menyoroti seperti jaket , dengan semua keberanian yang tersisa aku beranikan mendekati benda seperti jaket, perlahan langkah kakiku bergerak hati hati sambil mendekat.

Makin dekat, aku melangkah terlihat sosok anakku yang tengah duduk di dekat rumpun bambu, seperti tengah berbicara dengan orang lain, langsung saja ku raih tangan anak sulungku, kulihat wajahnya dan pandangan matanya begitu kosong.

Kuraih , tangannya lalu ke peluk dengan erat, sambil menitikkan air mataku, ku usap wajah anak sulung Perempuanku.

” Kamu sedang apa nak”
” Kakak sedang main”
Jawab anakku dengan tatapan mata kosongnya.

Tak mau kehilangan lagi, tubuh anakku langsung aku gendong ku bawa pulang, dengan melewati entah berapa hektare perkebunan sawit, sambil terus melantunkan doa aku bawa pulang ke rumah.

Istriku yang cemas menunggu di depan rumah bersama si bungsu, langsung berlari memeluk anak sulungku.

Anak sulungku, ku bawa ke dalam rumah, tetangga mulai berdatangan, mendengar istri dan anak bungsuku menangis, pak RT datang dan menyarankan ku untuk mencari orang pintar, sebab pandangan mata anakku begitu kosong, sambil berkata panas rumah ini,jaket dan jilbab yang di kenakan juga sudah di lepas, sambil tiduran anak sulungku minta di kipasi.

Sebelum azan subuh, kyai Huda sudah sampai di rumahku, sambil duduk bersila di dekat anakku kyai Huda mulai membaca doa.

Dengan mata batinnya, kyai Huda terlihat mulai berinteraksi dengan mahluk yang menurutnya ikut dengan anakku, sambil memegang antara ujung ibu jari dan jari telunjuk, kayu Huda mulai bertanya.

” Kamu datang ke sini di undang penghuni rumah atau kamu datang sendiri”
” Aku cuma main saja”
” Kalau kamu ke sini datang kerumah ini main di sebelah mana”
” Di sebelah sumur dekat pohon sawo”

Kyai Huda , memintaku untuk mendekat, sementara istriku sudah menyiapkan air hangat, di bantu tetangga yang berdatangan kerumah.

” Anakmu ini, ada yang mengajak main, dan keluar rumah dari tengah malam tadi”
” Benarkah begitu pak kyai”
” Tapi untungnya, anakmu masih bisa di temukan, jika tidak entahlah, sebab orang bunian yang mendiami rumpun bambu di sana, sangat sayang sama anakmu”
” Kok bisa anakku keluar rumah tengah malam kyai”
” Penghuni rumpun bambu, sudah semenjak sore tadi mengajak anakmu untuk ikut bermain di sana”

Tangan kyai Huda, kemudian memencet di antara jari jari dan ibu jari kaki anakku, sontak anakku meronta ronta merasakan sakit.

” Kamu jangan ganggu lagi cucuku, kembalilah ke alammu saja, jangan ganggu cucuku”
” Aku akan kembali, tapi tolonglah ajari aku agar tidak menggoda manusia”
” Jika kamu mau, silahkan bersyahadat agar rohmu tenang, dan banyak yang mendoakan”
” Baiklah, aku bersedia dan memenuhi ajakanmu, tapi kawan kawanku ikut juga biar mereka tak lagi mengganggu ”

Baru saja mengucapkan syahadat, tiba tiba tubuh anak sulungku terbangun dengan wajah penuh kebingungan , sambil duduk , anak sulungku yang pemalu langsung memelukku.

” Ada apa ini yah, kok banyak orang di rumah kita”
” Ya nak, mereka datang karena kamu tidak ada di dalam kamarmu”
” Tadi apa yang terjadi denganmu nak”
” Sejak sore tadi, kakak habis sholat magrib sudah ada yang memanggil manggilku”
” Siapa yang manggil nak”
” Pas tengah malah, tiba tiba ada anak seusia kakak sudah berada di dalam kamar yah, tapi wajahnya tidak kelihatan, hanya pakaian yang di kenakan hitam hitam mirip orang kerajaan yah”
” Bagaimana kamu bisa keluar kamarmu nak, apa adikmu tidak terbangun”
” Tidak yah, kakak tidak boleh pamit kalau mau keluar, katanya kalau kakak pamit nanti tidak di ijinkan, kakak juga di suruh pakai jaket dan jilbab biar gak dingin, kakak nurut yah”
“Tau tidak nak, jika kamu ayah temukan di rumpun bambu di ujung desa dekat perkebunan sawit warga”
” Kakak tidak tau yah, kakak hanya jalan dan main saja di sana, rumahnya seperti istana ,besar dan megah yah”

Kokok ayam terdengar dari kandang ayam belakang rumahku, suara azan subuh terdengar di surau dusunku, kyai Huda lalu berpamitan untuk sholat subuh, warga satu persatu mulai pamit begitu juga dengan pak RT.

Air wudhu begitu terasa sejuk, membasahi lengan,muka dan kakiku, sambil berzikir, ku lantunkan doa kepada Tuhan agar keluargaku di jauhkan dari semu marabahaya .

” Yah, peristiwa yang di alami anak kita, seperti cerita bapak dulu bahwa jauh sebelum ada dusun di sini, ada satu kerajaan orang bunian di ujung desa”
” Mungkin saja Bu, sebab Allah menciptakan jin dan manusia untuk menyembah Tuhan, semoga tidak terjadi lagi seperti ini Bu”

Embun pagi, mulai memuai saat hangat sinar mentari pagi mulai menampakkan cahayanya, peristiwa menyeramkan tak lagi aku hiraukan, anak sulung dan si bungsu tampak pergi kesekolah dengan riangnya.

Sanggar imaji Pamenang 27 April 2024

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

71 + = 79