Musri Nauli: Problema Batubara
4 min readJAMBIDAILY OPINI – Insiden kapal tongkang pengangkut batubara yang menabrak jembatan memantik emosi masyarakat Jambi. Jembatan yang menghubungkan “urat nadi” yang vital sebagai saran transportasi selasa tanggal 14 Mei 2024.
Berita kemudian bergemuruh. Menghiasi lini massa media massa. Berbagai perangkat sosial seperti media sosial, Facebook, tiktok dan media online kemudian menjadikan salah satu issu yang paling hangat dibicarakan warga.
Al Haris sebagai Gubernur Jambi kemudian bergerak cepat. Pada hari yang sama, Al Haris menggelar rapat evaluasi angkutan batubara jalur sungai di ruang aula Kantor Gubernur. Menghadirkan seluruh Pengusaha tongkang pengangkut batubara.
Dengan tegas di forum, Al Haris menyampaikan agar tongkang pengangkut batubara harus bertanggung jawab. Termasuk harus mengganti kerusakan jembatan.
Pilihan menggunakan angkutan sungai pengangkutan batubara adalah salah satu solusi ditengah teriakkan berbagai pengguna jalan yang sering terjebak di perjalanan. Terutama menjelang masuk ke Simpang Tembesi. Simpang Tembesi ke Simpang Sridadi (Muara Bulian). Biasa dikenal “jalur maut”.
Sebenarnya Pemerintah Provinsi terus melakukan penyelesaian problema angkutan batubara. Dimulai dengan penertiban angkutan seperti diwajibkan dilengkapi dengan nomor lambung sebagai syarat dalam kontrak kerjasama, wajib pakai TNKB Jambi dan yang cukup Penting adalah angkutan batubara yang menggunakan jalan umum tidak boleh dilakukan sebelum pukul 18.00 wib.
Sikap ini tegas ditandatangani oleh Al Haris Gubernur Jambi didalam Surat Edaran Nomor 1165/Dishub-3.1/V/2002 Tertanggal 17 Mei 2022 Tentang Pengaturan Lalu Lintas Angkutan Batubara di Provinsi Jambi (SE Batubara).
Didalamnya juga diatur tentang kegiatan angkutan minerba yang tidak menggunakan BBM subsidi, angkutan batubara wajib dilengkapi dengan nomor lambung sebagai syarat dalam kontrak kerjasama, wajib pakai TNKB Jambi.
Selain itu juga jalan yang sudah diperbaiki antara Simpang Sridadi – Simpang Tembesi yang semula malah dikategorikan sebagai “jalur maut’. Jalur maut inilah yang kemudian pernah menyebabkan “macet total” dan sekaligus jalur yang paling dihindarkan.
Namun setelah diperbaiki jalan Simpang Sridadi – Simpang Tembesi, praktis jalur yang hanya berkisar 12 km yang dapat dipacu dengan kecepatan rata-rata 60 km/jam memakan waktu 15-20 menit.
Sehingga praktis sejak tahun terakhir ini sudah enak ditempuh. Baik masyarakat yang berada di Sarolangun, Merangin, Sungai penuh dan Kerinci.
Belum lagi “jalur pintas” Ness – Muara Bulian yang dapat dipacu hingga kecepatan 80 km/jam. Bahkan sama sekali tidak khawatir menempuh jalan Ness- Muara Bulian yang sebelumnya cukup Kecil yang telah diperlebar.
Sehingga kendaraan “berbodi besar” tetap nyaman menempuh tanpa khawatir akan terperosok hingga keluar jalur.
Dengan melihat berbagai kemajuan baik telah diperbaiki “jalur maut” Simpang Sridadi – Simpang Tembesi, penertiban kendaraan seperti diwajibkan dilengkapi dengan nomor lambung sebagai syarat dalam kontrak kerjasama, wajib pakai TNKB Jambi. Dan tentu saja jam Operasional angkutan batubara yang menggunakan jalan umum tidak boleh dilakukan sebelum pukul 18.00 wib kemudian menyebabkan jalur maut kemudian nyaman untuk dinikmati.
Selain itu dengan mengalihkan “jalur Sungai Batanghari” adalah solusi jitu setelah angkutan umum telah berhasil dikendalikan.
Menggunakan jalur Sungai Batanghari selain dapat mengangkut paling sedikit hingga 2 ribu ton justru yang dapat mengurangi jumlah armada angkutan batubara yang paling banter cuma 15 ribu ton. Dengan demikian justru dapat mengurangi jumlah armada hingga 134 angkutan batubara.
Selain itu dengan menggunakan jalur Sungai Batanghari yang menggunakan tongkang batubara dapat mencapai ambang luar laut lepas. Sehingga dapat mengurangi biaya mobilitas yang semula harus diturunkan di Stok file batubara yang terdapat di berbagai pelabuhan.
Peristiwa Insiden kapal tongkang pengangkut batubara yang menabrak jembatan adalah peristiwa serius yang harus diusut tuntas. Pihak Polda Jambi yang langsung menggelar penyelidikan untuk mengungkapkan peristiwa “apakah peristiwa kelalaian semata” atau memang faktor-faktor lain juga harus diberikan apresiasi yang tinggi. Dengan membongkar sekaligus melihat peristiwa biasa atau adanya kelalaian akan dapat diminta pertanggungjawaban kepada pemilik kapal tongkang pengangkut batubara.
Namun gerak cepat (gercap) Al haris sebagai Gubernur Jambi yang langsung menggelar rapat evaluasi angkutan batubara jalur sungai di ruang aula Kantor Gubernur merupakan bentuk “keseriusan”. Sekaligus bentuk komitmen Gubernur Jambi dan Pemerintah Provinsi Jambi dan Polda Jambi yang tetap menjaga “jalur maut” Simpang Sridadi – Simpang Ness tetap nyaman dilalui angkutan umum kendaraan darat.
Teruslah bekerja, Pak Gub. Kami senantiasa mendoakan agar Pak Gubernur tetap terdepan didalam mendahulukan kepentingan rakyat.