25 November 2024

Jambi Daily

Media Online Publik Aksara Propinsi Jambi

Indonesia Kenalkan Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Air di World Water Forum ke-10

3 min read

Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Hilmar Farid dalam konferensi pers di Media Center WWF ke-10 Bali, Selasa (21/5/2024)/ Amiriyandi InfoPublik

JAMBIDAILY NASIONAL – Indonesia memperkenalkan kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya air pada gelaran World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali.

Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Hilmar Farid, menyatakan bahwa salah satu kearifan lokal dalam pengelolaan air tersebut adalah Subak di Bali.

Subak adalah sebuah organisasi yang dimiliki oleh masyarakat petani di Bali yang khusus mengatur tentang manajemen atau sistem pengairan atau irigasi sawah secara tradisional.

“Belajar dari kearifan lokal di Bali. Dimana masyarakat yang berada di hilir bisa merasakan manfaat pengelolaan air yang sifatnya berkelanjutan di hulu memberikan dukungan kepada masyarakat yang di hilir. Sistem solidaritas yang dibangun itu sebetulnya juga jika diproyeksikan di masa sekarang dengan dukungan sains dan teknologi modern mungkin bisa menjawab sebagian persoalan pengelolaan air yang bijak dan lestari,” kata Hilmar dalam konferensi pers di Media Center WWF ke-10 Bali, Selasa (21/5/2024).

Pemerintah daerah pun berperan dalam memastikan bahwa pemikiran- pemikiran baik dan kearifan lokal yang berkontribusi dalam pengelolaan air itu bisa terus berjalan dengan baik.

“Kalau kita lihat Undang Undang Cagar Alam Budaya misalnya, yang punya kewenangan untuk menetapkan satu kawasan situs atau bangunan itu cagar budaya atau bukan adalah pemerintah daerah,” jelas dia.

Oleh karena itu, tegas dia, pemerintah daerah menjadi kunci di wilayahnya untuk menetapkan banyak hal terkait kearifan lokal yang berkontribusi dalam pengelolaan sumber daya air.

Selain itu, seluruh pihak pun harus terus menjaga dan menyatukan kesadaran terkait manfaat dari Subak tersebut.

Dalam hal ini, terang dia, semua harus memahami Subak menjadi suatu sistem sosial yang menjaga satu keutuhan masyarakat.

“Ketika itu hanya diperlakukan sebagai sebuah sistem irigasi untuk mengairi sawah yang kemudian menghasilkan panen sekian dan seterusnya, tentu dengan perkembangan jaman, tekanan penduduk semakin banyak dan industri pariwisata semakin banyak, dia akan mudah dikalahkan,” tegas dia.

Menurut dia, kearifan lokal di Bali diharapkan bisa mewarnai kebijakan tentang air di tingkat global pada World Water Forum (WWF) ke-10 ini.

“Bukan hanya Subak ya. Tetapi seluruh tata kehidupan di Bali ini sebenarnya bisa menjadi sumber inspirasi untuk mencari pemecahan dalam masalah global, termasuk dalam masalah air,” ujar dia.

Selain Subak di Bali, jelas dia, Indonesia memiliki kearifan lokal lain yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air diantaranya tradisi Sasi di Maluku.

Tradisi Sasi di masyarakat adat Maluku memberlakukan pelarangan terhadap pengambilan hasil panen dalam jangka waktu tertentu.

Tradisi sasi merupakan hukum adat yang melarang pengambilan hasil sumber daya alam (SDA) tertentu di wilayah adat, sebagai wujud pelestarian alam, termasuk menjaga kelangsungan ekosistem laut.

Kemudian, tambah dia, ada Lubuk Larangan di Sumatra. Lubuk Larangan merupakan salah satu bentuk kearifan yang berkembang pada masyarakat lokal dalam memanfaatkan sumber daya perikanan perairan sungai. (sumber: infopublik.id)

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

+ 7 = 16