Belajar Ngopi (1): Pilkada & Hasil Survei
4 min readOleh : Anil Hakim
Tidak seperti biasanya, pagi ini aku mencoba untuk menikmati segelas kopi pahit. Sesekali melupakan teman-teman karibku teh, susu ataupun Teh Tarik.
Jujur saja, sebenarnya aku tidak terlampau menyukai kopi pahit. Namun, kupikir tak ada salahnya belajar menikmati bagaimana kenikmatan yang terkandung dalam segelas kopi pahit. Mengikuti kebiasaan salah satu sahabat wartawan sekaligus senior.
Ya, bang Hery FR. Begitu biasanya orang mengenalnya. Walaupun belakangan kulihat dia sering dilanda demam, tetapi semangat serta pikirannya masih seperti pria 56 Tahun (Hehe).
Sambil membayangkan gayanya ketika menikmati segelas kopi pahit, perlahan kureguk kopi yang diberi sedikit gula tersebut sedikit demi sedikit.
Saat tegukan ke 3 kopi pahit, sontak mataku terasa bertambah melek. Bukan karena pahit yang disertai hangatnya kopi tersebut.
Namun lebih kepada terperangah melihat berita yang berkembang di media online. Didalam berita itu, disebutkan bahwa salah seorang kandidat Bakal Calon Walikota Jambi unggul di semua lembaga survei.
Berupaya menjawab keraguan, langsung saja aku ‘bertabayyun’ menemui Mbah Google. Kepadanya aku bertanya, “Berapa jumlah lembaga survei yang ada di Indonesia ini ?,” tanyaku dengan santun.
Saat menikmati tegukan kopi pahit ke 5, hampir saja aku tersedak. Ternyata ada lebih dari 80 lembaga survei yang mendaftar ke KPU. Dari semua itu, hanya 63 lembaga survei yang resmi terdaftar untuk Pilpres dan Pileg 2024.
Artinya, untuk pergelaran Pilkada belum ditambah dengan lembaga survei yang ada di daerah. Tapi kupikir, ah sudahlah, niat awal kan hanya untuk belajar menikmati segelas kopi pahit.
Belajar pun ku lanjutkan dengan kembali meneguk kopi pahit yang ke 6 kalinya. Tak sadar, keningku pun mengkerut mengekspresikan pahit yang kurasakan. Sembari kembali membuka berita-berita untuk melihat isu yang tengah ramai.
Saat jempol kanan mulai beraksi melihat WA grup, akhirnya aku sedikit mendapat pencerahan. Di dalam berita lainnya, seorang pengamat politik yang memang sudah tidak asing lagi dengan kegiatan survei menyurvei, seperti tak terlalu ambil pusing dengan hasil yang diklaim oleh kandidat tersebut.
Menurut penilaiannya, dengan jumlah responden yang sedikit dan margin of error yang cukup besar, hasil survei tersebut belum mencerminkan elektabilitas atau peluang kemenangan yang sesungguhnya. Ya, mungkin ada benarnya, karena dia yang lebih memahami dan bergelut disana…
Kemudian, aku pun kembali beralih membaca berita lainnya. Masih seputar Pilwako Jambi. Terlihat ada foto salah satu wartawan senior yang juga tokoh pers di beberapa media online.
Jenderal, sapaan akrab dari orang dekatnya. Ya, wajar saja, sepak terjangnya di dunia pers harus diakui. Ada apa dengannya, tanyaku dalam hati ? Daripada penasaran, langsung saja kubuka salah satu berita.
Mantan Ketua PWI Jambi tersebut berpendapat, bahwa Pilkada yang brutal hasil survei belum menjamin. ‘Isi Tas dan Tim yang Tidak Berkhianat Menentukan’. Begitu katanya.
Mursyid Sonsang seolah ingin menyampaikan, bahwa hasil survei tidak begitu menjamin kemenangan di Pilkada serentak November mendatang.
Berkaca dari Pilpres dan Pileg lalu, alumni Lemhanas itu melihat bahwa kekuatan finansial dan tim yang solid jauh lebih menentukan, siapa yang akan keluar menjadi pemenang di Pilkada.
Wajar saja, menurut penerima Pers Card No One dari PWI Pusat itu dana sangat diperlukan untuk sosialisasi, honor saksi, mahar Partai Politik hingga serangan fajar yang sudah menjadi rahasia umum.
Dari sini aku paham, ternyata cukup banyak faktor penentu kemenangan pertarungan di Pilkada. Tidak hanya hasil survei yang selalu diklaim oleh sebagian kandidat disetiap perhelatan Pemilu. Toh, beberapa kandidat yang memang banyak diunggulkan oleh hasil survei, justru berakhir dengan kekalahan.
Dan melihat fenomena yang terjadi pada Pilpres dan Pileg kemarin, rasanya betul ungkapan bang Mursyid Sonsang bahwa isi tas akan menjadi penentu.
Akhirnya, aku sampai pada tegukan ke 7. Menunaikan niatku, mengikuti bang Hery FR yang tempo hari seolah menantangku mencoba segelas kopi pahit.
Lain kali, bila bertemu aku ingin mengatakan, mari kita coba minum segelas kopi pahit tanpa gula sama sekali. Tapi, jangan libatkan bang Doddy Irawan yang konon punya lima bintang itu, karena kabarnya beliau punya riwayat asam lambung. (*/)