Menanti Reinkarnasi M Natsir, Role Model Pemimpin Bangsa
5 min readOleh : Anil Hakim
(Pemuda penggemar M Natsir)
Tahun 2024 merupakan momen spesial sekaligus bersejarah bagi masyarakat Indonesia. Hal tersebut lantaran di Tahun ini, masyarakat Indonesia kembali melaksanakan Pemilihan Umum (Pemilu) atau pesta demokrasi lima tahunan.
Tidak berhenti pada perhelatan Pileg dan Pilpres saja, pergelaran Pilkada serentak 2024 juga akan menjadi simbol kematangan demokrasi bangsa yang mendiami bumi nusantara.
Harapan dan cita-cita tentunya ada pada para pemimpin terpilih yang akan memimpin negeri ini dalam waktu lima tahun kedepan. Terlebih jika melihat kondisi bangsa saat ini yang dapat dikatakan jauh daripada cita-cita founding fathers terdahulu.
Berbagai problematika yang tengah dihadapi bangsa seperti kondisi perekonomian yang semakin sulit, penegakan hukum yang tebang pilih, ketimpangan sosial yang semakin terpampang nyata, hingga berbagai macam persoalan internal bangsa yang menjadi residu seperti bom waktu dan dapat meledak dikemudian hari.
Belum lagi ancaman yang datang dari luar atau eksternal bangsa, yang harus diakui bahwa saat ini Indonesia betul-betul dan sangat membutuhkan pemimpin yang ‘tahan banting’.
Tahan banting disini bukan berarti pemimpin layaknya tokoh fiksi seperti Superman, Thor hingga Iron Man. Tetapi yang dimaksud adalah pemimpin yang sudah selesai dengan hajat hidup pribadinya dan siap mengabdi serta betul-betul serius mengatasi berbagai persoalan bangsa dan hajat hidup masyarakat.
Bukan hal yang mustahil, karena negeri ini pernah dipimpin oleh orang-orang yang mempunyai sikap ketauladanan yang luar biasa, salah satunya adalah mantan perdana menteri Indonesia M Natsir.
Ya, mungkin salah seorang pejuang kemerdekaan satu ini perlahan telah mulai sedikit terlupakan. Terutama bagi mereka yang tidak mengamalkan pesan Bung Karno ‘Jas Merah’ (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah).
Intelektualitas Tinggi
Tidak hanya satu atau dua orang saja yang mengakui intelektualitas serta pemikiran seorang M Natsir. Para pemimpin bangsa, sejarawan hingga tokoh dunia pun mengakui kecerdasan yang dimiliki oleh pria bergelar ‘Datuk Sinaro Panjang’ tersebut.
Sejak kecil, kecerdasan dan sifat haus akan ilmu seorang M Natsir telah terlihat cukup jelas. Dirinya menimba ilmu umum di siang hari, dan kemudian melanjutkan dengan pelajaran agama pada sore hingga malam hari.
Natsir melahap banyak pelajaran dengan berbagai disiplin ilmu, khususnya disiplin ilmu keislaman dengan berbagai cabang ilmu didalamnya. Hal tersebut ia lakukan hingga berguru pada seorang Ahmad Hasan yang kelak menjadi tokoh organisasi Persatuan Islam (Persis).
Tercatat, sepanjang hidupnya M Natsir telah menulis 45 buku dan ratusan karya tulis lainnya. Saking cintanya pendiri Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia itu pada dunia tulis menulis, bahkan sewaktu menjadi Menteri Penerangan Natsir juga memiliki mesin ketik sendiri.
M Natsir juga diketahui menguasai beberapa bahasa dunia. Diantara bahasa yang dikuasai oleh Natsir seperti bahasa Inggris, Belanda, Prancis, Jerman, Arab, hingga Esperanto.
Intelektualitas seorang M Natsir juga terbukti dengan dianugerahi tiga gelar kehormatan kepadanya, yakni satu gelar Doktor kehormatan dari Lebanon dan dua gelar lainnya dari Malaysia.
Pribadi Sederhana
Tidak hanya mengenai kecerdasan atau intelektualitas, dalam hal kepribadian dan sikap sosok M Natsir juga pantas disebut menjadi panutan atau suri tauladan seorang pemimpin yang sesungguhnya.
Barangkali, kita sering mendengar kisah seorang ulama ataupun sufi yang berpenampilan sederhana atau bahkan sangat jauh dari kata layak. Namun demikian, jika hal tersebut dilakukan oleh seorang pejabat negara apakah mungkin ?
Ya, dahulu negeri ini mempunyai sosok seorang pemimpin yang terkenal karena kesederhanaannya. Orang tersebut yaitu putra asli Indonesia asal bumi Minangkabau, M Natsir. Kisah Natsir yang hanya memiliki dua jas butut yang mana dibeberapa bagiannya terdapat tambalan, menjadi fenomena langka sekaligus catatan sejarah.
Bagaimana seorang pemimpin yang mungkin jangankan hanya sebatas jas, pakaian bermerek hingga berbagai perlengkapan seperti rumah dan mobil mewah mungkin dengan mudah bisa ia dapatkan.
Tetapi tidak dengan sosok M Natsir yang telah mengajarkan cahaya keteladanan yang luar biasa kepada bangsa ini. Bahkan, menurut cerita dari beberapa sumber hingga akhir hayatnya M Natsir baru memiliki rumah dihari tuanya, setelah hidup dari satu kontrakan ke kontrakan lainnya.
Memikirkan Bangsa
Satu hal lain yang mungkin hampir tidak kita temui, dari pemimpin saat ini adalah pemimpin yang memang benar-benar memikirkan nasib rakyat atau hajat hidup orang banyak.
Sejarah mencatat, bahwa seorang M Natsir pernah menolak dana taktis yang diberikan pemerintah kepadanya. Hal tersebut diberikan menyusul keputusannya untuk mundur dari jabatan Perdana Menteri pada 1951.
Natsir menolak dana taktis dengan banyak saldo yang telah menjadi ketentuan hak seorang perdana menteri. Hal tersebut dilakukannya semata-mata karena memikirkan bangsa yang masih banyak hidup dalam kondisi memprihatinkan.
Salah seorang putri M Natsir, yakni Aisyah Natsir bahkan menyebut bahwa dalam kondisi bagaimana pun, seorang M Natsir selalu memikirkan orang lain, memikirkan bangsa, dan memikirkan negara.
Hal tersebut juga terbukti sewaktu M Natsir mendapat penghargaan dari Raja Faisal (King Faisal Award) yang mana nilainya cukup untuk Natsir dan keluarganya hidup serba berkecukupan.
Tindakan mengejutkan justru dilakukan oleh tokoh kelahiran Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat tersebut. M Natsir justru membagi-bagikan uang yang didapatkannya tersebut sembari bertanya kepada anak-anaknya “Kalian punya asuransi pendidikan tidak ?,” ujar Aisyah menirukan ayahnya dalam sesi wawancara di media.
Akhirnya, uang yang didapatkan dari penghargaan yang diberikan oleh Raja Faisal tersebut, diberikan sejumlah masing-masing 500 ribu rupiah ke anak dan istrinya. Sisanya dibagikan M Natsir kepada kerabat dan masyarakat, dan berkata pada keluarganya ‘Cukupkan yang ada, yang ada itu cukup’.
Pertanyaannya adalah apakah momen pemilu 2024 betul-betul menjadi sebuah pesta bagi rakyat Indonesia, karena menghasilkan pemimpin yang mempunyai sikap ketauladanan luar biasa dan sudah selesai dengan hajat hidup pribadi dan keluarganya ?
Mari berdoa sembari berharap, agar nantinya pemimpin yang dihasilkan oleh proses pesta demokrasi lima tahunan ini merupakan pemimpin yang baik, amanah dan senantiasa memikirkan hajat hidup rakyat.
Pemimpin yang tidak berorientasi pada kepentingan pribadi dan keluarganya, serta siap dalam menghadapi berbagai tantangan dan ujian yang datang kepadanya.
Mudah-mudahan saja Allah SWT mengirimkan sosok pemimpin seperti M Natsir yang sudah selesai dengan hajat hidup pribadi dan betul-betul mengabdi kepada kepentingan rakyat. (*/)