Festival Keris Siginjai 2024 Digelar Agustus 2024, Berikut Latar Belakangnya
6 min readJAMBIDAILY SENI – Festival Keris Siginjai 2024 merupakan salah satu festival dalam rangkaian Kenduri Swarnabhumi di Jambi. Festival Keris Siginjai dijadwalkan digelar pada 1 – 3 Agustus 2024 bertempat di halaman Graha Siginjai, Kotabaru, Kota Jambi.
Setelah peluncuran Kenduri Swarnabhumi pada Rabu 5 Juni 2024 di aula rumah dinas Gubernur Jambi, saat ini panitia Festival Keris Siginjai tengah melakukan berbagai tahapan persiapan agar acara berlangsung meriah dan sukses.
Persiapan yang telah dilakukan diantaranya, sosialiasi hingga menjalin kerja sama ke sejumlah sekolah untuk mengikut sertakan siswanya dalam pergelaran, mulai dari sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP) hingga sekolah menengah atas (SMA).
Direktur Festival untuk Kota Jambi, Hendry Nursal menyampaikan, saat ini sudah dilakukan berbagai persiapan. Rapat panitia Festival Keris Siginjai pun sudah dilaksanakan dua kali bertempat di Taman Budaya Jambi (TBJ)
“Sekarang ini panitia sedang menjalin kerja sama dengan sekolah – sekolah untuk ikut dalam pergelaran. Mulai dari tingkat SD, SMP hingga SMA. Masing – masing sekolah mengikutsertakan siswanya paling banyak 10 orang,” ungkap Hendry.
Ditambahkan Hendry, dirinya nenekankan agar panitia selalu kompak. Selain itu juga diharapkan dukungan semua pihak untuk mensukseskan Festival Keris Siginjai.
Nah, bagi anda yang penasaran kenapa dinamai Festival Keris Siginjai, Berikut latar belakangnya yang diperoleh dari panitia.
Latar Belakang Festival Keris Siginjai
Perjalanan panjang peradaban Melayu Jambi sebagai entitas kultural, Keberadaan sungai Batanghari selalu meneguhkan narasi tentangnya. Seakan, hanya sungai Batangharilah satu-satunya penanda Melayu Jambi sebagai peradaban aquatik (perairan). Sungai Batanghari menjadi saksi dan jejak adanya peninggalan-peninggalan kuno seperti situs percandian.
Situs Solok Sipin terletak pada sebidang tanah di tepi Batanghari yang keadaan permukaan tanahnya tidak rata. Secara administratif terletak di Kelurahan Sipin, Kecamatan Jambi Kota, Jambi. Jarak dari tepian sungai sekitar 200 meter. Keadaan permukaan tanahnya berbukit-bukit gelombang lemah.
Seluruh areal situs berukuran sekitar 10 kilometer persegi, dan di areal tersebut ditemukan sekurang-kurangnya 4 buah kelompok bangunan bata. Tinggalan budaya masa lampau lain yang ditemukan di Situs Solok Sipin berupa arca Buddha dari batupasir, sebuah stupa dari batu-pasir, dan 4 buah makara yang juga dari batupasir. Pada tahun 1954 situs ini pernah dikunjungi oleh tim dari Dinas Purbakala dimana pada waktu itu masih pada tempatnya sebuah stupa yang oleh penduduk disebut “batu catur”.
Selain itu ada juga Arca Buddha dari Solok Sipin yang sekarang disimpan di Museum Nasional digambarkan dalam sikap berdiri dan memakai jubah yang seolah-olah transparan. Bentuk wajahnya bulat dengan kedua telinga yang panjang, usnisha-nya rendah, dan leher yang berlipat-lipat. Keadaan arca sudah rusak dengan kedua belah tangannya telah hilang dan bagian hidung rusak. Tinggi arca keseluruhan 1,72 meter.
Arca Buddha ini ditemukan di antara runtuhan bangunan Candi Sekarabah dan Candi Kuto. Menurut dugaan Satyawati Suleiman arca ini berlanggam Post-Gupta yaitu seni aliran Pala, seperti yang ditemukan juga di Borobudur dan Prambanan (1976:4). Tetapi Nik Hassan menduga berasal dari sekitar abad ke-7 Masehi (1992:47).
Di Situs Solok Sipin ditemukan juga empat buah makara, masing-masing berukuran tinggi 1,10 meter, 1,21 meter, 1,40 meter, dan 1,45 meter. Pada setiap makara mempunyai hiasan raksasa yang digambarkan seolah-olah berdiri sambil membuka mulut makara. Setiap raksasa membawa tali dan sebuah tongkat besar yang di bagian ujungnya terdapat hiasan bunga.
Salah satu dari empat buah makara yang ditemukan dari Solok Sipin mempunyai pertanggalan 986 Śaka atau 1064 Masehi dan tulisan yang berbunyi //mpu Dharmmawira//. Prasasti dipahatkan di bagian samping kanan dari belalai. Prasasti angka tahun ini ditemukan pada tahun 1902 dan pertama kali dibaca dan diterbitkan oleh Brandes (NBG 1902:34-36).
Hal diatas menunjukan adanya jejak-jejak masuknya kepercayaan budha di Tanah Jambi, dalam perjalanannya yang kemudian lahirnya Kota Jambi. Kota Jambi berdiri pada tanggal 28 Mei 1401 dan dibentuk sebagai pemerintah daerah otonom kotamadya berdasarkan ketetapan Gubernur Sumatra nomor 103/1946, tanggal 17 Mei 1946. Kemudian ditingkatkan menjadi kota besar berdasarkan Undang-undang nomor 9 tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom kota besar dalam lingkungan daerah provinsi Sumatra Tengah. Kemudian kota Jambi resmi menjadi ibukota provinsi Jambi pada tanggal 6 Januari 1957 berdasarkan Undang-undang nomor 61 tahun 1958.
Nama “Melayu” berasal dari Kerajaan Melayu yang pernah ada di kawasan Sungai Batang Hari, yang juga membuat Jambi dikenal dengan julukan “Bumi Melayu”. Pada abad ke-16, Kota Jambi merupakan wilayah Kesultanan Jambi dengan sultan pertamanya Pangeran Kedah yang bergelar Sultan Abdul Kahar. Kesultanan Jambi sebelumnya bernama kerajaan Melayu Jambi yang didirikan oleh Raja Jambi, Datuk Paduko Berhalo bersama istrinya, Putri Selaras Pinang Masak pada tahun 1460. Kesultanan Jambi resmi dibubarkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1906, dengan sultan terakhirnya Sultan Thaha Syaifuddin.
Sejarah Dinasti Sung memaparkan bahwa Maharaja San-fo-tsi (Swarnabhumi) berada di Chan-pi. Utusan dari Chan-pi datang untuk pertama kalinya di istana Kaisar China pada tahun 853 M. Kemudian, utusan kedua datang pada 871 M. Informasi tersebut menandakan bahwa Chan-pi (yang diidentifikasikan oleh pakar sebagai Jambi) sudah muncul di berita China pada tahun-tahun tersebut. Sehingga, Chan-pi atau Jambi telah ada dan dikenal pda abad 9 M. Berita China Ling Pio Lui (890-905 M) juga menyebutkan bahwa Chan-pi (Jambi) mengirim misi dagang ke China. Kata Jambi juga berasal dari Jambe yang merupakan sebutan pinang dalam bahasa Jawa (Sunda). Banyak orang memperkirakan bahwa kata tersebut merupakan asal-usul kata Jambi.
Cerita lain disebutkan Orang Kayo Hitam, putra dari Puteri Selaro Pinang Masak dengan Ahmad Barus II/Paduko Berhalo) menyusuri sungai mengikuti sepasang itik besak (Angso Duo) atas saran mertuanya Tumenggung Merah Mato Raja Air Hitam Pauh. Orang Kayo Hitam menyusuri aliran Sungai Batanghari bersama istrinya Putri Mayang Mengurai menggunakan perahu Kanjang Lako. Mereka diminta untuk mencari tempat untuk mendirikan kerajaan baru.
Tumenggung Merah Mato Raja Air Hitam Pauh berpesan kepada pada anak menantunya. Bahwa, tempat yang dipilih adalah dimana sepasang angsa naik ke tebing dan berada di tempat tersebut selama dua hari dua malam. Setelah beberapa hari menyusuri Sungai Batanghari, lalu kedua angsa naik ke daratan di sebelah hilir (Kampung Jam), waktu itu namanya kampung Tenadang. Sesuai amanah mertuanya, Orang Kayo Hitam dana istrinya Putri Mayang Mangurai serta pengikutnya mulai membangun kerajaan baru yang disebut “Tanah Pilih”. Letak pusat pemerintahan kerajaa berada di Kota Jambi saat ini.
Cerita tentang Angso Duo ini sebagai kebesaran Kerajaan Melayu Jambi di masa lalu ditorehkan sebagai filosofi Lambang Kota Jambi, saat ini. Dalam lambang tersebut antara lain terdapat gambar dua angsa. Selain dua angsa, dalam logo kota Jambi terdapat Senapan/Lelo, Gong, dan keris. Sewaktu Orang Kayo Hitam menebas untuk menerangi tempat tersebut ditemukannya sebuah Gong dan Senapan/Lelo yang diberi nama “SITIMANG” dan “SIDJIMAT”, yang kemudian kedua benda tersebut menjadi barang Pusaka Kerajaan Jambi yang disimpan di Museum Negeri Jambi.
Sedangkan Keris tersebut bernama “KERIS SIGINJAI” dan merupakan lambang kebesaran serta kepahlawanan Raja dan Sultan Jambi dahulu, karena barang siapa yang memiliki keris tersebut dialah yang diakui sebagai penguasa atau berkuasa untuk memerintah Kerajaan Jambi.
Beberapa jejak Sejarah dan perjalanan di atas melahirkan gagasan yang akan dilaksanakannya Festival Keris Siginjai. Rencananya, seluruh rangkaian kegiatan akan berpusat di depan Graha Siginjai dan berhadapan dengan Tugu Keris Siginjai di Kawasan Kotabaru, Kota Jambi. Adapun bentuk kegiatan, yakni Wisata Sejarah bagi pelajar, Pertunjukan kolosal dengan pelibatan seniman-seniman dari beberapa komunitas dan pelajar dari berbagai tingkatan, Lomba Design Motif Batik Jambi dan dipamerkan, pameran dan bazar UMKM, Tradisi makan Baidang, Fashion Show Batik Jambi Rancangan Desainer Muda Kota Jambi yang melibatkan seluruh kelurahan yang ada di kota Jambi. Segala bentuk dan konsep kegiatan tersebut dibuat atas dasar pelibatan masyarakat sebagai subjek kebudayaan, bukan sebagai penonton. (*/)