Kenduri Swarnabhumi 2024 “Festival Payung Api” Terus Menyalakan Nilai Tradisi Untuk Generasi Muda
3 min readJAMBIDALY SENI, Budaya – Festival Payung Api rangkaian Kenduri Swarnabhumi 2024 di kabupaten Tanjungjabung Barat, provinsi Jambi, sukses memantik daya Tarik bagi anak-anak muda untuk menyaksikan peristiwa kebudayaan.
Festival Payung Api adalah upaya merawat nilai-nilai tradisi bagi generasi muda, yang berlangsung dari tanggal 6-10 Agustus 2024 berpusat di Alun-alun Kuala Tungkal Kabupaten Tanjungjabung Barat.
“Dalam gagasan “Festival Payung Api” menjadi penawaran dalam konsep kegiatan Kenduri Swarnabhumi 2024. Berdasarkan persoalan yang dibahas pada latar belakang itulah menjadi konsep kegiatan ini,” Ujar Ade Sulistiawan, selaku Direktur Festival Payung Api saat menyampaikan kata sambutan (Sabtu, 10/08/2024).
Kegiatan “Festival Payung Api” ini menyajikan upacara Adat kedalam bentuk kemasan rangkaian kegiatan acara. Adapun bentuk kegiatan yaitu: Regenerasi: Kegiatan “Festival Payung Api ” dilakukan secara kolosal dengan melibatkan 200 orang generasi muda, terutama para pelajar dan mahasiswa yang ada di Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Lalu, Kolaborasi: Menjalin kebersamaan para seniman muda, pelajar dan mahasiswa yang tergabung dalam komunitas seni dari berbagai genre seperti pelantunan sya’ir dan pantun, seni tari, seni beladiri (pencak silat), seni musik tradisi dan musik modern.
Terakhir, Gelar Prestasi: Ajang uji keterampilan (Pekan Kebudayaan Daerah) dalam bentuk: Festival Tari Tradisional, Festival Lagu Melayu, Festival Hadrah Tradisi, Festival Gasing, Festival Tungkal Berbatik (Fashion Show dan Batik Daerah) Tanjung Jabung Barat.
Pada malam puncak Karya Kolaboratif “Payung Api” Koreografer: Fandi Ari, Komposer: Lukmanul Hakim, didukung: Sanggar Serase dan Indonesia Tungkal Etnika, disaksikan oleh pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi; para pemangku kepentingan di provinsi Jambi; kabupaten Tanjungjabung Barat; beserta ribuan masyarakat berbagai kalangan dan usia.
“Karya ini terinspirasi Payung api merupakan properti yang berbentuk rangka payung yang diatasnya ada lilin. Selain digunakan untuk mengiringi pengantin juga sebagai penerangan di masa lalu hingga sekarang ini sudah tidak terlihat lagi dikarenakan penerangan sudah maju. Lilin yang menerangi pada payung api ini memiliki makna sebagai CAHAYA KEHIDUPAN yang harus dijaga supaya tidak padam dan terus MENYALA,” Terang Ade Sulistiawan.
Payung api ini biasa dibuat bergotong royong oleh keluarga mempelai laki-laki. Payung Api juga biasa dibawa oleh pemuda yang semangat dimana hal ini selaras dengan makna Api yang merupakan semangat yang membara. Makna payung juga sebagai tempat bernaung dan berteduh dengan harapan budaya ini bisa menaungi hingga generasi ke generasi .
Payung Api ini biasa dibuat bergotong royong oleh keluarga mempelai laki-laki. Payung Api juga biasa dibawa oleh pemuda yang semangat dimana hal ini selaras dengan makna Api yang merupakan semangat yang membara. Makna payung juga sebagai tempat bernaung dan berteduh dengan harapan budaya ini bisa menaungi hingga generasi ke generasi .
“Maksud kolaboratif disini berupa gabungan beberapa pertunjukan yaitu tradisi Malam Tari Inai, Besya’ir, dan Tari Payung Api. Pertunjukan ini tergagas karena bentuk gambaran Regenerasi melalui penularan nilai-nilai tradisi yang ada Malam Tari Inai yang kemudian diserap melalui imajinasi dan dituangkan menjadi karya tari yang baru juga diungkapkan melalui lantunan sya’ir beiramakan selendang delime,” Urai Ade Sulistiawan.
Musik yang mengiring pada tari juga tercipta berdasarkan idiom- idiom yang ada pada Musik Kelintang tradisi yang ada pada Malam Tari Inai yang ditransformasikan dalam bentuk musik baru yang bermakna semangat baru.
Dalam pertunjukan ini juga menggambarkan nilai-nilai gotong royong yang mana hal ini dijadikan dalam bentuk karya kolaborasi. Dalam konteks tradisi api yang ada pada lilin Payung Api harus dijaga dan tidak boleh padam karena memiliki makna cahaya kehidupan agar terus menyala hingga ke generasi selanjutnya. (*/HN)