Cerpen Yanto bule “Gerimis Kapan Berakhir”
4 min readUntuk kesenian kalinya, Aku saksikan dirinya melukai tubuhnya, Dan hampir setiap hari juga ku dengar cacianya, Entahlah dosa apa yang di perbuat, sehingga ada saja cara untuk melampiaskan kekesalan hatinya.
Ya di tiap malam dan waktu,nyaris aku tak mampu pejamkan mata dengan nyaman, Apalah bagiku yang hanya butuh serabutan, Mestinya letihku seharian bisa lepas dan kembali sehat saat bangun tidur, tapi ternyata berbalik hampir setiap malam aku tidak bisa tidur nyenyak layaknya orang lain.
Bisa saja ini jadi ujian dalam keluargaku, Tetapi jika aku putar kembali awal kehidupan keluargaku biasa saja, dan tak ada yang istimewa.
Satu waktu ku kenal istriku, lewat sahabatku dan ternyata dia memiliki kelebihan di mataku, misal soal ibadahnya yang sangat rajin dan sopan di depanku, Maka ku mantapkan menghalalkan dengan membawa ke KUA.
” Semoga saja ini jodohku”
” Amin”
” Aku berharap agar pertemuan kita menjadi pintu mahligai keluarga kita”
Tahun berlalu , tak terasa usia pernikahanku berjalan belasan tahun, dua anakku hasil pernikahanku menambah kebahagian keluarga kecilku, Semangat untuk mencari nafkah untuk ketiganya tak pernah ku pedulikan betapa sakit dan susahnya mencari nafkah keluarga , tak pernah sedikitpun aku merasa lelah untuk berjuang membahagiakan mereka.
Ya, walaupun hanya gubuk sederhana yang ku bangun dari hasil keringat jerih payahku, Namun aku bangga bisa membuatkan mereka tempat tinggal sederhana, agar semua keluargaku tidak lagi memandang rendah di keluargaku yang lain.
Begitu juga dengan usaha istriku, memulai dengan membuka warung sembako kecil kecilan, agar bisa memiliki kesibukan saat aku tinggal kerja di luar.
” Alhamdulillah yah, berkat usaha yang tak pernah lelah,kita mampu mewujudkan cita cita kita,semoga ini jadi berkah yah”
” Aminn, semoga di tengah kebahagiaan keluarga kita,selalu ada doa doa terbaik untuk kehidupan kita ya Bu”
Tiba tiba saja mataku nanar, saat melihat peristiwa yang begitu membuat aku tidak bisa melupakan , gambaran jelas di mataku seperti filem yang di putar berulang ulang, peristiwa dimana hatiku harus menerima kejadian orang yang ku kasihi tega menyakiti hatiku.
Aku hanyalah pekerja serabutan, tetapi hasil keringatku halal untuk bisa ku berikan kepada keluargaku,tetapi apalah daya setiap aku berangkat bekerja sorot mata curiga istriku seperti tak mempercayai jika aku bekerja sepenuh hati untuk keluarga kecilku.
Tibalah satu masa , pertengkaran kecil di keluargaku ,ombak yang menerpa sampan keluargaku di hantam dengan derasnya arus ombak, rasa cemburu istriku semakin menjadi jadi, hingga akhirnya sifatnya yang lembut dan sopan berubah protektif, semua kerjaanku di kontrol bahkan isi handphone saja di cek satu satu.
” Aku selalu mengalah,tapi dirimu sudah berubah jauh”
” Berubah seperti apa lagi”
” Sudahlah aku sudah tak mau lagi lihat dirimu bekerja di luar”
” Apa yang membuat dirimu begitu membenciku dan juga pekerjaan ku”
” Aku sudah trauma seumur hidupku”
Rasa nyaman dalam keluarga, berubah seketika, jika suasana keluarga seperti mendung maka pertengkaran kecil sering terjadi, bahkan si sulung anakku sempat menangis di hadapanku melihat kesabaranku mulai hilang dalam keluarga.
” Ayah jangan lagi bertengkar sama ibu, kakak tidak mau lagi lihat airmata sedih di rumah ini yah”
Aku tak pernah menyalahkan anakku,juga istriku tetapi aku menyalahkan satu peristiwa yang begitu cepat merubah semuanya.
Hampir setiap malam , aku hanya bisa merenung melihat nasib yang ku terima, di saat orang tuaku tiada aku mengalami peristiwa yang di luar kemampuanku sendiri, hingga pada akhirnya aku hanya bisa meratapi di pusara kedua orang tuaku.
” Ya Allah, entah takdir apa yang harus ku jalani, begitu berwarna-warni perjalanan hidupku ini”
Ku tatap batu nisan kedua makam orang tuaku, Betapa sedih dan hancurnya hatiku, tak ada lagi tangan lembut penuh doa mengelus ku, menghangat air mataku,ku seka perlahan untuk menguatkan hatiku.
Musim hujan mulai datang, entah kegelisahan apa yang menyeruak di lubuk hatiku, hampir setiap malam saat aku pulang kerumah pasti rasa takutku muncul seketika, sebab sudah bisa di pastikan igauan istriku seperti kejadian nyata , suaranya begitu jelas setiap kalimat yang meluncur dari bibirnya mengiris dinding hatiku, entah seberapa tipisnya rasa sayangku untuk istriku, tetapi itu masih bisa ku pendam meskipun aku hanya bisa menahan dalam hati sekuatku.
” Pergilah, jangan hiraukan lagi”
” Bohong tetaplah menimbulkan luka”
Lembayung senja melingkari langit, burung menarik bebas, kebebasan rasa tidak pernah aku dapatkan lagi, ujung malam mulai menghampiri, aku bergegas keluar dari lokasi pekerjaanku , tertatih pulang dengan wajah Kumal,ku pandangi jalan setapak menuju rumah terlihat sepi,tak lagi ku dengar keluhan dan igauan istriku,perlahan tubuhku limbung dan terjerembab tak sadarkan diri.
“Tuhan,kapan gerimis di kehidupanku berakhir ”
Pamenang 08 Oktober 2024