Kolaborasi Program TB Jambi dan Pemkot Jambi
4 min readOleh: Halim HD. – Networker-Organizer Kebudayaan
Posisi lokasi TB Jambi sebagai ruang publik kebudayaan yang dibentuk oleh pemerintah pusat sejak tahun 1990-an seperti juga TB-TB lainnya diberbagai provinsi di Indonesia berada di ibukota provinsi. Hanya ada dua TB yang tak berlokasi di ibukota provinsi, yakni TB Jawa Tengah berlokasi di Solo dan Taman Budaya & Museum (TBM) Sulawesi Barat di Kabupaten Polewali. Kedua kasus TB Jawa Tengah dan TBM Sulbar sangat kuat kaitannya dengan kondisi sumber daya manusia (SDM). TB Jawa Tengah dilokasikan di Solo sehubungan dengan lembaga pendidikan kesenian dari tingkat menengah sampai dengan akademi serta dukungan berbagai sanggar serta padepokaan yang menciptakan ekosistem keseniaan di Solo dianggap lebih kuat daripada kota Semarang. Demikian juga dengan TBM Sulbar yang semula berada di Mamuju, beberapa tahun kemudian dipindahkan ke Kabupaten Polewali. Berbeda dengan TB Jawa Tengah, TBM Sulbar dipindahkan bukan hanya berkaitan dengan SDM di Mamuju yang langka, tapi juga perspektif kesejarahan yang kuat dengan Kecamatan Tinambung yang memiliki berbagai sumber tradisi yang kuat hubungannya dengan budaya Mandar, yang identik dengan posisi SDM yang ada.
Posisi lokasi TB berada di ibukota provinsi sesungguhnya bisa sangat menguntungkan dalam kaitannya dengan perkembangan daerah sehubungan dengan otonomi daerah (otoda). Tentu saja ungkapan menguntungkan jika ada kaitan kuat yang didasarkan kepada kesadaran kepada kebutuhan kehidupan senibudaya dalam konteks untuk mengembangkan SDM warga sebagai modal sosial dalam kaitannya dengan kehidupan berbangsa. Dalam hal ini sesungguhnya bisa menjadi batu uji bagi kepemimpinan lokal di tingkat provinsi: sejauh mana elite lokal yang mengelola suatu daerah memiliki kesadaran bahwa modal sosial melalui senibudaya merupakan suatu modal bagi pengembangan potensi ekonomi. Munculnya isu tentang industri kreatif misalnya sangat kuat kaitannya dengan sejauh mana kapasitas suatu daerah mampu dan bisa mengembangkan modal sosial senibudaya itu sebagai bagian produk industri kreatif.
Khasanah senibudaya yang memiliki beragam jenis dalam wujud seni pertunjukan dan kriya sebagai wujud senirupa (visual culture) serta dunia kulineri sangat potensiil untuk dikembangkan menjadi basis penting dalam pengembangan industri kreatif. Yang kita butuhkan sekarang adalah bagaimana menciptakan ekosistem industri kreatif yang bisa akomodatif kepada berbagai fenomena yang muncul melalui berbagai komunitas, sanggar, grup, pelaku kesenian individual serta kalangan kampus yang memiliki program prodi kesenian. Dalam konteks inilah mungkin sangat menarik jika ada jalinan kuat antara TB Jambi dengan Pemkot Jambi.
Secara lokasi TB jambi berada di kota Jambi namun secara administratif TB Jambi tak memiliki kaitan dengan pengelola kota Jambi. Ketiadaan relasi administratif ini bukan tidak mungkin diatasi. Suatu solusi melalui kerjasama, kolaborasi kegiatan dalam suatu rumusan program yang secara berkesinambungan bisa diciptakan. Menciptakan program kolaboratif untuk mendinamisir kehidupan kota Jambi dalam kaitan dengan industri kreatif juga identik dengan usaha dari proses bagaimana menjadikan kaum muda dalam kegiatan senibudaya untuk ikut membentuk dirinya sebagai wiraswasta melalui khasanah senibudaya.
Kolaborasi program antara TB Jambi dengan Pemkot Jambi, disamping untuk bisa mengembangkan berbagai potensi kaum muda dalam kaitannya dengan perkembangan senibudaya sebagai modal sosial yang secara inheren memiliki makna kepada penciptaan proses kesadaran kepada identitas kulturalnya. Dua titik singgung yang saling bersentuhan dan saling mengisi antara pembentukan identitas kaum muda kepada khasanah kulturalnya, juga sekaligus membentuk kaum muda ke dalam watak wiraswasta melalui modal senibudaya. Dalam kaitan dengan hal itu, maka bukan suatu hal yang mustahil jika TB Jambi dan Pemkot Jambi saling mengulurkan tangan dan membuka pintu birokrasi kearah jalinan kerjasama yang produktif.
Sekiranya saja kolaborasi program senibudaya bisa diwujudkan, satu hal lainnya yang bisa dipetik, bahwa ada model kerjasama yang belum pernah terjadi di Indonesia antara TB dengan Pemkot ibukota provinsi. Model ini perlu dicoba untuk membuktikan bahwa Jambi sebagai provinsi dan Jambi sebagai ibukota mendobrak tradisi birokrasi yang kaku. Pendobrakan kepada kondisi birokrasi itu bisa menjadi wujud dari model kepemimpinan daerah yang terbuka kepada gagasan yang dinamis berkaitan dengan kehidupan senibudaya. Pada sisi lainnya, poin yang juga akan ditangguk berupa suatu model tatakelola yang lintas instansi-birokrasi. Betapa hal itu kita butuhkan, dan betapa suatu model kepemimpinan lokal hadir di Jambi, sebagai figur yang akan dikenang dalam kehidupan senibudaya di Jambi dan di Indonesia. -o0o-