18 Juni 2025

Jambi Daily

Media Online Publik Aksara Propinsi Jambi

PKL Dipalak Rp6 Juta untuk Tenda Relokasi: Proyek Tanpa Regulasi dan Dugaan Pinjaman Dana Rentenir

Oleh: Nazarman

MERANGIN — Pedagang kaki lima (PKL) di Kabupaten Merangin tengah menghadapi persoalan pelik. Mereka diminta membayar pungutan sebesar Rp6 juta untuk satu unit tenda relokasi yang disediakan pemerintah daerah. Pungutan ini terasa sangat memberatkan, terlebih dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas. Kondisi ini semakin memperberat keadaan para pedagang yang baru berjualan kembali selama dua bulan setelah relokasi paksa dari depan Pasar Baru Bangko.

Seorang pedagang di kawasan Pasar Rakyat Kota Bangko mengeluhkan kondisi tersebut. “Kami baru buka dua bulan, sekarang disuruh bayar tenda Rp6 juta. Dari mana kami harus mencari uang sebanyak itu?” keluhnya.

Proyek Tenda Tak Resmi

Investigasi yang dilakukan redaksi mengungkap fakta yang mengejutkan. Proyek pengadaan tenda relokasi PKL ini ternyata tidak pernah melalui proses perencanaan resmi. Tidak ada pembahasan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), dan tidak pula tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Merangin tahun berjalan.

Seorang sumber yang mengetahui langsung proses relokasi mengonfirmasi hal tersebut. Menurutnya, dinas terkait bekerja dalam situasi yang mendesak karena pedagang sudah terlebih dahulu direlokasi, sementara perencanaan dan pembiayaan belum selesai disusun.

“Ini bukan program resmi. Tidak lewat Musrenbang, tidak masuk APBD. Namun karena ada arahan secara lisan dari pimpinan, dinas merasa perlu menindaklanjuti,” ujarnya dengan syarat namanya tidak disebutkan.

Lebih lanjut, sumber tersebut mengungkapkan bahwa karena tidak ada anggaran resmi dari pemerintah daerah, pihak dinas terpaksa mengambil langkah alternatif. Mereka diduga meminjam dana dari pihak luar—mungkin rentenir atau perorangan—untuk membiayai pembangunan tenda-tenda relokasi.

“Kami dengar ada pinjaman pribadi. Ini dilakukan karena penggunaan dana APBD tidak memungkinkan, sementara proses relokasi sudah berlangsung,” katanya.

Pungutan Tanpa Dasar Hukum Dinilai Pungli

Menurut Mirza SH, pakar hukum administrasi publik dari LSM Sapu Rata Merangin, pungutan yang dilakukan tanpa dasar hukum seperti Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Bupati (Perbup) termasuk kategori pungutan liar (pungli).

“Kalau tidak ada dasar hukumnya, itu pungli,” tegas Mirza.

Hingga kini, belum ditemukan regulasi resmi yang mengatur pungutan sebesar Rp6 juta tersebut.

Dinas Klaim Gratis Tiga Bulan dan Tarif Murah

Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, dan Perdagangan (DKUKMPP) Merangin, Dadang Hikmatullah, membenarkan adanya pungutan biaya tenda. Namun, ia menjelaskan pemerintah memberikan keringanan dengan membebaskan retribusi harian selama tiga bulan pertama.

“Kami gratiskan tiga bulan. Setelah itu, retribusi harian hanya Rp2.000,” ujarnya.

Ia juga mengungkap bahwa pemerintah daerah tengah menyusun skema sewa lahan tahunan dengan tarif maksimal Rp1,5 juta per meter persegi.

Lokasi Sepi, Pedagang Enggan Menempati

Dari 23 tenda relokasi yang telah dibangun, baru delapan yang terisi pedagang. Sebagian besar PKL menolak pindah ke lokasi baru karena dianggap sepi pengunjung.

“Kalau jualan tidak laku, mau bayar pakai apa? Kami bisa bangkrut,” kata Rini, pedagang makanan ringan.

Data DKUKMPP menunjukkan, dari 29 pedagang yang direlokasi, baru 17 yang bersedia menempati Pasar Rakyat.

DPRD Soroti dan Usulkan Pansus

Wakil Ketua DPRD Merangin, Herman Ependi, menyesalkan beban yang ditanggung para pedagang. Ia meminta agar persoalan ini dikaji ulang agar rakyat kecil tidak menjadi korban kebijakan.

“Kami prihatin. Jangan sampai rakyat kecil jadi korban janji politik. Ini harus diklarifikasi secara transparan,” ujarnya.

Ia pun membuka kemungkinan pembentukan panitia khusus (pansus) DPRD untuk mengusut persoalan tersebut.

Tenda Megah, Regulasi Absen

Kini, tenda-tenda putih berlogo pemerintah telah berdiri megah di lokasi relokasi. Namun, hingga saat ini belum ada regulasi resmi sebagai dasar pungutan tersebut. Semua kebijakan disampaikan hanya secara lisan tanpa dokumen atau nota dinas.

Dalam ketidakjelasan regulasi ini, pedagang kecil dipaksa menanggung beban finansial dan risiko yang cukup besar. Mereka dihadapkan pada pilihan sulit: membayar mahal untuk fasilitas yang belum tentu menguntungkan atau terus berjualan di tempat lama dengan risiko penertiban.(*)

Tinggalkan Balasan

Jambi Daily