Usai Demo Sekretariat HMI Didatangi Orang Istana, Demokrasi Merangin Terancam

JAMBIDAILYMERANGIN – Usai menyuarakan kritik terhadap kebijakan Pemerintah Kabupaten Merangin, sekretariat Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bangko justru mendapat kunjungan mengejutkan dari seorang figur yang disebut sebagai “orang istana”. Peristiwa itu terjadi hanya beberapa jam setelah aksi demonstrasi mahasiswa digelar di Kantor Bupati Merangin, Senin lalu (3/6).
Sosok berinisial EY datang langsung ke sekretariat HMI dan menemui orator aksi, Sandra Wandi. Kepada Wandi yang tengah berada sendirian, EY mengaku datang untuk mencegah kedatangan pihak-pihak lain yang disebutnya “juga ingin turun ke lapangan”.
“Sebenarnya banyak yang akan datang ke sini. Tapi abang cegah. Biar abang saja yang menyelesaikannya,” ujar Wandi, menirukan ucapan EY.
Namun inti kedatangan EY rupanya untuk mempertanyakan narasi yang disampaikan Wandi saat aksi, khususnya tanggapannya atas ucapan Wakil Bupati Merangin, Abdul Khafid, yang menyebut: “Pimpinan saya bukan Anda.
”Mendengar itu saat aksi berlangsung, Wandi langsung merespons secara spontan:
“Bukan kami (rakyat)? Bukan kami? Kamu itu sebagai apa?
”Ucapan “kamu” itulah yang dipermasalahkan oleh EY. Ia menyebut pernyataan itu tidak pantas diucapkan kepada seorang pejabat dan memperingatkan agar ke depan tidak lagi mengulanginya dalam aksi demonstrasi.
“Saya terkejut. Pejabat mengatakan rakyat bukanlah pimpinan mereka. Padahal rakyatlah pemegang mandat kekuasaan. Lalu kalau bukan rakyat, siapa yang mereka layani?” tegas Wandi.
Setelah menyampaikan peringatannya, EY segera meninggalkan lokasi.
Mahasiswa Ditekan, Demokrasi Dipertanyakan
Wandi menyebut kedatangan EY sebagai bentuk tekanan terhadap kebebasan berekspresi yang dijamin konstitusi. Ia menyesalkan adanya intimidasi halus dari orang dekat kekuasaan hanya karena mahasiswa menyuarakan kegelisahan rakyat.
“Kami ini bukan penjahat. Kami hanya menyuarakan suara rakyat. Tapi yang datang justru tekanan, bukan tanggapan,” katanya.
Menurutnya, aksi yang digelar HMI Cabang Bangko adalah bagian dari tanggung jawab moral mahasiswa sebagai pengontrol jalannya pemerintahan. Aksi tersebut membawa tiga tuntutan utama yang semuanya berpihak kepada kepentingan masyarakat:
1. Pembatalan pembelian mobil dinas baru untuk bupati dan wakil bupati.
“Mobil yang lama masih sangat layak. Lebih baik uangnya untuk memperbaiki jalan-jalan rusak di desa dan kota.”
2. Penggratisan sewa lapak PKL di Pasar Rakyat selama enam bulan pertama.
“Lapak itu baru dibuka. Pembeli belum ramai. Kalau langsung disuruh bayar, pedagang bisa gulung tikar duluan.”
3. Penutupan tempat hiburan malam yang dinilai merusak moral generasi muda.
“Sejak dilantik, bahkan di bulan Ramadan, tidak ada razia. Pemerintah seolah tutup mata.
”100 Hari Pemerintahan — Rakyat Menilai, Penguasa Meradang
Aksi mahasiswa ini bertepatan dengan 100 hari kerja Bupati dan Wakil Bupati Merangin. HMI menilai, selama masa itu, kebijakan yang diambil belum menunjukkan keberpihakan yang kuat pada rakyat. Sebaliknya, justru terkesan memperkuat simbol-simbol kemewahan dan pembiaran terhadap masalah sosial.
Namun reaksi balik berupa tekanan terhadap mahasiswa justru membuka wajah asli kekuasaan lokal yang anti kritik dan alergi terhadap suara rakyat.
“Kalau menyuarakan rakyat saja dianggap salah, lalu demokrasi ini mau dibawa ke mana? Hari ini, bukan hanya jalan yang rusak. Demokrasi pun mulai digilas di Merangin,” pungkas Wandi.(*)