17 Juli 2025

Jambi Daily

Media Online Publik Aksara Propinsi Jambi

Investigasi Proyek DAK Air Minum Merangin

Dari Telaah Inspektorat, Kontrak Cacat, hingga PPK Mundur: Rp11,7 Miliar di Ujung Jurang Kegagalan

JAMBIDAILYMERANGIN – Proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) Air Minum Kabupaten Merangin tahun anggaran 2025 senilai Rp11,7 miliar kian menjauh dari tujuannya. Alih-alih menjawab krisis air bersih, proyek ini justru terjerat kekacauan birokrasi, cacat hukum, hingga indikasi pelanggaran berat administrasi negara.

Berdasarkan dokumen telaah Inspektorat Merangin yang diperoleh redaksi, pelanggaran muncul sejak awal: kontrak ditandatangani tanpa dasar kewenangan sah, pengadaan dilakukan saat dana masih dibekukan pemerintah pusat, dan dua pejabat pembuat komitmen (PPK) memilih mundur diam-diam karena khawatir terjerat persoalan hukum.

Kontrak Diteken Tanpa PPK, Pengadaan Dimulai Saat Dana Masih Ditangguhkan

Telaah Inspektorat menyebut, pada 24 Februari 2025, pengadaan proyek telah berjalan di e-Katalog meski belum ada PPK yang ditunjuk secara sah. Padahal, Surat Edaran Bersama Mendagri dan Menkeu tertanggal 11 Desember 2024 serta edaran Bupati Merangin tertanggal 31 Desember 2024 secara eksplisit menunda seluruh pengadaan bersumber DAK hingga ada persetujuan pusat.

Namun secara sepihak, Suhelmi saat itu Kabid Cipta Karya membatalkan 10 paket proyek lama, lalu pada 19 Februari 2025 meneken kontrak proyek baru menggunakan akun e-Katalog atas nama PPK, tanpa SK penunjukan. Besoknya, Bupati Merangin yang baru dilantik. Tak lama, Suhelmi dimutasi ke Dinas PU Provinsi Jambi.

Kontrak Cacat Hukum: SK PPK Tak Pernah Terbit

Kontrak proyek diteken tanpa Surat Keputusan (SK) resmi penunjukan PPK. Dokumen Inspektorat bahkan menyebut, SK baru terbit 21 April 2025—dua bulan setelah kontrak diteken. Anehnya, hingga kini Dinas PUPR tak mampu menunjukkan salinan SK tersebut.

Lebih fatal, kontrak merujuk pada SK Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang secara hukum tidak memiliki kewenangan untuk menandatangani kontrak pengadaan barang/jasa.

“Ini indikasi kontrak dibuat tanpa dasar hukum yang sah, berpotensi batal demi hukum, dan mencoreng akuntabilitas pengelolaan anggaran,” tulis laporan Inspektorat.

Dua PPK Mundur Diam-diam: “Lebih Baik Mundur daripada Terjerat”

Pasca penandatanganan kontrak dan mutasi Suhelmi, jabatan PPK diisi Angga Zainudin. Namun belum genap sebulan, Angga mengundurkan diri tanpa pengumuman resmi.

“Dia merasa proses awal proyek tidak sehat dan terlalu berisiko,” ungkap sumber internal Dinas PUPR.

Posisi kemudian diisi Zuhrion, Plt Kabid Cipta Karya, yang awalnya bersikeras melanjutkan proyek.

“Kalau dibatalkan, bukan cuma PU yang kena. Kadis dan Bupati juga bisa terseret,” kata Zuhrion kepada jambi daily beberapa waktu lalu,

Namun usai membaca telaah Inspektorat dan pemberitaan media, Zuhrion juga mundur diam-diam.

Rekanan Kecewa: Tak Ada Kepastian, Tak Ada Progres

Pihak rekanan yang sudah menandatangani kontrak menyatakan frustrasi karena proyek tak kunjung dimulai.

“Kami siap kerja, tapi tidak ada arahan dari dinas. Kalau begini terus, proyek gagal dan kami yang rugi,” kata salah satu kontraktor.

Hingga pertengahan Juni 2025, tak ada progres fisik proyek. Jabatan PPK kosong, Kepala Dinas PUPR pasif, dan rekomendasi Inspektorat tidak ditindaklanjuti.

Ancaman Sanksi Pusat: DAK Bisa Disetop Tiga Tahun

Tak hanya merugikan keuangan negara, kegagalan proyek ini mengancam Merangin kehilangan DAK selama tiga tahun ke depan. Berdasarkan regulasi, daerah yang tidak mampu merealisasikan DAK sesuai prosedur dapat dicoret dari daftar penerima.

“Ini bukan lagi soal proyek gagal, tapi ancaman sistemik terhadap masa depan pembangunan daerah,” ujar seorang pejabat perencana.

Kepala Dinas Dinilai Pasif, Tak Ambil Langkah Hukum atau Perbaikan

Kepala Dinas PUPR, Zulhipni, dinilai tidak mengambil tindakan strategis. Ia tidak membatalkan kontrak sebagaimana disarankan Inspektorat, dan juga tak memperbaiki jalur hukum untuk menyelamatkan proyek.

“Kalau mau lanjut, harus legalisasi ulang. Kalau mau batal, harus ada sikap. Tapi ini diam. Sementara waktu terus berjalan,” kata pejabat struktural lainnya.

Upaya konfirmasi kepada Zulhipni pada Kamis (12/6) tidak membuahkan hasil. Panggilan telepon tak direspons, dan hingga berita ini diterbitkan belum ada pernyataan resmi.

Kesimpulan: Potret Gagalnya Kepemimpinan dan Tata Kelola Anggaran

Kisruh proyek DAK Air Minum senilai Rp11,7 miliar ini menjadi preseden buruk dalam pengelolaan keuangan negara di daerah. Mulai dari proses ilegal, ketidakjelasan tanggung jawab, hingga sikap pasif pimpinan dinas semua menandakan kegagalan sistemik.

Tanpa langkah cepat dan sah secara hukum, proyek ini bukan hanya akan menimbulkan kerugian fiskal, tapi juga mencoreng nama daerah di mata pemerintah pusat. Sejarah akan mencatatnya sebagai contoh buruk tata kelola yang lemah dan kepemimpinan yang absen saat krisis.(*)

Jambi Daily