15 Juli 2025

Jambi Daily

Media Online Publik Aksara Propinsi Jambi

Kekacauan di Tubuh Dinas PUPR Merangin,Antara Intervensi, Ketakutan, dan Ambisi Sekda

Oleh: Nazarman

JAMBIDAILYMERANGIN – Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Merangin tengah mengalami disorientasi struktural yang nyaris total. Konflik kepentingan, intervensi politik, kekosongan jabatan vital, dan ketidakberanian mengambil keputusan membuat dinas teknis ini lumpuh secara fungsional. Ironisnya, di tengah kekacauan itu, Kepala Dinas PUPR, Zulhipni, justru digadang-gadang menjadi Sekretaris Daerah (Sekda).

Sorotan tajam tertuju pada posisi Kabid Bina Marga, bidang strategis yang mengelola proyek-proyek infrastruktur jalan. Jabatan ini kosong setelah ditinggal Yadi yang hijrah ke Pemprov Jambi. Calon paling senior dan dianggap paling mumpuni secara teknis untuk mengisi posisi tersebut sebenarnya sudah jelas: Ade Candra. Namun, penunjukan Ade digagalkan.

Bukan karena kekurangan kompetensi, melainkan karena faktor politik. Ade diketahui merupakan menantu Wakil Bupati Merangin, Khafid Moein. Dalam kalkulasi kekuasaan saat ini, kehadiran Ade dipersepsikan sebagai potensi “matahari kembar” di tubuh PUPR. Posisi itu akhirnya diisi oleh Arya Koswara sebagai Pelaksana Tugas (Plt)—sebuah jalan tengah yang mencerminkan ketakutan, bukan keputusan.

“Ade itu orang teknis. Tapi dianggap terlalu dekat dengan kekuatan politik alternatif. Di sini, yang dekat bukan dibutuhkan, tapi dicurigai,” ungkap seorang pejabat di lingkup sekretariat dinas.

Situasi tak kalah sensitif juga terjadi di Bidang Sumber Daya Air (SDA). Saat ini posisi itu dijabat oleh M. Sawali, pejabat lama yang dikenal profesional dan berpengalaman. Namun, posisi Sawali berada dalam tekanan, karena ia adalah adik kandung Nilwan Yahya—mantan Wakil Bupati dan rival politik utama dari orang nomor satu di Merangin.

“Di birokrasi Merangin, saudara siapa bisa lebih penting dari apa yang kamu kerjakan,” sindir seorang ASN senior.

Sementara dua bidang itu diwarnai tarik-ulur politik, Bidang Cipta Karya justru porak-poranda. Pasca skandal proyek DAK Air Minum 2025 senilai Rp11,7 miliar, dua pejabat Plt Kabid Angga Zainudin dan Zurion mundur berturut-turut.

Angga menolak melanjutkan pelaksanaan proyek yang sejak awal dianggap janggal secara hukum dan administrasi. Zurion, yang ditunjuk menggantikannya, juga mundur secara tiba-tiba. Saat ini tidak ada pejabat yang bersedia menjabat Plt Kabid Cipta Karya.

“Kontraknya sudah masalah dari awal. Kepala dinas diam saja. Siapa pun yang pegang posisi itu bisa dikorbankan kapan saja,” ujar ASN di lingkungan bidang Cipta Karya.

Akibat kekosongan ini, pelaksanaan proyek DAK Air Minum sepenuhnya stagnan. Jika tidak segera diselamatkan, kabupaten Merangin terancam tidak mendapatkan kucuran DAK hingga tiga tahun ke depan.

Namun, di tengah kekosongan, konflik, dan ketakutan ini, justru mencuat nama Zulhipni sebagai calon kuat untuk posisi Sekretaris Daerah. Padahal, sepanjang krisis berlangsung, ia dinilai pasif dan enggan mengambil tindakan tegas.

“Zulhipni diam ketika bawahannya mundur. Diam saat proyek bermasalah. Tapi sekarang disiapkan jadi Sekda? Ini wajah birokrasi kita,” ucap anggota DPRD Merangin, yang enggan disebutkan namanya.

Fenomena ini memperlihatkan bahwa birokrasi di Merangin tak lagi digerakkan oleh logika meritokrasi, melainkan oleh perhitungan politik, loyalitas personal, dan ketakutan akan kekuasaan.

Ade Candra ditolak karena terlalu dekat dengan lingkaran kekuasaan yang ‘salah’.

Sawali terancam karena terlalu dekat dengan oposisi.

Cipta Karya lumpuh karena semua takut.

Dan Zulhipni, yang justru pasif, naik ke atas.

Pertanyaannya: siapa sebenarnya yang mengendalikan Dinas PUPR Merangin? Dan sampai kapan birokrasi akan terus dijadikan alat kekuasaan, bukan alat pelayanan publik?..(*)

Jambi Daily