Bupati Marah di Panggung, Camat Balas di Media Sosial

Oleh : Nazarman
Gaya kepemimpinan Bupati Merangin, H. M. Syukur, kian menunjukkan pola yang mengkhawatirkan: mudah marah di ruang publik, gemar menegur bawahan di forum resmi, dan sering menjadikan ketidakhadiran di acara seremonial sebagai tolok ukur kinerja. Kadis PUPR pernah dimarahi karena tak hadir di Musrenbang. Kini giliran lima camat disemprot dalam acara HKG PKK ke-53.
Tapi kali ini berbeda. Camat Tabir Lintas, Murliadi, tak tinggal diam. Ia memilih melawan—bukan di ruang rapat, tapi di media sosial.
Lewat video klarifikasi di akun Facebook-nya, Murliadi menjelaskan bahwa ia absen karena sedang menjalankan tugas resmi, melayat keluarga, dan menghadiri undangan pelantikan. Ia menunjukkan bukti percakapan di grup camat. Dengan nada tegas, ia berkata:
“Kalau saya tidak kompeten, tidak mungkin saya bertahan sebagai camat selama tiga tahun.”
Apa yang dilakukan Murliadi bukan sekadar klarifikasi. Itu adalah bentuk perlawanan terhadap pola komunikasi satu arah yang menekan dan mempermalukan. Ketika ruang koordinasi tertutup, maka Facebook menjadi panggung alternatif untuk bicara.
Ini pertanda buruk bagi birokrasi. Ketika pemimpin lebih sibuk memarahi daripada mendengar, dan lebih suka menegur daripada memahami, maka yang tumbuh bukan disiplin, melainkan ketakutan.
Bupati Merangin harus bercermin. Kepemimpinan tak cukup hanya tegas, tapi juga harus adil. Karena jabatan boleh saja memberi kuasa untuk bicara di panggung, tapi hanya keadilan yang bisa membuat orang tetap mau mendengar.
Jika satu camat sudah melawan hari ini, maka yang lain mungkin hanya menunggu waktu.(*)