JAMBIDAILY. COM-Pemerintah Kabupaten Merangin menghadapi ancaman kehilangan dua Dana Alokasi Khusus (DAK) besar dalam tahun anggaran 2025. Satu DAK dari sektor peternakan dan perkebunan telah dinyatakan gagal, sementara satu lagi dari sektor air minum terancam menyusul jika tidak menunjukkan progres fisik sebelum batas waktu 21 Juli 2025. Total potensi kerugian mencapai Rp 13,2 miliar.
DAK Nakbun Gagal Total
Kegagalan pertama berasal dari DAK Peternakan dan Perkebunan (Nakbun) senilai Rp 1,5 miliar. Proyek ini batal karena tidak terpenuhinya dokumen hibah lahan dari masyarakat penerima manfaat. Kepala Dinas Peternakan dan Perkebunan, Hendri Widodo, menyebut pihaknya sudah memberikan waktu dan pendampingan, namun kelompok masyarakat tidak mampu memenuhi syarat administratif.
Pernyataan itu mendapat tanggapan kritis dari DPRD Merangin. Dalam rapat Panitia Khusus (Pansus) II, anggota DPRD Rahmat Hidayat menyebut kegagalan tersebut sebagai bukti lemahnya kepemimpinan teknis di OPD terkait.
“Dari kegagalan pelaksanaan tahun lalu, tahun ini, dan tahun depan tidak ada lagi DAK yang akan masuk. Tahun 2026 baru bisa mengusulkan kembali untuk memperoleh DAK tersebut,” ujarnya.
Ia juga menyoroti minimnya inisiatif lapangan dari OPD teknis.
“Ke depan kita minta pemerintah untuk lebih semangat mengejar bola, memberikan edukasi dan sosialisasi ke masyarakat. Karena keterbatasan SDM masyarakat itu berbeda-beda. Perlu banyak turun ke lapangan, bukan hanya duduk menunggu di kantor,” tambahnya.
DAK Air Minum Mandek di Meja Hukum
Sementara itu, proyek DAK Air Minum 2025 dengan nilai kontrak Rp 11,7 miliar masih belum berjalan di lapangan. Jika hingga 21 Juli 2025 tidak ada progres fisik, maka proyek ini juga akan dianggap gagal dan anggarannya dikembalikan ke kas negara.
Menurut informasi dari salah seorang kontraktor pelaksana, mandeknya kontrak proyek tersebut disebabkan Dinas PUPR Merangin masih menunggu telaah hukum dari Kejaksaan Negeri Merangin.
Sebelumnya, Inspektorat Daerah Merangin telah mengeluarkan telaah internal. Namun telaah tersebut tidak menyatakan proyek dapat langsung dilanjutkan, melainkan merekomendasikan agar kontrak yang telah ditandatangani direvisi, bahkan bila perlu dikontrak ulang, karena ditemukan sejumlah kejanggalan administratif dan teknis.
Menanggapi kondisi tersebut, Masroni, Koordinator Forum Bersama Peduli Merangin (F-BPM), menilai kebuntuan ini sebagai kegagalan keberanian birokrasi, bukan sekadar soal prosedur.
“Kalau semua dilempar ke kejaksaan, lalu untuk apa ada kepala dinas? Kalau tidak ada keberanian mengambil langkah, bagaimana pembangunan bisa jalan?” tegas Masroni.
Tekanan Meningkat, Kepemimpinan Dipertanyakan
Hingga berita ini ditulis, Bupati Merangin belum mengeluarkan pernyataan resmi maupun instruksi terbuka untuk mengatasi keterlambatan proyek tersebut. DPRD Merangin mendesak agar kepala daerah turun tangan langsung agar proyek senilai hampir Rp 12 miliar itu tidak ikut gagal seperti DAK Nakbun.
“Ini bukan lagi soal teknis proyek, tapi soal kredibilitas pemerintah daerah dalam mengelola dana pusat,” tambah Masroni.
Jika sampai 21 Juli tidak ada progres di lapangan, maka Merangin akan resmi kehilangan dua proyek DAK strategis dengan nilai total Rp 13,2 miliar. Kegagalan ini bukan hanya akan berdampak pada masyarakat, tetapi juga memperburuk reputasi dan posisi Pemkab Merangin di mata kementerian pusat dan publik.(*)













