JURNAL PUBLIKSUARO WARGO

MoU Hiburan Malam: Ketegasan Cuma Aksesoris di Meja Kopi

×

MoU Hiburan Malam: Ketegasan Cuma Aksesoris di Meja Kopi

Sebarkan artikel ini

Oleh :Nazarman

JAMBIDAILY. COM-Hiburan malam di Merangin justru semakin bergairah setelah Bupati Merangin, M. Syukur, menjamu para pelaku usahanya dalam acara yang disebut sebagai langkah penertiban. Ironis. Alih-alih meredam, warung remang-remang malah makin terang, seolah MoU yang diteken itu adalah aba-aba untuk melanjutkan pesta.

MoU yang digadang sebagai simbol ketegasan pemerintah, nyatanya tak lebih dari aksesoris seremonial di atas meja kopi. Serius di kata, hampa di aksi.

Selasa malam (29/7/2025), jambidaily.com menerima dokumentasi eksklusif dari WN, warga Merangin, yang merekam suasana di salah satu warung tuak di Jalur II Kodim. Dalam foto-foto itu, tampak remaja berpakaian ketat duduk menemani tamu. Tak hanya sebagai pengunjung, beberapa bahkan diduga bekerja. Dugaan eksploitasi anak di bawah umur menguap jelas—bukan sekadar pelanggaran norma, tapi indikasi kuat kejahatan terhadap anak.

“Banyak anak di bawah umur dipekerjakan di warung tuak itu,” ungkap WN yang mengirimkan foto-foto tersebut kepada redaksi.

Kendaraan tampak memadati area, tapi jumlah orang yang terlihat jauh lebih sedikit. Publik pun bertanya-tanya: ke mana para tamu itu masuk? Apakah ada layanan tersembunyi yang tak disebutkan dalam MoU?

Di tengah situasi ini, warga mulai kehilangan kepercayaan pada integritas kepemimpinan daerah. Pedagang kaki lima yang jelas-jelas membayar retribusi justru digusur tanpa kompromi. Tapi pelaku hiburan malam yang menunggak pajak, malah dijamu di rumah dinas. Diberi ruang, diberi panggung, bahkan difasilitasi untuk membuat kesepakatan seolah hiburan malam lebih penting dari ketertiban sosial.

“PKL bayar retribusi ke daerah, malah digusur. Yang hiburan malam nunggak pajak, malah disambut,” kritik WN, tegas dan getir.

Pertanyaannya kini: apakah Bupati Merangin berani menindak, atau sekadar nyaman duduk di balik popularitas palsu dan pencitraan sesaat?

Publik tak butuh MoU kedua. Publik butuh keberanian pertama. Keberanian untuk menutup tempat yang terbukti melanggar, melindungi anak-anak dari jerat dunia malam, dan memulihkan akal sehat kebijakan publik.

Atau, seperti sindiran tajam WN:”Halo Bang Syukur, perlu tandatangan MoU lagi biar makin legal eksploitasinya?” (*)