Oleh : Nazarman
JAMBIDAILY.COM-Kasus kelebihan bayar tunjangan anggota DPRD Merangin dari dua periode terakhir, 2014–2019 dan 2019–2024, kembali mengemuka setelah kabar bahwa dana tersebut telah dikembalikan ke negara. Namun, kejelasan status hukum pengembalian tersebut hingga kini masih menjadi misteri yang membingungkan publik dan bahkan anggota DPRD sendiri.
Anggota DPRD: Kami Butuh Kejelasan
Sejumlah anggota DPRD yang diwawancarai secara terpisah mengaku sudah menyetor dana tunjangan kelebihan bayar itu melalui Surat Tanda Setor (STS) yang diberikan Sekretariat DPRD. Namun, mereka mengaku tak pernah mendapat penjelasan resmi terkait mekanisme, dasar perhitungan, dan terutama status hukum pengembalian dana tersebut.
Salah satu anggota DPRD dengan tegas menyampaikan kegelisahannya:
“Kami ini korban dari Perbup tersebut. Ada pembuat, ada penikmat. Pembuatnya pihak eksekutif, kami hanya penikmat. Dana yang sudah kami kembalikan itu, sampai hari ini statusnya masih abu-abu. Kalau memang perkara dihentikan (SP3), ya dihentikan. Kalau lanjut, ya jelaskan prosesnya. Kami butuh kejelasan.”
Pernyataan itu menegaskan bahwa para anggota dewan tidak hanya ingin “mengembalikan uang” sebagai formalitas, melainkan menuntut transparansi dan kepastian hukum terkait pengembalian tersebut.
Sekretariat DPRD: Menghindar dan Tutup Pintu Informasi
Upaya konfirmasi kepada Plt Sekretaris DPRD, Siti Aminah, yang diharapkan dapat memberikan penjelasan, justru menemui jalan buntu. Saat dijumpai wartawan di ruang Wakil Ketua I DPRD, Siti Aminah hanya menjawab singkat dan terkesan menghindar:
“Maaf, saya lagi sibuk, nanti saja ya, nanti saya telepon.”
Sikap ini bukan hanya mengecewakan, tapi juga memperkuat dugaan bahwa ada hal-hal yang sengaja ditutup-tutupi di balik proses pengembalian dana ini.
Pertanyaan Mendasar yang Belum Terjawab
Publik dan anggota DPRD masih menunggu jawaban dari berbagai pertanyaan krusial, di antaranya:
Siapa yang menginisiasi penerbitan Surat Tanda Setor (STS) untuk anggota DPRD?
Apakah STS tersebut dibuat atas permintaan resmi Kejaksaan atau inisiatif Sekretariat DPRD sendiri?
Nomor rekening yang tercantum dalam STS itu milik siapa? Apakah itu rekening resmi Kas Umum Daerah (RKUD) Kabupaten Merangin?
Apakah ada dokumen resmi yang membuktikan bahwa uang yang dikembalikan benar-benar masuk ke kas daerah?
Apakah ada berita acara penerimaan atau tanda bukti sah lain yang diterima DPRD atau BPKAD?
Siapa yang menghitung jumlah kelebihan bayar tiap anggota DPRD, dan apa dasar perhitungannya?
Apakah nilai dalam STS identik dengan nilai temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)?
Apakah Sekwan menerima surat resmi dari Kejaksaan terkait permintaan pengembalian dana?
Apakah ada koordinasi dengan BPKAD sebelum rekening tujuan pengembalian ditetapkan?
Apakah Inspektorat Daerah dilibatkan dalam proses verifikasi dan pemantauan pengembalian dana?
Apakah Sekwan merasa memiliki kewenangan menerbitkan STS untuk pengembalian uang negara?
Apakah seluruh proses pengembalian ini didokumentasikan sesuai ketentuan pengelolaan keuangan negara?
Mengapa proses pengembalian ini tidak diumumkan secara terbuka kepada publik padahal menyangkut uang negara?
Kenapa Kejelasan Itu Penting?
Pengembalian uang negara bukan sekadar urusan administratif atau retorika “sudah dikembalikan, selesai.” Ia harus melalui mekanisme yang sah, transparan, dan bisa dipertanggungjawabkan secara hukum dan akuntansi.
Kalau uang tersebut belum masuk kas daerah secara resmi, maka pengembalian itu sama saja dengan memindahkan dana secara informal—yang membuka potensi penyalahgunaan dan pelanggaran hukum.
Lebih jauh, kurangnya transparansi dan penghindaran memberikan informasi oleh Sekretariat DPRD semakin melemahkan kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif yang semestinya menjadi contoh tata kelola yang baik dan akuntabel.
Harapan Publik dan Tuntutan Akuntabilitas
DPRD Merangin dan Sekretariat DPRD harus berani membuka tabir persoalan ini. Buka semua dokumen, data, dan proses terkait pengembalian dana. Jawab semua pertanyaan secara gamblang. Jangan hanya menyerahkan narasi bahwa “uang sudah dikembalikan” tanpa bukti dan kejelasan yang meyakinkan.
Ini bukan soal siapa salah dan siapa benar, tapi soal bagaimana membangun sistem pemerintahan yang bersih, transparan, dan bertanggung jawab kepada rakyat.
Penutup
Dana publik adalah amanah yang tidak boleh diabaikan. Jika DPRD dan Sekwan masih bungkam dan terus menghindar, maka publik akan semakin yakin bahwa ada upaya menutupi kebenaran. Dan jika itu terjadi, bukan hanya uang negara yang hilang, tapi juga kepercayaan rakyat kepada wakilnya sendiri.
Kejelasan status hukum uang yang sudah dikembalikan harus segera dipastikan. Karena tanpa itu, pengembalian dana hanya menjadi ilusi yang memperpanjang persoalan.











