Catatan Hery FR (*)
HARI ini semua masyarakat Indonesia merayakan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia yang kita cintai.
Bagi redaksi jambidaily.com, hari ini merupakan kebahagiaan yang berlipat ganda karena selain merayakan kemerdekaan Indonesia, tapi juga masih bisa bersama salah satu “Katana”nya, Nazarman yang hari ini tepat berusia 48 Tahun.
“Selamat Ulang Tahun ndo semoga selalu sehat, bahagia dan berkelimpahan rizi yang berkah dan terus berkarya bersama,”hanya untaian doa, tanpa kue tart,tiup lilin apalagi pesta di hotel berbintang ditengah kondisi bisnis media saat ini.
Saya pribadi sebagai pimpinan yang juga telah dianggap saudara memilih kata Katana untuk beberapa tim inti yang telah melahirkan, merawat serta menjaga jambidaily.com hingga saat ini memasuki umur 13 tahun pada 17 September 2025 nanti.
Katana sebagai pedang Jepang yang terkenal, ditandai dengan bilah melengkung dan satu sisi tajam. Katana biasanya digunakan oleh para samurai dan merupakan simbol jiwa samurai, serta dianggap sebagai karya seni.
Nazarman yang saat ini sebagai redaktur Politik dan Hukum jambidaily.com, merupakan salah satu katana jambidaily.com bersama Franky Wijaya, Hendry Nursal, Andrianus Susandra (saat ini Ketua IJTI Jambi) dan adinda Rustam Aji Saorlangun serta Almarhum Bang Sudaryanto.
Karena karya-karya mereka dan dukungan para mitra dan pembaca hingga saat ini jambidaily.com terus tumbuh meski kadang terseok lelah.
Dihari ini atas nama pribadi dan redaksi jambidaily.com turut merasa bahagia karena adinda nazarman masih terus bersama sejak 2012 lalu.
Tak ada Yang Kebetulan
Dari catatan pribadi adinda Nazarman, Tanggal 17 Agustus 1977, ketika seluruh rakyat Indonesia merayakan Hari Kemerdekaan, tangisan pertama saya pecah di sebuah desa kecil bernama Pulau Tengah, Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin.
Tidak ada pesta meriah, hanya suasana desa yang sunyi dengan bunyi serangga di malam hari dan kabut tipis yang menyelimuti perbukitan. Namun sejak hari itu, saya selalu percaya bahwa lahir di tanggal bersejarah bukanlah sebuah kebetulan.
Pulau Tengah adalah desa yang jauh dari hiruk-pikuk kota. Jalan masih berupa tanah, listrik belum ada, dan radio hanyalah barang mewah yang hanya dimiliki segelintir orang. Di sanalah saya belajar arti kesederhanaan: bagaimana masyarakat hidup bergotong royong, saling membantu, dan bertahan dengan apa adanya. Desa itu mungkin kecil, tapi bagi saya, di situlah “universitas kehidupan” pertama yang mengajarkan makna ketabahan dan keberanian.
Semangat itulah yang kelak membawa saya pada dunia jurnalistik. Tahun 2008, langkah kecil saya dimulai dengan mencoba peruntungan di dunia tulis-menulis. Tidak ada yang istimewa pada awalnya.
Saya hanya seorang anak desa yang suka menulis, mencoba bertahan di dunia yang penuh ketidakpastian. Tapi dari pengalaman sederhana itulah, saya mulai memahami bahwa sebuah berita bisa mengubah cara orang melihat dunia.
Setiap liputan punya cerita. Ada kisah haru ketika menyaksikan warga kecil berjuang melawan ketidakadilan, ada pula rasa takut ketika harus menulis kebenaran yang tidak disukai orang berkuasa.
Namun, setiap kali ragu, saya selalu ingat: saya lahir di Hari Kemerdekaan. Dan itu berarti, saya tidak boleh menyerah pada tekanan. Jurnalisme bagi saya adalah cara lain untuk merawat kemerdekaan—merdeka dalam berpikir, merdeka dalam bersuara, merdeka dalam membela kebenaran.
Perjalanan panjang itu membentuk saya, membuat saya paham bahwa menjadi jurnalis bukan sekadar soal menulis berita, melainkan soal keberpihakan. Bukan kepada kekuasaan, bukan pula kepada kepentingan pribadi, melainkan kepada masyarakat yang suaranya sering terabaikan.
Hari ini, ketika saya menoleh ke belakang, perjalanan itu terasa seperti rangkaian benang merah yang sudah digariskan sejak saya lahir. Lahir di desa terpencil, di hari kemerdekaan, lalu menempuh jalan hidup sebagai jurnalis. Semua itu seolah saling terhubung: bahwa tugas saya adalah menjaga kemerdekaan itu tetap hidup, meski hanya lewat tulisan-tulisan sederhana.
Di usia ke-48 ini, saya menyampaikan terima kasih yang tulus kepada keluarga, sahabat, rekan seprofesi, serta teman-teman di dunia maya atas doa dan ucapan selamat ulang tahun yang diberikan.
Perhatian dan dukungan itu menjadi energi baru bagi saya untuk terus melangkah. Semoga semangat kemerdekaan yang kita rayakan hari ini tetap hidup dalam diri kita masing-masing—agar kita selalu merdeka dalam berpikir, merdeka dalam berkarya, dan merdeka dalam memperjuangkan kebenaran.
***













