banner 120x600
banner 120x600
JURNAL PUBLIK

Ketika Masyarakat, Polisi dan Wartawan Jadi Korban ; Dilema Demokrasi di Jalanan

×

Ketika Masyarakat, Polisi dan Wartawan Jadi Korban ; Dilema Demokrasi di Jalanan

Sebarkan artikel ini

Oleh : Dr. Noviardi Ferzi *
DEMONSTRASI adalah ekspresi hak konstitusional warga negara untuk menyampaikan aspirasi.

Namun dalam praktiknya, hak demokratis ini kerap berubah menjadi arena konflik antara massa, aparat, dan media.

Baik Polri maupun media sering kali terjebak dalam posisi dilematis yang menyerupai “buah simalakama”: apa pun langkah yang diambil, selalu menghadirkan risiko.

Polri memiliki mandat menjaga keamanan dan ketertiban. Akan tetapi, dalam aksi unjuk rasa yang berkembang anarkis, polisi terperangkap pada pilihan pahit: bertindak tegas dianggap represif, berdiam diri dituduh lalai.

Hendy F. Kurniawan (2025) mencatat bahwa transformasi Polri pascareformasi memang membawa semangat demokratisasi, tetapi tekanan politik dan ekspektasi publik tetap membatasi independensi aparat.

Polisi dituntut bersikap profesional di tengah situasi sosial yang penuh kecurigaan.

Rizal (2024) menegaskan bahwa tindakan represif polisi dalam demonstrasi sering kali dipicu kondisi lapangan seperti lemparan batu, pembakaran ban, hingga penyerangan aparat. Namun publik jarang melihat konteks tersebut; yang terlihat hanyalah aparat “bertindak brutal.”

Spiral ketidakpercayaan ini membuat setiap intervensi polisi justru semakin memperkuat stigma negatif.

Situasi dilematis itu tampak jelas dalam demonstrasi beberapa hari lalu di Jakarta, Makassar, dan Jambi. Di Jakarta, tragedi menimpa Affan Kurniawan, pengemudi ojek online berusia 21 tahun yang tewas terlindas kendaraan taktis polisi di dekat DPR. Peristiwa ini memicu gelombang protes nasional.

Polisi merespons dengan gas air mata dan water cannon, sementara demonstran membakar fasilitas publik.

Presiden Prabowo bereaksi keras dengan memerintahkan investigasi dan menahan sejumlah anggota Brimob. Meski demikian, publik tetap menilai polisi gagal menjunjung HAM (AP News, 2025; Reuters, 2025).

Sementara itu di Makassar, kerusuhan meluas, massa membakar kantor DPRD, pos polisi, ATM, dan kendaraan dinas. Tiga orang tewas dan lima lainnya luka-luka. Polisi menghadapi pilihan sulit: menahan diri dengan risiko kerusakan semakin parah, atau bertindak represif dengan konsekuensi korban jiwa (Suara.com, 2025).

Di Jambi, demonstrasi di DPRD berakhir ricuh. Massa melempari aparat dengan batu, merusak pagar, dan membakar mobil dinas DPRD.

Aparat yang bertahan dikritik karena dianggap gagal mencegah kerusuhan, sementara upaya represif pun berisiko menimbulkan korban baru (Detik.com, 2025).

Ketiga kasus ini memperlihatkan dilema klasik Polri: bertindak salah, diam pun salah.

Di sisi lain, media menghadapi dilema berbeda. Kehadiran wartawan dalam demonstrasi bertujuan menyampaikan fakta dan membentuk opini publik, namun mereka kerap menjadi korban kekerasan di lapangan.

Di Jakarta, Bayu Pratama Syahputra, pewarta foto ANTARA, dipukul aparat saat meliput demonstrasi di Pejompongan dan kameranya rusak.

Mabes Polri sampai mengeluarkan pernyataan resmi bahwa tugas wartawan harus dilindungi (Jawa Pos, 2025).

Di Makassar, sejumlah jurnalis juga menjadi sasaran pemukulan oleh oknum aparat. Seorang wartawan bahkan mengalami luka parah di kepala hingga harus dilarikan ke rumah sakit (Detik News, 2025).

Penelitian Tapsell (2020) telah mengingatkan bahwa jurnalis di Indonesia menghadapi risiko intimidasi fisik maupun digital ketika meliput isu politik.

Situasi terkini membuktikan peringatan itu benar adanya: wartawan berada dalam posisi rawan, dicurigai oleh massa, sekaligus dianggap ancaman oleh aparat.

Demonstrasi pada akhirnya bukan hanya arena pertarungan politik, tetapi juga cermin kualitas demokrasi. Polisi dan media berada pada posisi “buah simalakama” yang nyata.

Polri harus menjaga ketertiban tanpa kehilangan wajah HAM, meski risiko dianggap represif atau lalai selalu membayangi.

Media dituntut menjaga independensi meski berada dalam situasi berbahaya yang bisa membuat mereka menjadi korban langsung kekerasan. Jalan keluar hanya dapat ditemukan melalui penguatan komunikasi, transparansi, dan akuntabilitas.

Polisi perlu mengedepankan pendekatan humanis dengan standar operasional yang tegas dan diawasi publik. Media pun harus tetap berpegang pada etika jurnalistik dengan kesadaran bahwa narasi mereka memiliki dampak besar terhadap stabilitas sosial.

Demokrasi tidak akan sehat bila polisi dan media dibiarkan berjalan dalam ketakutan.

Melindungi keduanya berarti melindungi demokrasi itu sendiri.

Daftar Pustaka

AP News. (2025, 29 Agustus). Indonesian protesters clash with police after student killed in Jakarta. https://apnews.com/article/2b4ad65b836a3b38b6a037b2f45cb309

Detik.com. (2025, 29 Agustus). Demo di Kantor DPRD Jambi Ricuh, Satu Mobil Dinas Terbakar. https://www.detik.com/sumbagsel/berita/d-8086200/demo-di-kantor-dprd-jambi-ricuh-satu-mobil-dinas-terbakar

Hendy F. Kurniawan. (2025). Eksistensi Kepolisian RI di Tengah Disrupsi Politik dan Citra Institusi. Syntax Literate, 10(6).

Jawa Pos. (2025, 25 Agustus). Jurnalis ANTARA Jadi Korban Kekerasan Saat Meliput Aksi Demo. https://www.jawapos.com/nasional/016487220/jurnalis-antara-jadi-korban-kekerasan-saat-meliput-aksi-demo

Rizal. (2024). Perilaku Kekerasan Aparat Kepolisian dalam Aksi Demonstrasi. Jurnal Kajian Hukum dan Kebijakan Publik, 2(1), 397–405.

Saputra, R., & Hendrawarman. (2023). Perlindungan Hukum terhadap Aparat dalam Pengamanan Unjuk Rasa. Jurnal Ilmiah Publika, 11(1).

Suara.com. (2025, 30 Agustus). Rusuh Demo Makassar, Kantor DPRD dan Pos Polisi Dibakar. https://www.suara.com/video/2025/08/30/060000/rusuh-demo-makassar-kantor-dprd-dan-pos-polisi-dibakar

Tapsell, R. (2020). Media Power in Indonesia: Oligarchs, Citizens and the Digital Revolution. Rowman & Littlefield.

Reuters. (2025, 29 Agustus). Indonesian students vow more protests after one killed in Jakarta demonstration. https://www.reuters.com/world/asia-pacific/indonesian-students-vow-more-protests-after-one-killed-jakarta-demonstration-2025-08-29