EKBISJURNAL PUBLIK

Tambang Rakyat Jambi : Potensi Besar Ekonomi yang Butuh Pengelolaan Bijak

×

Tambang Rakyat Jambi : Potensi Besar Ekonomi yang Butuh Pengelolaan Bijak

Sebarkan artikel ini

Oleh: Dr. Noviardi Ferzi *

PERTAMBANGAN rakyat di Provinsi Jambi kembali menjadi sorotan setelah Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa sektor ini dapat menjadi salah satu penopang ekonomi baru. Pernyataan itu bukan tanpa alasan.

Dengan 117 Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang telah ditetapkan seluas lebih dari 7.000 hektare, Jambi sesungguhnya memiliki cadangan energi dan mineral yang besar untuk diolah secara produktif.

Namun, potensi tersebut selama ini justru sering kali tampil dalam wajah muram: praktik pertambangan tanpa izin, kerusakan lingkungan, hingga konflik horizontal di tingkat masyarakat.

Di banyak lokasi, tambang rakyat identik dengan lubang-lubang tikus yang mengancam keselamatan warga, sungai yang tercemar merkuri, dan hutan yang terdegradasi.

Penelitian menunjukkan bahwa Sungai Batanghari, sebagai nadi kehidupan masyarakat Jambi, telah mengalami pencemaran serius akibat aktivitas tambang rakyat. Kandungan merkuri (Hg) di beberapa titik aliran sungai ditemukan melebihi ambang batas yang ditetapkan WHO, sehingga membahayakan ekosistem perairan dan kesehatan masyarakat yang masih menggantungkan kebutuhan air sehari-hari dari sungai ini (Rahman et al., 2022).

Kondisi ini menggambarkan betapa lemahnya tata kelola, meskipun sumber daya sudah ada dan peluang telah terbuka (Sukandarrumidi, 2020).

Di sinilah pentingnya transformasi tambang rakyat. Presiden benar ketika mengingatkan bahwa tambang rakyat harus dikelola dengan manajemen modern. Maksudnya bukan semata soal alat canggih, melainkan tentang kelembagaan, kepastian hukum, dan pola produksi yang efisien namun tetap memperhatikan keberlanjutan lingkungan. Tanpa itu, potensi besar hanya akan berubah menjadi bencana sosial-ekologis (Sudrajat & Ramli, 2021).

Selain itu, tambang rakyat di Jambi harus dikaitkan dengan visi pembangunan daerah. Pertambangan tidak boleh berdiri sendiri, apalagi merusak basis ekonomi masyarakat yang lain, seperti pertanian dan perkebunan. Sebaliknya, hasil tambang dapat dikelola sebagai modal untuk meningkatkan kualitas hidup: membangun infrastruktur dasar, memperkuat pendidikan vokasi, hingga memperluas akses kesehatan di wilayah tambang (Yulianto, 2022).

Tantangan terbesar memang ada pada regulasi dan keberpihakan pemerintah daerah. Banyak warga yang selama ini menggantungkan hidup dari tambang rakyat justru terjebak dalam praktik ilegal, karena perizinan yang rumit dan minimnya pendampingan.

Padahal, Kementerian ESDM sudah menyiapkan mekanisme Izin Pertambangan Rakyat (IPR) agar aktivitas mereka mendapat payung hukum. Pertanyaannya, mengapa implementasi di lapangan begitu lambat? (Marwa et al., 2023).

Potensi tambang rakyat Jambi tidak boleh lagi hanya menjadi wacana politik atau proyek jangka pendek yang berakhir pada kerusakan. Ia harus dikelola sebagai aset strategis dengan prinsip keadilan sosial: memberi manfaat langsung kepada rakyat, menjaga kelestarian lingkungan, dan memastikan kontribusi nyata bagi pembangunan daerah.

Roadmap 5 Tahun Pengelolaan Tambang Rakyat Jambi
Tahun 1 – Penataan dan Legalisasi

Identifikasi dan verifikasi lokasi tambang rakyat yang berpotensi dikelola.
Percepatan penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) di WPR yang sudah ditetapkan.
Penertiban aktivitas PETI dengan pendekatan persuasif, bukan represif.
Tahun 2 – Penguatan Kelembagaan

Membentuk koperasi atau BUMDes berbasis tambang rakyat.
Memfasilitasi akses permodalan melalui bank daerah atau skema kredit usaha rakyat (KUR).
Menyusun standar operasional prosedur (SOP) produksi dan pemasaran hasil tambang.
Tahun 3 – Peningkatan Teknologi & Lingkungan

Pendampingan penggunaan teknologi ramah lingkungan, seperti tanpa merkuri.
Pelatihan pengelolaan limbah tambang agar tidak mencemari sungai dan lahan pertanian.
Insentif bagi kelompok tambang yang menerapkan praktik berkelanjutan.
Tahun 4 – Hilirisasi & Nilai Tambah

Pengembangan unit pengolahan mineral berskala kecil (smelter rakyat).
Diversifikasi usaha berbasis hasil tambang (misalnya kerajinan logam).
Mendorong kemitraan dengan industri lokal maupun nasional.
Tahun 5 – Integrasi Ekonomi Daerah

Memasukkan tambang rakyat dalam sistem PDRB secara resmi.
Optimalisasi kontribusi ke Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Menjadikan Jambi sebagai model nasional pengelolaan tambang rakyat berkelanjutan.

Dengan roadmap tersebut, Pemprov Jambi memiliki arah jelas untuk mengubah tambang rakyat dari “masalah” menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru. Legalisasi memberi kepastian hukum, kelembagaan memperkuat posisi penambang, teknologi ramah lingkungan menjaga keberlanjutan, sementara hilirisasi memastikan nilai tambah tetap berada di daerah.

Jika dikerjakan konsisten, dalam lima tahun ke depan Jambi tidak hanya menutup lubang-lubang tambang yang selama ini jadi simbol kerusakan, tetapi juga membuka jalan baru bagi ekonomi rakyat yang berdaulat.

Daftar Pustaka
Marwa, N., Rahman, F., & Siregar, A. (2023). Tantangan Regulasi Pertambangan Rakyat dalam Perspektif Otonomi Daerah. Jurnal Hukum & Pembangunan, 53(2), 211–229.

Rahman, H., Putra, A., & Sari, D. (2022). Analisis Kandungan Merkuri (Hg) pada Air Sungai Batanghari Akibat Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Jurnal Lingkungan Tropis, 6(2), 101–112.

Sudrajat, A., & Ramli, M. (2021). Pengelolaan Tambang Rakyat Berkelanjutan: Studi Kasus di Sulawesi dan Kalimantan. Jurnal Teknologi Mineral, 12(1), 45–60.

Sukandarrumidi. (2020). Pertambangan Rakyat dan Implikasinya terhadap Lingkungan Hidup. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Yulianto, B. (2022). Integrasi Pertambangan Rakyat dalam Pembangunan Daerah Berbasis Ekonomi Hijau. Jurnal Ekonomi Pembangunan Daerah, 8(3), 134–150.