Editorial : Nazarman
JAMBIDAILY. COM-Publik wajar bertanya-tanya atas keputusan Bupati Merangin menunjuk kembali dr. G Sony Presmana sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan. Padahal, yang bersangkutan sudah resmi dilantik sebagai Kepala BKKBN Merangin.
Fenomena ini menghadirkan paradoks birokrasi. Bagaimana mungkin seorang pejabat yang sudah meninggalkan posisinya, bahkan sudah dilantik di instansi berbeda, justru kembali ditugaskan mengendalikan jabatan yang sama? Bukankah lebih tepat jika posisi Plt diisi oleh pejabat eselon yang masih aktif di Dinas Kesehatan?
Ada beberapa kemungkinan alasan di balik penunjukan ini. Pertama, bisa jadi masih ada kepentingan proyek yang sedang berjalan di Dinas Kesehatan sehingga dr. Sony dianggap perlu untuk tetap mengawalinya. Kedua, ada rencana bupati melantik orang luar sebagai kepala dinas definitif.
Jika sekarang menunjuk pejabat internal sebagai Plt, maka ketika kursi definitif jatuh ke tangan orang luar akan menimbulkan kesan seolah pejabat Dinkes hanya diperlakukan sebagai “pengisi sementara.”
Ketiga, mungkin ada rahasia besar atau persoalan sensitif yang hanya diketahui dr. Sony, sehingga ia kembali “dipinjam” meski sudah dilantik di tempat lain.
Jika benar demikian, pertanyaan yang lebih mendasar adalah: kenapa dr. Sony dilantik di BKKBN kalau akhirnya tetap dipanggil balik ke Dinas Kesehatan? Bukankah ini justru merusak logika birokrasi dan membuka ruang spekulasi bahwa jabatan di Merangin bukan lagi soal sistem, melainkan soal kepentingan politik dan kedekatan personal?
Editorial ini menegaskan, birokrasi sehat harus dijalankan dengan aturan dan meritokrasi. Jika pejabat yang sudah dipindahkan pun masih bisa “dipinjam” kembali, maka publik berhak curiga bahwa ada sesuatu yang disembunyikan di balik jabatan strategis ini.***











