EKBISJURNAL PUBLIK

Kekurangan Volume dan Penurunan Kuailitas Pekerjaan Konstruksi: Masalah Sistemik dan Urgensi Penguatan Pengawasan

×

Kekurangan Volume dan Penurunan Kuailitas Pekerjaan Konstruksi: Masalah Sistemik dan Urgensi Penguatan Pengawasan

Sebarkan artikel ini

Oleh: Ir. Martayadi Tajuddin, MM

Pendahuluan

Pekerjaan konstruksi infrastruktur di Indonesia kerap menghadapi dua masalah krusial: kekurangan volume fisik dan rendahnya kualitas hasil pekerjaan. Persoalan ini tidak hanya berdampak pada kerugian finansial negara, tetapi juga menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi pengelola proyek. Artikel ini mengulas akar permasalahan dari sisi teknis dan kompetensi, menelaah regulasi yang berlaku, serta menawarkan solusi strategis, terutama melalui sistem pengawasan ideal sebagai langkah preventif.

Pembangunan infrastruktur merupakan tulang punggung penggerak pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, dalam praktiknya, tak sedikit proyek konstruksi yang gagal memenuhi standar volume dan kualitas sebagaimana tercantum dalam kontrak kerja. Fenomena ini secara kasat mata tampak dari infrastruktur yang cepat rusak, jalan berlubang tak lama setelah dibangun, serta volume pekerjaan yang menyusut secara signifikan dari spesifikasi rencana.

Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan berbagai inspektorat daerah menunjukkan bahwa kekurangan volume fisik masih menjadi temuan berulang dalam proyek-proyek strategis nasional maupun daerah (BPK RI, 2023). Masalah ini sejatinya merupakan manifestasi dari kelemahan sistemik dalam manajemen proyek, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan.

Akar Permasalahan: Kombinasi Teknis dan Kompetensi

Secara teknis, kekurangan volume pekerjaan fisik sering terjadi akibat desain perencanaan yang tidak matang, kesalahan dalam estimasi RAB (Rencana Anggaran Biaya), serta metode pelaksanaan yang menyimpang dari standar. Perbedaan antara kondisi eksisting dan desain yang tidak tervalidasi melalui survei teknis menyeluruh juga menjadi penyumbang utama perbedaan volume yang signifikan (Setiawan & Rachmadi, 2021).

Di sisi lain, rendahnya kualitas pekerjaan sebagian besar berasal dari penggunaan bahan material yang tidak memenuhi spesifikasi teknis, teknik konstruksi yang tidak sesuai metode kerja (work method), serta lemahnya proses kontrol mutu di lapangan (Nugroho et al., 2020). Lemahnya pengawasan menyebabkan banyak pekerjaan yang dilaksanakan tanpa standar minimum uji teknis seperti slump test, compressive strength test, dan lainnya.

Kompetensi sumber daya manusia (SDM) juga memegang peran vital. Banyak tenaga kerja pelaksana dan manajer proyek yang belum memiliki sertifikasi sesuai amanat UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi. Ketidaksiapan SDM dalam memahami spesifikasi teknis, metode pelaksanaan, dan kontrol mutu memperbesar potensi kesalahan yang berdampak langsung pada mutu dan volume pekerjaan (PP No. 14 Tahun 2021).

Kegagalan Sistemik dalam Pengawasan Proyek

Masalah volume dan kualitas tak bisa dilepaskan dari lemahnya sistem pengawasan konstruksi. Pengawasan sering kali bersifat administratif, bukan teknis substantif. Banyak pengawas lapangan hanya memverifikasi keberadaan pekerjaan secara fisik tanpa mengevaluasi kesesuaian dengan spesifikasi teknis. Selain itu, pengawasan yang dilakukan oleh konsultan sering kali terjebak dalam konflik kepentingan, terutama ketika pengawas tidak memiliki independensi terhadap pelaksana proyek.

Dalam studi oleh Arifin et al. (2022), ditemukan bahwa kurangnya integrasi antara pengawas internal pemerintah, konsultan pengawas, dan pelaksana lapangan menyebabkan banyak celah dalam kontrol volume dan mutu. Akibatnya, pekerjaan yang menyimpang dari rencana tetap lolos dalam proses pembayaran.

Solusi Sistemik: Membangun Sistem Pengawasan Ideal

Upaya preventif yang paling strategis untuk mengatasi persoalan ini adalah membangun sistem pengawasan ideal, yang bukan hanya fokus pada kontrol akhir, tetapi pada kontrol proses secara menyeluruh dan real-time. Beberapa elemen kunci sistem pengawasan ideal meliputi:

  1. Pengawasan Lapangan Berbasis Teknologi Digital
    Pemanfaatan sistem e-Monitoring dan dashboard pelaporan proyek secara digital dapat meningkatkan transparansi dan kecepatan deteksi penyimpangan. Teknologi seperti drone mapping, BIM (Building Information Modeling), dan QR-code pada item pekerjaan sudah terbukti efektif dalam memastikan volume dan kualitas terverifikasi secara cepat dan akurat (Kementerian PUPR, 2022).
  2. Penerapan Quality Control Plan (QCP) dan Audit Internal
    Setiap proyek wajib memiliki QCP yang menjadi acuan pengujian mutu pekerjaan. QCP yang disusun sejak awal dan diterapkan secara konsisten akan meminimalisasi pekerjaan asal jadi. Audit internal berkala oleh tim teknis independen juga diperlukan untuk memvalidasi kepatuhan terhadap QCP.
  3. Penguatan Kompetensi Pengawas
    Peningkatan kapasitas pengawas lapangan melalui sertifikasi dan pelatihan rutin menjadi kebutuhan mendesak. Peran pengawas bukan sekadar pelapor progres, tetapi pengendali teknis di garis depan. Tanpa kompetensi teknis yang memadai, pengawasan hanya menjadi formalitas.
  4. Kontrak Berbasis Kinerja
    Konsep performance-based contract perlu diterapkan untuk mengaitkan pembayaran dengan hasil riil di lapangan, bukan hanya administrasi. Skema ini memberi insentif terhadap mutu dan kepatuhan terhadap volume.
  5. Keterlibatan Publik dan Transparansi
    Masyarakat pengguna infrastruktur harus dilibatkan dalam pengawasan sosial. Informasi tentang progres proyek, spesifikasi, dan nilai kontrak sebaiknya dibuka secara transparan di ruang publik agar tercipta kontrol sosial yang efektif.

Penutup

Kekurangan volume dan rendahnya mutu pekerjaan konstruksi adalah gejala dari kelemahan struktural dalam manajemen proyek dan sistem pengawasan. Penyelesaian masalah ini membutuhkan pendekatan sistemik yang melibatkan aspek teknis, regulasi, kompetensi SDM, serta teknologi pengawasan. Sistem pengawasan ideal yang terintegrasi dan berbasis teknologi merupakan jawaban untuk memastikan bahwa setiap rupiah yang diinvestasikan negara dalam pembangunan infrastruktur benar-benar menghasilkan manfaat optimal bagi masyarakat.

Daftar Pustaka

  1. BPK RI. (2023). Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2023. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
  2. UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
  3. PP No. 14 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
  4. Kementerian PUPR. (2022). Pedoman Pengawasan Berbasis Teknologi dalam Proyek Infrastruktur. Direktorat Jenderal Bina Konstruksi.
  5. Nugroho, A., Wijayanto, T., & Prabowo, H. (2020). “Analisis Mutu Proyek Jalan Nasional di Indonesia”. Jurnal Rekayasa Sipil dan Lingkungan, 7(1), 45-53.
  6. Setiawan, R., & Rachmadi, A. (2021). “Ketidaksesuaian Volume dan RAB: Kajian Kasus Proyek Jalan Daerah”. Jurnal Konstruksi dan Infrastruktur, 9(2), 22-31.
  7. Arifin, M., Putra, D., & Lestari, R. (2022). “Efektivitas Pengawasan Proyek Konstruksi Pemerintah”. Jurnal Manajemen Konstruksi Indonesia, 11(3), 67–80.