Editorial: Nazarman
JAMBI DAILY. COM-Kominfo Merangin menulis rilis penuh puja-puji: Bupati meresmikan SPBU di Sungai Manau. Tenda meriah, pita digunting, pejabat berjejer, anak yatim disantuni. Semuanya tampak seperti agenda pembangunan daerah. Tapi ada satu detail yang tidak pernah diucapkan dalam rilis itu: SPBU megah itu adalah milik bupati sendiri.
Beginilah wajah ironi di Merangin. Bisnis pribadi dibungkus seolah-olah program pemerintah. Media resmi pemerintah dipakai bukan untuk memberi informasi publik, tapi untuk memoles citra penguasa. Kominfo seakan lupa tugas utamanya: menyampaikan informasi yang jernih, bukan menjadi agen promosi dagang keluarga pejabat.
Bupati bicara manis di podium: SPBU ini hadir demi kebutuhan rakyat. Padahal sejatinya rakyat hanyalah konsumen yang dijamin loyal, sebab tak ada pilihan lain selain membeli. Apa bedanya dengan seorang pedagang membuka warung, lalu mengaku sedang menolong tetangga? Bedanya, pedagang biasa tidak bisa mengerahkan protokoler, tidak bisa mengundang pejabat, apalagi menjadikan usaha pribadinya sebagai acara “pembangunan daerah”.
Rakyat tentu merasa terbantu karena tak perlu lagi jauh mencari BBM. Namun jangan terkecoh: siapa yang paling diuntungkan? Jawabannya jelas pemilik SPBU, yakni bupati itu sendiri. Rakyat hanya penonton yang dipanggil bersorak, sekaligus pembeli setia yang setiap hari menyetor rupiah.
Editorial ini bukan menolak kehadiran SPBU, melainkan menyoroti praktik kabur antara kepentingan publik dan kepentingan pribadi. Jika seorang bupati ingin berbisnis, silakan. Tapi jangan gunakan fasilitas negara, waktu pejabat, dan kanal informasi pemerintah untuk meresmikan warung sendiri.
Rilis Kominfo semestinya menjadi cermin akuntabilitas, bukan brosur iklan. Jika praktik seperti ini dibiarkan, jangan heran bila suatu hari nanti setiap langkah dagang penguasa akan diberi karpet merah, sementara rakyat tetap diminta tepuk tangan.***











