POLHUKAM

Setelah Prostitusi Dibasmi, Pemilik Rumah Ancam Laporkan Pemkab Merangin

×

Setelah Prostitusi Dibasmi, Pemilik Rumah Ancam Laporkan Pemkab Merangin

Sebarkan artikel ini

JAMBIDAILY. COM– Aksi heroik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Merangin dalam menertibkan dan merobohkan 11 bangunan rumah prostitusi di jalur dua Simpang Tengkorak, Bangko, Sabtu (20/9), patut diacungi jempol. Keberanian Bupati H. M. Syukur memimpin langsung pembongkaran itu mendapat apresiasi luas dari masyarakat, tokoh agama, hingga jajaran Forkopimda.

Namun, langkah tegas tersebut rupanya berbuntut panjang. Informasi yang beredar, sejumlah pemilik rumah yang dibongkar berencana menempuh jalur hukum. Mereka menilai tindakan Pemkab Merangin berlebihan dan melanggar aturan, sebab bangunan yang dirobohkan ternyata berdiri di atas tanah bersertifikat resmi atas nama pribadi.

“Kabarnya, para pemilik merasa dirugikan karena rumah mereka memiliki sertifikat sah. Mereka berencana melaporkan Pemkab Merangin,” ujar salah seorang sumber yang mengetahui permasalahan ini.

Meski demikian, hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari para pemilik rumah maupun kuasa hukum yang akan mendampingi mereka.

Sebelumnya, Bupati Syukur menegaskan pembongkaran dilakukan karena para pemilik telah melanggar surat peringatan serta pernyataan tertulis yang mereka tandatangani sendiri. Bahkan, pemerintah telah memberi kesempatan untuk beralih usaha dengan membuka warung dan siap mendukung melalui program UMKM.

“Kita sudah rangkul, kita sudah bina. Tapi tetap dilanggar. Akhirnya eksekusi dilakukan karena ini jelas melanggar aturan dan meresahkan masyarakat,” tegas Bupati.

Jika benar para pemilik rumah menempuh jalur hukum, maka perseteruan ini berpotensi berlanjut ke meja hijau. Hal itu tentu menjadi ujian baru bagi Pemkab Merangin untuk membuktikan bahwa kebijakan yang diambil sudah sesuai prosedur dan memiliki landasan hukum yang kuat.

Analisis Hukum

Secara prinsip, sertifikat tanah adalah bukti kepemilikan sah yang dilindungi undang-undang. Namun, keberadaan sertifikat tidak otomatis melegalkan setiap peruntukan bangunan di atasnya. Apabila tanah bersertifikat dipakai untuk aktivitas yang melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum, pemerintah daerah tetap memiliki kewenangan untuk menertibkan.

Potensi konflik hukum bisa muncul jika pembongkaran dilakukan tanpa prosedur yang jelas, misalnya tanpa keputusan pengadilan atau mekanisme ganti rugi. Karena itu, perdebatan hukum akan mengerucut pada dua sisi: hak individu atas kepemilikan tanah versus kepentingan umum dalam menjaga ketertiban sosial dan moral masyarakat.(nzr)