JURNAL PUBLIK

Antara Ketegasan dan Kesewenang-wenangan

×

Antara Ketegasan dan Kesewenang-wenangan

Sebarkan artikel ini

Editorial: Nazarman

Aksi heroik Pemkab Merangin merobohkan deretan rumah prostitusi di jalur dua Simpang Tengkorak, Bangko, memang sempat menuai pujian. Pemerintah dianggap berani melawan praktik maksiat yang merusak moral masyarakat. Namun, di balik tepuk tangan itu, kini muncul tanda tanya besar: apakah langkah tersebut benar-benar dijalankan sesuai aturan, atau justru mencerminkan arogansi kekuasaan?

Fakta terbaru menyebutkan bahwa sebagian bangunan yang diratakan dengan tanah berdiri di atas lahan bersertifikat resmi milik pribadi. Sertifikat adalah bukti kepemilikan sah yang dijamin undang-undang. Jika benar rumah dirobohkan tanpa melalui mekanisme hukum yang jelas, maka tindakan Pemkab dapat dikategorikan sewenang-wenang.

Persoalannya bukan sekadar soal prostitusi. Ini menyangkut prinsip dasar negara hukum: bahwa setiap kebijakan harus berlandaskan aturan, bukan sekadar kemauan politik penguasa. Pemerintah memang berhak menjaga ketertiban umum, tetapi hak warga atas kepemilikan tidak bisa begitu saja diabaikan.

Jika pembongkaran dilakukan tanpa keputusan pengadilan, tanpa prosedur ganti rugi, dan tanpa transparansi, maka yang tampil bukanlah wajah tegas pemerintah, melainkan wajah otoriter. Ironisnya, niat baik untuk memberantas maksiat justru bisa berbalik menjadi preseden buruk tentang kesemena-menaan.

Editorial ini mengingatkan bahwa keberanian seorang pemimpin tidak cukup diukur dari gebrakan fisik di lapangan. Keberanian sejati adalah memastikan setiap tindakan, betapapun populisnya, tetap berpijak pada koridor hukum. Jika tidak, yang tersisa hanyalah puing-puing bangunan yang roboh, sekaligus puing-puing kepercayaan rakyat kepada pemerintahannya.